Chapter 6

3.1K 363 71
                                    

Karena hari itu adalah hari minggu, Seokmin menghabiskan waktunya dengan tidur siang. Semalam ia terlalu bersemangat 'bergulat' dengan pemuda china sewaannya.

Seokmin terbangun karena kelaparan. Setelah menghabiskan satu cup ramyeon, ia kembali ke kamar, duduk di depan meja kerjanya membuka laptop yang masih menyisakan pekerjaan untuk dikumpulkan pada hari senin. Baru saja mengetik beberapa kata di layar laptopnya, ponsel di atas meja berdering. Kakak perempuannya menelepon.

Wajah Seokmin seketika menjadi hitam tertutupi kabut kekesalan. Ini padahal hari minggu, tapi kenapa dia masih mengganggu adik laki-lakinya? Apa lagi sekarang yang dia inginkan?

Dengan kasar ia meraih ponselnya, menempelkannya ke telinga.

"Hari minggu bukankah kau libur kerja?" Wanita itu bertanya dengan suaranya yang lembut. Bagaimana Seokmin bisa marah kepada kakaknya yang seperti bidadari ini? Suaranya seperti air suci yang membawa kesejukan dan kedamaian.

"Aku sedang mengerjakan pekerjaan untuk hari senin..." Seokmin mengetuk-ngetukkan jarinya di atas keyboard laptop.

"Ada apa?" tanyanya curiga. Sangat tidak ramah didengar telinga.

"Jemput Soonyoung di tempat lesnya..."

Rasanya detik ini juga Seokmin ingin menjatuhkan diri ke dalam kolam renang agar kepalanya dingin dan tidak meledak karena kesabarannya habis.

"Nuna... tempat les gila mana yang hari minggu masih belajar?!"

Tangannya gatal untuk melempar ponselnya ke dinding. Tapi, ponsel ini Seokmin beli satu minggu yang lalu, ini ponsel model baru, baru satu minggu yang lalu keluar di pasaran. Sayang kalau harus berumur pendek. Ia membelinya menggunakan uang, bukan menggunakan sperma.

"Ini hanya tempat les... bukan sekolah. Tentu saja hari minggu masih harus belajar... apalagi ujian sudah semakin dekat." Nunanya menjawab dengan serius. Tapi di seberang lain Seokmin rasanya sudah ingin membalikkan meja dan melemparkannya. Hari ini ia sedang ingin bersantai, tapi ketika telinganya mendengar nama bocah itu, Seokmin menjadi marah dan bertambah semakin marah lagi.

"Seokmin-ah... cobalah untuk berdamai dengan keponakanmu.... kau adalah orang dewasa, seharusnya kau lebih bisa mengalah.." Kakak perempuannya menasihati. Seokmin menunduk dan mengusap wajahnya dengan kasar. Kepada kedua orang orang tuanya mungkin ia bisa membantah, tapi tidak kepada kakak perempuan tersayangnya ini.

"Soonyoung hanya anak 16 tahun, dia sama sekali belum dewasa... cobalah untuk mengerti.. aku tahu sikapnya sangat tidak baik kepadamu."

"tapi tolong jangan benci dia...."

Seokmin mengangkat wajahnya dan memaksakan senyum di bibirnya, seolah kakak perempuannya benar-benar ada di hadapannya.

Dengan suara cerah, dia berkata,
"Nuna... Aku sama sekali tidak pernah memasukkannya ke dalam hati. sungguh..." bohongnya. Berbicara layaknya orang dewasa yang bijaksana.

Pada kenyataannya Seokmin sangat marah pada anak itu sampai ulu hatinya nyeri. Sangat kesal hingga rasanya ia seperti akan meledak karena emosi yang menumpuk.

"Nuna tidak perlu terlalu memikirkannya.. di mataku Soonyoung adalah anak yang manis."

Ck. Manis dari mana!?
umpat Seokmin dalam hati. Merasa geli dengan perkataannya sendiri.

"Syukurlah kalau begitu...."

Seokmin meremas selembar kertas di tanganya hingga menjadi sebuah gumpalan yang kusut dan berkerut.

UNCLE [SEOKSOON FANFICTION] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang