Unclear Doubts

661 61 1
                                    

Ini bukan sesuatu yang pasti, tetapi ini sebuah kenyataan. Tertolak oleh novel, sama halnya ditolak oleh lelaki. 50 kali ? Itu seperti tidak berharga dalam kisah hidup. Tapi bagi yang mengalami, itu sama halnya turun dalam keterpurukan yang gelap.

Aku punya kisah terbenam dari beberapa hal yang ada. Tekanan ? Tidak, sebenarnya ini dariku. Lalu, ketika aku duduk disini, tidak ada pemikiran yang terbayang olehku- kekosongan yang ada.

Aku menghela napas. "Sudah cukup, aku ditolak novel, Sarah," kataku, merasa sesak di pernapasanku. "Ini memang tidak ada hubungan dengan cinta. Tapi rasa sakit oleh itu, apakah pernah kau rasakan ?

"Mengapa kau tidak ingin mencobanya ? Itu tidak sama, Megan. Kesamaan kadang berupa perbedaan! Kapan lagi ?!" Tanya Sarah penasaran.

"Kadang hidup tidak menentu, Sarah." Aku memandangnya dengan memelas, memohon dia tidak bertanya lagi.

Sarah tidak berhenti. Dia bertanya lagi, terlihat menyebalkan melihatku putus asa.

"Apa?! Kau mau menentangku! Ini soal hidupmu, Megan! Sampai, kapan kau akan menolak lagi ?!" Sarah berteriak, marah.

Aku merenung, tidak bisa menjawab. "aku tidak tahu," kataku putus asa. "Ini tidak semudah yang dijalani, tapi keputusasaan selalu timbul ketika hidup seakan tidak berarti."

Sarah menghembuskan napasnya, memukul pelan pundakku. "KAU! Kau...," Dia hampir menangis saat mengatakannya. Kemudian, dia melanjutkan. "Tidak ada hidup yang tidak punya keputusasaan, hidupmu adalah pilihan, Megan. Jalani atau berhenti..."

"Kau harus tahu itu," lanjut Sarah menghindariku dan menghapus air matanya. Dia benar-benar kesal dan marah.

BAIK, aku sebenarnya tidak merasa bersalah soal itu. Ini adalah keinginanku. Aku berjalan pergi sesudah makan. Mataku hanya memandang ke hadapan depan, memandang jalan yang ramai tanpa penuh arti.

Ngomong-ngomong, ini masihlah sebuah keraguan yang ada. Anggap saja, aku mirip wanita bodoh. Orang-orang yang seumuran denganku pasti memiliki impian untuk mempunyai seseorang seperti Reinhart. Tapi bagiku, itu sama saja dengan terlibat dalam hal yang pernah kulakukan. Ditolak atau menolak, apa bedanya ? Antara keinginan orang lain maupun diri sendiri.

Aku tiba di kantor. Duduk di kursi kantor dan mengetik huruf di layar komputer. Hanya ada kekosongan disana, tidak ada arti apapun.

Aku selalu bergumam: Apa yang terjadi padaku ?

Tapi, sekarang aku tahu apa yang terjadi, tetapi tidak bisa mengatasinya. Jadi, ketika aku menoleh kearah ruangan Reinhart. Dia tersenyum tipis kearahku. Mirip seperti lelaki yang jatuh cinta.

Tapi apakah aku juga menyukainya ?

Tidak, aku pikir tidak.

Aku hanya seorang egois yang menentang hidup sendiri dan memiliki kepercayaan yang rendah. Dan, ketika aku melihat kaca di luar sana, aku merasa sedang terkurung di tempat yang tidak pernah aku inginkan.

Apakah aku juga menginginkan tempat ini ?

Aku masih fokus mengetik, rambut berantakan yang awalnya mengenakan ikat rambut terlepas begitu saja. Tulisan artikel yang aku tulis berakhir dalam artikel berjudul "Apa arti tulisan dalam keraguan" dan, aku pikir itu hal bagus untuk menulis hari ini.

Keraguan kadang memberatkanku. Tulisan sama halnya keraguan yang diragukan. Ketika, kamu merasa tulisanmu yang terbaik, itu artinya kamu tidak meragukan tulisanmu. Kamu percaya pada diriku dan apa yang kamu tulis. Tetapi, yang ingin saya beritahukan adalah hal yang berbeda dari positif yang kamu tulis.

Keraguan dalam menulis bukanlah juga hal negatif. Setiap orang punya keraguan tersendiri, dan saya merasa ini bukanlah semacam artikel. Sebuah kutipan terakhir untuk kutulis, sebab saya tahu kalau ini bukanlah satu-satunya pilihan yang ada.

My Life Has Moments(END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang