A friend's wedding II

969 83 1
                                    

Aku kini duduk di meja bundar bersama para teman-teman yang hadir. Sementara, ibu dan ayah duduk bersama kenalan mereka. Dan, jika aku bercerita tentang kondisiku, aku cangung. Tanganku selalu mencengkram tangan Reinhart seolah-olah aku berjaga-jaga kalau saja ada yang tahu tentang kami.

"Tidak perlu takut, aku disini." Dia berbisik.

"Kau tahu, Reinhart," kataku saat membisiknya. "Itu tidak membuatku tenang bahkan jika kau mengulangnya."

"Kalau begitu," katanya. "Kau mau memeluk ?"

"Kau gila!" Aku berbisik padanya.

"Tentu, tidak." Balasnya terkekeh. Dan, itu membuat wajahku benar-benar memerah saat itu. Tapi, aku tidak tahu apa kesalahan ucapannya, yang membuatku meronan begini malu.

Dan, aku dengan cepat membuang muka darinya. Tapi tanganku tidak lepas dari tangannya, dia justru memperelatnya. Lalu, aku mencoba berbasa-basi di meja bundar itu.

"Mana Lune dan Brilian ?" Aku bertanya.

"Mereka akan datang," kata Lusi lalu dia tertawa. "Aku mendengar kalau mereka akan menikah. Katanya, dua minggu lagi."

Saat itu, aku benar-benar melotot. "Kau yakin ?"

"Tentu, itu sebuah kebenarannya. Kau mau kita taruhan, Megan ?" Lusi mengalihkan tatapan semangat, lalu menoleh pada Marry Diana. "Ayo, kita taruhan juga, Marry. Bagaimana ?"

"Ha ? Kau pikir aku tidak tau, jika mereka berjodoh. Aku tidak bisa lagi dibohongi, Lusi! Dasar licik!" Kata Merry Diana dengan nada sebal.

"Kau datang dengan siapa, Merry ?" Aku bertanya, melihat dia sendiri sekarang.

Lusi terkekeh di balik pelukan Zee. "Aku yakin dia sendiri."

"Tentu, tidak," kata Marry dan mengejutkannya, yang kulihat sekarang adalah Rayn, si lelaki kutu buku di zaman kami bersekolah dulu.

"Oh, Rayn." Decak kagum terdengar dari Lusi. "Masih pintar dan hebat."

Lune dan Brilian datang bersama. Hal itu membuatku terkejut. Aku tidak tahu apa yang menyebabkan keduanya bersama. Setahuku, aku pikir mereka benar-benar tidak cocok sebagai pasangan maupun teman, tetapi ada hal unik sekarang.

Dia menyapaku, lalu menoleh pada Reinhart. "Maaf," katanya dengan nada tertolak. "Aku tidak bisa bekerja di tempat anda, sir Reinhart."

Lalu, ketika dia menemukan mataku menatap heran padanya. Dia menjawab pernyataan yang membuat semua orang bingung dengan apa dilakukannya Menggandeng tangan Brilian ?

"Aku akan menikah!" Dia berteriak sekeras mungkin.

Aku syok, membuka mulutku sempurna. "Itu hebat!"

"Ya, memang," katanya dengan nada tertarik, lalu memeluk Brilian. "Aku akan mengirimkanmu undangan. Dan, mungkin akan kupastikan kau menerimanya nanti."

Aku merasa sedang mendapatkan misteri tidak terduga sekarang. Dan, aku setuju jika ada pepatah yang mengatakan. Cinta tidak terduga. Aku pikir itu benar. Dan, itu adalah suatu kebenaran.

"Jadi," Lune menoleh padaku, dia tidak sengaja melihat aku memegang tangan Reinhart. "Kalian memang saling menyukai, ya."

Ha ? Secara terkejut, aku hampir melepas gengaman tangan Reinhart. Untungnya, dengan sadar dia menahanku. Dan, secara normal, aku bertindak seperti kekasihnya.

"Tentu," aku tertawa. "Ini tidak terduga, bukan ?" Aku berusaha menggangap ini menyenangkan, tetapi ini tidak benar. Kebenarannya adalah ini hal yang terburuk.

"Dan, ini Reinhart," kataku memperkenalkannya." Pacarku."

Lune syok mendengar apa yang kubicarakan, tetapi memaklumi yang terjadi. Lalu, seorang MC memulai acara secara spetakuler. Berlagak berbicara hal panjang. Dan, harusnya MC-nya menjadi pembaca pidato, bukan. Terlalu formal.

My Life Has Moments(END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang