Armand POV.
Aku putra kedua di keluargaku. Ayahku pensiunan PNS. Sedang ibuku membuka usaha toko kelontong di depan rumah. Kakakku laki-laki sudah bekerja di Jakarta. Sedangkan adikku, perempuan masih kelas 5 SD. Aku jarang sekali berbincang dengan keluargaku. Mereka sibuk dengan urusan mereka masing-masing.
Aku lebih memilih menyibukkan diri dalam kegiatan sekolah. Aku suka berorganisasi, karena itu aku dipercaya manjadi ketua OSIS dan ketua forum komunikasi remaja wilayah kota Surabaya.
Kegiatan di luar jam sekolahku bertambah. Aku sering mendapat undangan untuk mengikuti kegiatan-kegiatan antar propinsi hingga ke Jakarta. Karena itulah aku jadi sering tertinggal pelajaran di kelas.
Meski aku mempunyai banyak teman, tapi aku bukanlah tipe orang yang mudah bergaul. Aku bisa berkata panjang lebar jika itu mengenai organisasi. Tapi untuk masalah pribadi, aku tak pernah bercerita pada siapapun. Itu ranah private. Wajib dikunci.
Tapi, ada satu gadis yang selalu membuatku merasa berbeda. Dia tidak pernah menganggap aku orang hebat, tapi dia juga tidak meremehkanku. Dia membuat aku berada di posisi yang tepat.
Sayang, dia sepertinya terlalu menutup hatinya. Sehingga sangat sulit bagiku untuk mengetahui apa yang sebenarnya dia pikirkan.
Saat aku ingin menjauh, dia menarikku. Tapi saat aku mendekat, dia menahan diri. Aah. Kenapa aku jadi seperti ini?
Nayla
****
Nayla berjalan gontai menuju halte. Dia sudah menyerah dengan hatinya. Tak tahu harus kemana lagi mencari Armand. Belum lama dia bisa dekat dengannya, tapi kenapa hatinya was-was saat tidak mendapat kabar darinya. Padahal sebelumnya tidak pernah seperti itu. Meski Armand tidak masuk beberapa haripun, dia tak peduli.
Tetapi matanya berkilat ketika dari jauh dilihatnya sosok Armand duduk di kursi halte. Setengah berlari Nayla mendekatinya.
"Man!" teriak Nayla sambil terengah. Sontak dia menengadahkan kepala yang dari tadi menunduk dalam.
"Dari mana saja kamu?" Tanya Nayla setelah duduk di samping Armand.
"Kamu nyariin aku?" Armand balik bertanya.
"Ish, nih aku bawain tas kamu," Nayla melempar tas ke tubuh Armand. "Di tanya malah balik nanya," sahutnya kesal.
"Hehehe..." Armand terkekeh melihat Nayla memonyongkan mulutnya.
"Aku tadi ijin keluar. Di panggil pembina Forum Komunikasi Remaja Surabaya di balai kota. Sebenarnya cuma sebentar, tapi disana tadi aku bertemu dengan teman smp ku. Kami berbincang banyak hal." Dia berhenti sejenak.
"Nay, temanku itu cewek yang aku suka waktu smp. Tapi saat itu dia menolakku. Sekarang setelah bertemu denganku, dia bilang suka padaku." Dia menundukkan kepalanya. Nayla masih terdiam, menunggunya meneruskan kata-kata.
"Sekarang aku yang menolaknya," katanya sambil menyeringai.
"Kenapa?" tanya Nayla spontan.
"Karena sudah ada cewek lain yang menempati hatiku saat ini," katanya sambil menatap Nayla dalam. Tak ayal gadis itu jadi salah tingkah dibuatnya.
"Ooh..." Dialihkannya pandangan untuk menutup rasa gugup.
"Oh? Cuma oh saja?"
"Lalu?"
"Kamu ga ingin tahu, siapa cewek itu?"
"Ah, itu dialog sinetron Man." Katanya sambil tersenyum. "Kenapa juga aku bertanya, apa ada hubungannya sama aku?"
"Tentu lah." Dengan cepat dia menjawabnya.
Cengoh Nayla memandangnya. What! Apa maksudnya?
Tapi dia hanya tertawa dan meninggalkannya memasuki bis yang sudah berhenti. Nayla segera menyusulnya naik."Eh, tunggu. Kenapa kamu naik bis juga? Motormu mana?" Tanyanya setelah bis mulai merangkak pelan.
"Aku juga biasanya naik bis ini. Kan rumah kita searah Nay. Kamu sih, ga pernah lihat kanan kiri kalau naik. Langsung merem aja."
"Eh, iya kah?" Nayla nyengir sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Hooh. Motor yang aku pakai punya saudara sepupuku. Kami gantian berboncengan kalau berangkat sekolah. Kadang dia yang bawa motor, kadang aku." Jelasnya pada Nayla.
"Oooh..." Nayla hanya ber oh oh saja mendengar penjelasannya.
Tidak ada lagi percakapan diantara mereka. Masing-masing sepertinya sibuk dengan pikirannya. Nayla dengan ke-kepo-annya,dan Armand dengan kebimbangan hatinya untuk mengungkapkan perasaannya pada Nayla.
Hingga akhirnya Nayla turun lebih dulu, dan Armand melanjutkan perjalanannya sendiri.
*****
"Nay, minggu depan seksi keputrian di Rohis ngadain acara kajian akbar. Temanya Pacaran No, Nikah Yes. Kamu yang liput ya." Perintah pak Samsul pada Nayla.
"Siap pak," sahutnya lantang. Diambilnya berkas untuk liputan acara tersebut. Menarik juga temanya. Pikirnya dalam hati.
"Oke, semua sudah dapat tugas masing-masing. Untuk liputan kajian akbar, selain narasumber dan panitia, jangan lupa wawancara dengan peserta juga. Dokumentasinya yang bagus, jangan kayak liputan lomba atletik kemarin. Kacau semua." Sungut Pak Samsul sambil melirik ke arah Deny. Cowok itu hanya menunduk diam.
Deny memang menggantikan posisi kak Redo, fotografer majalah sekolah. Dan pak Samsul terlalu perfect untuk urusan foto. Deny yang baru belajar tehnik memotret jadi sering kena omelannya. Tapi untungnya Deny cowok tangguh, jadi dia tidak mudah menyerah.
Pukul 14:30, rapat redaksi siang itu usai. Nayla membereskan sisa-sisa kertas yang berserakan di atas meja. Dia melirik casio di tangannya sekilas. Sudah dekat waktu Ashar. Pikirnya. Dia berencana sholat dulu di masjid.
Tak lama terdengar suara adzan dari pengeras suara masjid sekolahnya. Armand. Ya, Nayla sangat mengenal lagu adzan yang dikumandangkan Armand. Sudut bibirnya tiba-tiba membentuk senyuman.
"Rin, aku mau ashar dulu ya..." Dia meraih tas lalu melangkah keluar.
"Tunggu, barengan dong.." sahut Rini kemudian.
Nayla menghentikan langkah, menunggu Rini. Mereka berjalan berdampingan menuju masjid.
Setelah sholat, Rini langsung beranjak pulang. Kakak yang menjemputnya sudah menunggu di gerbang katanya. Nayla sengaja duduk-duduk di teras masjid, dia menunggu Armand keluar dari ruangan laki-laki. Sambil menunggu, dia buka-buka majalah sekolahnya.
"Nay, nungguin siapa?" Suara laki-laki mengagetkan Nayla yang sedang asyik membaca cerpen di majalah itu.
"Eh.." Dia menoleh ke asal suara. "Nungguin kamu lah," Dia menutup majalah dan memasukkannya ke dalam tas.
Setelah selesai memasang sepatu, mereka berjalan berdampingan menuju halte. Mereka berbincang tentang kegiatan mereka hari ini. Seolah sudah menjadi kebiasaan baru bagi mereka untuk saling bercerita apa yang dilakukan diluar jam sekolah.
Saking asyiknya mereka ngobrol. Tanpa disadari sepasang mata terus menatap kearah mereka. Seorang gadis berdiri di depan gerbang sekolah, yang telah sejam lalu menunggu pemuda itu keluar.
"Armando!" teriaknya.
Mereka berhenti dan menengok ke asal suara. Armand terkejut melihat gadis itu di sekitar sekolahnya.
Gadis itu mendekat...
.
.
.~next~
KAMU SEDANG MEMBACA
Understanding Nay
Teen FictionMasa SMA adalah masa yang paling indah. Begitu juga yang dirasakan Nayla dan Armando. Mereka sama sama jatuh cinta. Namun diantara mereka ada jarak yang tercipta. Cinta Nayla pada Armando datang di waktu yang tidak tepat. Belum lagi Rafli, Ambar, Ri...