Bab 12

12 3 2
                                    

To: Nayla

Maafkan atas kelancanganku Nay. Maafkan bila membuatmu tak nyaman. Aku tahu kamu mungkin akan membenciku setelah ini. Tapi aku tak bisa memungkiri kata hatiku. Kalau aku menyayangimu.

Bukan, bukan sayang kakak terhadap adiknya. Tapi sayang seorang lelaki pada wanitanya. Entah kamu akan semakin menjauhiku atau tidak, aku tidak peduli. Aku hanya ingin kamu tahu.

Semoga Alloh menjadikan kamu jodohku. Itu doaku Nay. Maafkan bila aku egois.

Salam
Armando

Nayla melipat surat itu dan memasukkannya ke dalam tas. Surat Armand yang diterimanya sebelum memulai kelas tadi pagi. Beberapa kali dia baca, berharap ada yang berubah. Entah apa yang berubah, nyatanya isinya tetap sama.

Surat itu biasa, tapi kenapa begitu dahsyatnya mengguncang hati Nayla. Dia merasa sangat kacau. Saat hati ingin lepas dari cinta pada sesama, dan hanya menghamba pada cinta-Nya. Di saat itu pula kenapa Dia menghadirkan rasa itu padanya.

Mereka tahu pacaran tidak diperbolehkan. Toh Armand juga tidak meminta Nayla menjadi pacarnya. Dia hanya mengungkapkan perasaannya. Tapi buat apa coba? Hanya membuat kalut pikiran saja. Dia bisa saja lega. Tapi Nayla?

Nayla tidak bisa konsentrasi mengikuti pelajaran hari ini. Berkali-kali Rini menepuk pundaknya kala dilihat Nayla hanya memandang bukunya tanpa sekalipun mencatat apa yang dijelaskan guru di depan. Rini jadi khawatir dengannya. Saat jam istirahat tadi dia juga tak menemukan Nayla di kantin. Mungkin dia sedang di masjid, sholat dhuha. Memang Nayla saat ini sedang rajin-rajinnya ke masjid.

"Nay!" Teriak Rini di telinga Nayla saat dia diam saja mendengar bel pulang berbunyi. Bahkan bukunya dibiarkan berantakan diatas meja.

"Astaghfirulloh," Nayla terlonjak kaget.

"Ada apa lagi sih? Kayaknya dari tadi ngelamun aja," Rini membantu membereskan buku-buku Nayla.

Nayla menghela napas berat. Dia menyodorkan surat Armand pada Rini yang menerima dengan kening berkerut.

"Apaan nih?"

"Baca aja," sahut Nayla sambil meletakkan kepalanya di meja.

"Whahahaha...." Rini tertawa terbahak-bahak. Nayla mengangkat kepala dan menempelkan telunjuknya di mulut.

"Ssstttt.... Apaan sih Rin?"

Rini celingukan. Perasaan tidak ada siapa-siapa lagi. Kenapa pelan-pelan banget bicaranya.

"Heh, sadar Nay. Udah sepi nih."

"Yah, meskipun..."

"Ini yang bikin kamu kacau hari ini?" Rini menunjuk surat di tangannya. Nayla hanya mengangguk.

"Terus..."

"Terus apa?"

"Ya, kamu gimana?"

"Entah..."

"Ya ampun Nay... Gini aja bingung. Kan kamu sudah tahu jawabannya. Kecuali..." Rini mengedip-ngedipkan matanya.

"Kecuali apa?"

"Whahaha...." Kembali Rini tertawa terbahak-bahak sambil memegang perutnya.

"Jadi, kamu juga suka Ando?" Rini agak berbisik mengucapkan itu. Nayla mendelik mendengarnya. Tapi tak urung pipinya bersemu pink.

"Ya udah deh... Terserah kamu maunya gimana. Sekarang yuk pulang dulu." Rini menarik tangan Nayla agar bangkit dan beranjak pulang.

*****

Understanding NayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang