29

10.2K 1.7K 268
                                    

Quot of the day

Hidup itu seperti naik roller coaster.
Rasanya senang ketika berada di atas, dan kita menjerit ketika dihempaskan ke bawah.

(Sambil mengenang waktu naik wahana tornado Dufan )


Hari Minggu ini Windy kembali kedatangan Fajar dan Deena. Saat ia membukakan pintu, kedua tamunya itu tampak cengengesan.

"Wah kebetulan aku lapar, kalian bawa makanan tidak?" Windy menyambut kedua tamunya dengan penuh suka cita.

"Lah! Kita justru kesini mau nodong Mbak Wind untuk di traktir makan - makan. Biasa Mbak... PeJe alias pajak jadian." Fajar dan Deena dengan kompak berkedip - kedip.

"Emang aku jadian sama siapa?"

"Hais! Mbak Windy pakai ngeles segala. Ya sudah jelas kan? Mbak jadian sama Pak Camat."

"Sok tahu kalian ish....." Windy masih berusaha menyangkal.

Malu lah ya. Kemarin - kemarin dia bersikeras menolak pedekate dengan pak Wisnu, sekarang malah sudah jadian dan tinggal menemui kedua orang tua mereka untuk pembicaraan lebih lanjut.

Windy Ibarat menuai karma karena dulu suka meledek kedua orang yang berdiri di hadapannya.

"Mbak Windy nggak bisa bohong kelez...! soalnya aku mendapat informasi ini langsung dari sumber yang bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya." Fajar menyeringai jahil.

Windy sudah bisa menebak siapa orang yang dimaksud oleh Fajar. Palingan yang sudah memberitahu Fajar adalah Wahyu.

"Hehehehe... Gimana Mbak? Seneng dong ya dapat pengganti yang oke punya."

Windy tidak menjawab, tetapi raut wajahnya yang tiba - tiba merona merah sudah cukup menegaskan tentang kebenaran yang disembunyikan oleh Windy.

കകകകകക

Seperti hari - hari kemarin, tak hanya Fajar dan Deena yang bertandang, tetapi juga Wisnu yang sepaket dengan anak lelakinya.

"Berarti hari ini kita makan - makan dong ya?"
Kali ini Fajar menodong pak Wisnu.

"Boleh, bagaimana kalau kumpul di rumah saya saja. Kebetulan tadi saya juga baru belanja. Biar saya yang masak." Wisnu menawari tamunya Windy.

"Wah mantap juga nih calon suaminya mbak Windy. Sudah mapan, tampan, bisa masak juga. Dasar rejekinya Mbak Windy." Fajar kembali berkomentar hingga Windy memberinya hadiah sebuah sikutan.

Fajar meringis saat melihat Windy masih belum sembuh dari sifat bar - barnya.

"Mbak, lembut dikit kenapa sih. Sambil belajar mesra sama pak Wisnu, gitu!"

"Itu spesial kalau sama kamu aja kok Jar. Kalau sama pak Wisnu dan Wiku sih jelas beda, dong...."

Fajar hanya berdecih karena ketidakadilan yang ia peroleh. Sedangkan Deena hanya terkikik melihat tingkah Windy dan suaminya yang selalu tidak akur diluar, tapi sebenarnya saling peduli di dalam.

Lalu mereka berlima pun berjalan menuju rumah Wisnu. Paino yang sengaja ditinggal hanya bisa mendengking sedih dari balik kaca jendela yang kordennya terbuka sambil melihat kepergian orang - orang yang tadi meramaikan tempat tinggalnya.

An Annoying Windy Diary's (End) 🌷Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang