Aula masjid itu sudah sepi. Hanya tinggal beberapa siswi yang sedang membersihkan sisa-sisa sampah setelah kajian akbar siang tadi. Nayla masih setia duduk di salah satu sudut ruangan dengan laptop yang terbuka di depannya.
Jari-jarinya lincah menari diatas keyboard. Sesekali terlihat keningnya berkerut. Tak jarang pula tangannya berkali-kali membolak-balik note atau memutar ulang rekaman materi kajian itu.
Terdengar adzan Ashar. Nayla merapikan laptop dan bergegas menuju tempat wudhu untuk kemudian sholat berjamaah. Entahlah, sejak mengikuti kajian tadi ada yang aneh dalam dadanya. Serasa merindu yang sangat berat.
Usai sholat, dia duduk berlama-lama dalam dzikir. Kembali dirasakannya ketenangan yang tak pernah dia rasakan. Setiap untaian kata tasbih, tahmid dan takbir yang diucapkannya mampu meluruhkan rasa dalam dirinya. Bahkan tanpa terasa airmatanya sudah menetes di pipi.
"Nay..." Sebuah tangan menepuk pundaknya.
"Astaghfirulloh." Nayla tersentak kaget. Dia tak menyadari kedatangan sahabatnya Rini yang sudah duduk di sampingnya.
"Kenapa nangis Nay?" Tanyanya hati-hati.
Nayla segera menghapus airmatanya.
"Tidak apa-apa Rin. Aku juga tidak tahu kenapa airmata ini menetes. Padahal aku cuma berdzikir saja." Sahutnya sambil tersenyum."Oh, kirain ada masalah serius," Rini mengelus dadanya. Nayla tertawa melihatnya.
"Kok belum pulang?"
"Dapat tugas dari Ando." Seringainya pada Nayla.
"Ando?" Nayla mengernyitkan dahi.
"Hehehe, tadi Ando bilang padaku, suruh nemenin kamu sampe kamu selesai ngerjain laporan liputan kajian. Katanya kamu mau pulang telat. Dia tadi sedang ke Balai Kota, dipanggil Bapak walikota. Sepertinya dia mau ke Jakarta. Ada kegiatan propinsi. Entahlah apa itu.." Rini menjelaskan panjang lebar.
"Oo...." Nayla ber oh saja.
"Yuk, ke ruang jurnalis."
"Oke."
Mereka berjalan beriringan. Sore itu masih banyak siswa yang ada di sekolah. Sebagian hanya sekedar ngobrol-ngobrol sambil menunggu teman yang memang ada kegiatan ekskul. Apalagi bila ekskul basket sedang latihan, bisa dipastikan lapangan akan ramai.
Ruang jurnalis ada di ujung bangunan ini. Melewati sisi barat lapangan basket. Berseberangan dengan masjid sekolah. Jadi saat ini mereka tengah melintasi sisi barat lapangan basket yang sedang ramai.
Setibanya di ruangan, Nayla segera meletakkan tas dan mengeluarkan isinya di atas meja. Sedangkan Rini beranjak ke sofa panjang yang ada di tengah ruangan setelah mengambil sebuah novel yang ada di rak buku, lalu dia duduk menunggu Nayla menyelesaikan tugasnya.
Setelah satu jam berlalu. Nayla tersenyum puas memandang hasil tulisannya. Setelah menyimpan lalu mematikan laptopnya, dia beranjak ke sofa panjang. Dilihatnya Rini tengah tertidur. Mukanya tertutup buku yang dipegangnya.
"Rin, bangun... Ayo pulang," Nayla menggoncang bahu Rini pelan.
Rini mengerjapkan mata kemudian menggeliat perlahan. Nayla tersenyum melihatnya.
"MasyaAlloh sudah jam berapa ini?" Rini bangkit dan menengok jam dinding di belakangnya. "Jam 5." Gumamnya lirih, dia pun beranjak keluar bersama Nayla.
Diluar sudah sepi. Tinggal beberapa siswa yang baru saja selesai latihan basket yang tertinggal. Mereka berjalan menuju halte.
💟💟💟💟💟
"Nay, gimana laporannya?" Tanya pak Samsul ketika bertemu Nayla keesokan harinya.
"Sudah selesai pak. Tinggal koreksi saja. Oh, ya, sama dokumentasi juga. Nay belum cek filenya."
"Oke. Kirim ke email ya.."
"Siap Pak.."
Nayla berlalu dari hadapan pak Samsul. Tak sengaja matanya menangkap note yang dipakainya menulis materi kajian. Diambilnya dan dibuka-buka lagi note itu. Seperti ada yang aneh merayapi hatinya. Dia memegang dadanya sejenak, kemudian tertegun. Kenapa hanya dengan membaca penggalan ayat Al-Qur'an dalam note itu hatinya jadi tenang begini?
Penasaran dengan apa yang terjadi dengannya. Dia pun melangkah ke masjid. Tanpa sengaja, di tengah jalan dia bertemu dengan seorang siswa yang sedang memutar nasyid di ponselnya. Nayla berhenti mencoba mendengar bait-bait yang didendangkan kelompok nasyid itu. Lagi-lagi ada yang bergejolak di dadanya, seakan ingin menumpahkan rindu yang teramat dalam.
"Maaf," Nayla nekat menghampiri siswa tersebut. "Boleh saya tahu siapa yang menyanyi itu?" Tanya Nayla kemudian.
"Oh, ini In Team. Kelompok Nasyid dari Malaysia." Jawabnya ringan.
"Terima kasih,"
Nayla segera berselancar mencari informasi tentang nasyid. Tak lama muncullah deretan lagu-lagu yang sudah di rilis grup nasyid terpopuler di layar ponselnya. Segera di downloadnya sebagian lagu yang dia suka.
Armand sedang ada kegiatan di Jakarta. Kemungkinan senin dia baru bisa bertemu dengannya. Tapi dia juga tidak berniat mengirim pesan ataupun sekedar 'say hai' lewat telpon. Ada yang lebih penting daripada itu. Dia harus mencari sumber dari ketenangan yang sejak kemarin menetap di hatinya. Dia tak ingin kehilangan ketenangan itu.
Sesampainya di masjid. Dia pun mengambil wudhu, hendak menunaikan sholat dhuha. Selepas sholat 2 rokaat, dia menuju rak buku yang ada di dinding belakang. Diambilnya Al-Qur'an terjemah. Di bukanya secara acak.
"Dan apabila dibacakan Al Quran, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat" (QS Al-A'raaf : 2014)
Sekali lagi, tangannya membuka terjemah itu secara acak.
"(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram". (QS Ar-Ra'd : 28)
Tanpa terasa, matanya mulai menghangat. Dibukanya lagi dengan acak.
"Dia-lah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada). Dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana" (QS Al-Fath : 4)
Nayla tak sanggup lagi menahan rasa di dadanya. Tangisnya pecah hingga terdengar senggukannya. Tak dihiraukan lagi keadaan di sekitarnya. Bahkan bila dia akhirnya jadi tontonan gratis siswi-siswi yang juga sholat dhuha saat itu pun, dia tak peduli. Bahkan hingga bel tanda masuk pun berbunyi, dia masih tetap menangis sambil bersujud.
Hampir 30 menit dia habiskan tangisnya di masjid itu. Sejenak dia raih ponsel yang sedari tadi ramai oleh notifikasi chat masuk.
"Nay, kamu dimana?"
.
."Aku cari kamu ke kantin ga ada. Ke perpus juga ga ada. Di ruang ekskul zonk. Kamu dimana sih Nay..."
.
."Dah bel masuk nih, kamu kok belum balik ke kelas."
.
."Nay... Jangan becanda deh..."
.
."Aku tunggu 5 menit lagi. Kalau kamu ga balas chat ku. Aku lapor polisi nih!!"
.
.
Chat terbaru masuk. Nayla tersenyum membaca pesan tersebut."Aku baik-baik saja. Aku ada di masjid sekarang. Maaf tadi ketiduran habis sholat dhuha.."
'Maafkan aku Rin, aku terpaksa berbohong. Aku masih belum bisa menjelaskan apa yang terjadi padaku.' Gumam Nayla dalam hati.
Tiba-tiba dia ingat sesuatu. Dibukanya kontak, dia scroll nama-nama yang ada, hingga matanya tertuju pada satu nama. Ragu dia kirim chat ke kontak tersebut.
"Assalamualaikum. Saya Nayla peserta kajian akbar keputrian beberapa hari yang lalu. Saya butuh bantuan anda, maukah menolong saya?".
SEND.
.
.
.
.
~Next~
KAMU SEDANG MEMBACA
Understanding Nay
Teen FictionMasa SMA adalah masa yang paling indah. Begitu juga yang dirasakan Nayla dan Armando. Mereka sama sama jatuh cinta. Namun diantara mereka ada jarak yang tercipta. Cinta Nayla pada Armando datang di waktu yang tidak tepat. Belum lagi Rafli, Ambar, Ri...