Bab 14

16 3 1
                                    

"Hai Nay," tiba-tiba sosok lelaki tinggi plus tampan itu berdiri di depan Nayla. Senyumnya membuat Nayla sedikit kikuk.

"Eh kak Firdaus. Sendirian kak?" Nayla celingukan mencari sosok kakaknya di sekitar Firdaus.

"Aldo nggak ikut Nay. Cuma aku yang dapat tugas ke Surabaya." Jawab Firdaus.

"Oh..." Nayla ber oh-oh saja. Dia masih belum bergerak dari tempatnya berdiri. "Lagi ngapain kak di sini?"

Ya, Firdaus ada di halaman sekolah Nayla. Bel pulang baru saja berbunyi.

"Kebetulan sedang ada tugas di sekitar sini. Sekalian aja aku mampir." Dia masih memamerkan senyum mautnya. Nayla jadi kelabakan sendiri. "Mau langsung pulang atau les dulu nih?"

"Eh, pulang kak?"

"Ya udah. Bareng aja ya..." Firdaus berjalan mendahului Nayla.

"Eh... Maaf kak. Tidak usah. Nay naik bis saja," tolak Nayla halus.

"Nay. Sori lama yaa..." Tiba-tiba Rini sudah berdiri di sebelah Nayla. Dia menoleh dan tersenyum.

"Nih, sama temen saya," Nayla menepuk pundak Rini.

"Ajak aja temen kamu, ga pa-pa kok." Sahut Firdaus

"Siapa Nay?" Bisik Rini.

"Temen kak Aldo." Nayla juga berbisik.

"Ayo... Kelamaan kalian."

Nayla menatap Rini meminta pendapatnya.

"Ya udah deh. Yuk ah. Lumayan gratisan." Rini menarik Nayla sambil ketawa licik.

"Ganteng Nay..." Masih sempat terdengar bisik Rini di telinganya. Nih anak memang koplak.

Di dalam mobil, Rini duduk di belakang sedangkan Nayla di depan. Tadi saat Nayla mau duduk di belakang, Firdaus protes, "berasa kayak supir grab nih." Akhirnya Nayla pindah ke depan.

"Kita makan dulu ya." Tanpa meminta persetujuan mereka Firdaus sudah membelokkan mobilnya ke warung padang.

"Aku bilang ibu dulu ya. Takutnya ntar ibu nyariin putrinya yang cantik jelita ini." Kata Nayla saat turun dari mobil. Firdaus tertawa mendengar kata-kata Nayla.

Setelah menghubungi ibunya Nayla menyusul Rini dan Firdaus yang sudah lebih dulu masuk ke dalam. Firdaus memang terlihat keren hari ini. Kemeja warna krem yang dilipat hingga ke siku dipadu dengan celana chino warna coklat tua. Tanpa dasi dan bersepatu kets. Terlihat casual tapi tetap berwibawa. Pembawaannya yang dewasa membuat Nayla jadi terpesona untuk beberapa saat.

Ah. Tundukkan pandangan Nayla. Bisiknya dalam hati. Mereka makan dalam diam.

*****

"Nay, aku bersyukur bisa jadi sahabat kamu." Nayla mengernyitkan keningnya.

"Di sekitarmu banyak banget cowok ganteng..." Nayla menepuk jidatnya.

"Astaghfirulloh. Ada ada aja sih kamu ini Rin." Nayla menggeleng-gelengkan kepala, sementara Rini cengar-cengir sambil mengangkat 2 jarinya.

"Rin. Rumah kamu dimana?"

"Eh, aku turun sini aja kak." Rini bersiap mau turun di depan gang rumahnya. Dia masih masuk harus jalan kaki sekitar 100 meter.

"Makasih ya kak. Sering sering aja deh," Rini mengerling pada Nayla. Firdaus tertawa menanggapinya. Sepertinya dia memang cocok bergaul dengan anak-anak SMA biar hidupnya lebih banyak tawa.

"Ish, apaan sih." Nayla mendorong Rini menjauh.

"Oke, sama-sama Rin. Hati-hati yaa."

"Iya kak. Daah..." Rini melambaikan tangan seiring mobil Firdaus yang mulai merangkak meninggalkannya.

Keheningan kembali tercipta diantara mereka.

"Kok diem aja,"

"Emang mau nggosip? Sori aku ga suka nonton tivi kak," sahut Nayla santai.

"Hahaha, kayaknya aku bakal betah deh sama kamu. Lucu banget sih."

"Eh, apa nih maksudnya?"

"Aku paling susah ngobrol ama cewek Nay. Karena mereka cenderung memperhatikan penampilanku dulu. Seringnya mereka malah bengong atau memandangku dengan mata yang takjub gitu."

"Ih, pe-de amat. Ga beda jauh ama kak Aldo. Pantes klop."

"Hahaha, itulah uniknya kamu. Bisa ngobrol santai tanpa pandangan takjub gitu. Emang kamu ga grogi gitu jalan bareng aku?"

"Deg-degan sih, takut dibawa kabur, terus ga bisa ketemu ibu, ayah, kakak dan adikku. Terus minta tebusannya yang ga bisa dipenuhi sama orang tuaku. Terus..."

"Stop! Kenapa jadi ngaco gini sih?" Potong Firdaus memasang muka sebal.

"Kak Firdaus kebangetan pe-denya." Cibir Nayla.

"Hahaha..."

"Eits!" Nayla menjauhkan kepala saat dilihatnya tangan Firdaus terulur ke arahnya.

"Ups! Sorry..." Firdaus menarik tangannya kembali.

"Kamu belum punya pacar Nay," tanya Firdaus kemudian.

"Dalam Islam tidak ada pacaran kak. Adanya ta'aruf." Jelas Nayla.

"Apa tuh?"

"Ta'aruf itu arti harfiahnya perkenalan. Prosesnya mengenalkan diri kepada seorang laki-laki dengan tujuan menikah. Jadi semua info tentang diri kita dijabarkan secara terus terang. Di dampingi oleh orang tua atau keluarga. Atau bisa juga oleh murobbi atau guru mengaji."

"Wah, ribet ya?"

"Tidak dong. Justru simpel itu kak. Di situ semua informasi tentang kita bisa didapat, termasuk yang paling rahasia. Jadi tidak seperti membeli kucing dalam karung." Jelas Nayla.

"Coba kalau pacaran. Yakin yang tampak itu asli diri kita? Yang ada juga kita baik-baikin."

"Nggak juga lah Nay. Aku kalau pacaran ya jujur seperti apa adanya. Bilang A ya A. Bilang C ya C." Sergah Firdaus.

"Tapi tidak semua orang kayak gitu kan kak."

"Iya sih..."

Mereka terdiam sesaat.

"Habis ini langsung balik ke Malang?"

"Nggak, aku ada tugas di sini sekitar 5 hari."

"Oh. Stay di mana kak?"

"Di rumahmu lah."

Uhuk!

Nayla melotot mendengar jawaban Firdaus. Untung nggak sedang makan atau minum. Bisa hancur itu muka kena semprot Nayla. Wah bahaya nih buat jantung Nayla.

"Emang sudah ijin?" Tanya Nayla.

"Sudah dong." Firdaus nyengir melihat muka horor Nayla.

"Kebangetan nih kak Aldo sama ayah ibu. Masalah penting kayak gini kok nggak konfirmasi dulu." Sungut Nayla lirih.

"Kenapa Nay?"

"Nggak kok kak." Seringai Nayla menatap Firdaus.

Mobil sudah berhenti di depan rumah Nayla. Dengan sigap Nayla turun dan berlari ke dalam tanpa menunggu Firdaus. Rasanya dia ingin segera mengadu ke ibunya karena keberatan dengan tawaran mereka agar Firdaus menginap di rumah itu.

Tapi, langkahnya tiba-tiba terhenti.






Understanding NayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang