Bab 3

28 4 3
                                    

Nyala itu tak berwarna
Nyala itu tak bercahaya
Nyala itu hanya berdetak-detak di dada
Abadi tapi tak abadi
Hanya hingga raga telah mati

*****

Nayla berjalan santai menuju ruang kelasnya. Pagi itu sekolah masih sepi. Dia datang lebih awal karena saat ini gilirannya piket kelas.

Setelah meletakkan tas di laci meja, dia segera mengambil sapu dan kemoceng. Kursi dan meja yang berantakan dia atur rapi. Tak lama kemudian beberapa temannya yang juga satu kelompok piket datang dan membantunya menyiapkan kelas.

15 menit kemudian kelas sudah rapi. Siswa-siswi juga sudah mulai banyak yang berdatangan. Masih ada waktu 15 menit sebelum bel masuk kelas.

Nayla melangkah menuju ruang ekstra jurnalisnya. Mengambil note, dan menuliskan beberapa catatan untuk agenda rapat siang nanti.

"Assalamualaikum," Rini masuk bersama Yoga.

"Waalaikumsalam," jawabnya singkat.

"Piket Nay, tumben pagi dah disini," sahut Yoga.

"Yoi... Kalian kok bisa barengan?" Tanya Nayla menyelidik.

"Ketemu di depan tadi... Curigaan melulu neh." Sahut Rini sambil melempar bulpoin ke Nayla.

Nayla menghindar sambil terkekeh.

"Aku balik ke kelas dulu yaa..." Yoga melangkah mendahului kami.

Kami pun segera keluar dari ruangan itu.

"Nay..." Sebuah suara menghentikan langkahnya. Armand mendekat sambil tersenyum. Nayla membalas dengan senyuman pula. Tatapan mata mereka menghangat.

"Hai, Man..." Sahut Nayla santai. Rini melihat senyum mereka dengan sedikit cengoh. Dia menggaruk-garuk kepalanya seolah ingin mengatakan, 'apa ada yang aku lewatkan?'

Mereka melangkah bersama sambil berbincang santai. Tak dihiraukannya Rini yang berteriak-teriak memanggil untuk menunggunya.

Tiba di kelas, mereka kembali ke tempat duduknya masing-masing.

"Kamu hutang penjelasan ama aku.." geram Rini sambil duduk dengan kasar. Nayla hanya mengangkat kedua alis dan bahunya sambil tersenyum.

*****

Sabtu pagi, dua hari yang lalu.

"Nay..."

Nayla seolah lupa bernapas menunggu kata-kata Armand berikutnya.

"Aku boleh jadi sahabatmu," pinta Armand

Fiuuh.. Nayla menghembuskan napas lega. Jujur, dia belum siap bila tiba-tiba Armand mengungkapkan perasaannya. Meski kadang Nayla juga merasakan sedikit tanda-tanda itu pada sikap Armand.

Nayla tersenyum riang.

"Tentu saja Man. Eh, aku boleh panggil gitu kan?" Timpal Nayla sambil terkekeh. Yah, Armand memang biasanya dipanggil Ando oleh teman-teman sekolahnya.

Understanding NayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang