Lima belas (C) : Di Dera Rasa .....

2.5K 238 12
                                    

"Kalau kau ingin menangis, menangislah bersama hujan. Karena hujan, tangisanmu tak terlihat. Dan setelah hujan, pasti akan ada pelangi."

*****

Air hujan membasahi tanah. (Namakamu) selalu saja memikirkan hal yang lain di kala hujan mulai turun.

Hujan kali ini emang tak terlalu deras, tapi sudah cukup untuk membuat basah tumbuhan dan tanah di sekitarnya. Setidaknya (Namakamu) tidak sendirian, tak ada yang bisa melihat tangisannya bukan? Seorang gadis di sampingnya bangkit dari duduknya saat ada bunyi klakson mobil.

"Lo yakin gak bareng, (Nam..)?"

(Namakamu) mengulas senyum tipisnya. "Enggak. Duluan aja."

"Yaudah, sampai nanti..." Ica tersenyum dan melambaikan tangan ke arah (Namakamu). Di berhenti sejenak ketika lampu jalanan untuk kendaraan berwarna merah. Dia kembali menoleh ke arah (Namakamu) dan melangkah mundur dengan terus tersenyum.

(Namakamu) menghela napasnya. Dia membalas senyuman itu dan juga ikut melambaikan tangannya. Sambil bergumam kecil, "Dia semangat sekali."

Tin-tin!

Cit...

Mata (Namakamu) terbelalak ketika sebuah motor berada dekat menuju ke arah Ica. Kepalanya pun mulai berputar-putar. Kejadian-kejadian itu mulai terlintas di kepalanya. "Jangan.."

"Ja-- jangan Ica..." gumam (Namakamu) terus memegangi telinganya. Deru napasnya mulai tak beraturan. Dia pun akhirnya terduduk di bawah kursi penungguan bus dengan kaki terlipat ke bawah. Matanya pun mulai berkaca-kaca. Sampai dia tidak sadar seseorang menepuk pundaknya berkali-kali.

Dan itu adalah Farkhan. "(Nam..)? Lo gak apa-apa?"

Sementara itu, seseorang itu berhasil mengendalikan motornya dan berhenti tepat nyaris mengenai tubuh Ica. Walaupun begitu, Ica juga terluka karena terjatuh sendiri ke aspal dan menggesek kulitnya. Orang itu membuka helmnya dan terbelalak melihat orang yang nyaris dia tabrak.

"Ica?"

"Iqbaal?"

Iqbaal menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Lo gapapa kan?"

"Gapapa. Cuma..." Ica baru teringat. Dia langsung menoleh ke arah (Namakamu). Dilihatnya di sana, Farkhan menepuk-nepuk pundak (Namakamu) dan tubuh (Namakamu) yang sudah tak kuat menompang diri.

Ica langsung berlari menghampiri sahabatnya itu. Tak dia pedulikan lagi sakit di lututnya itu juga tatapan heran dari Iqbaal. Prioritas utama Ica adalah (Namakamu). Kalau (Namakamu) terluka, maka Ica akan lebih terluka.

"(NAMAKAMU)!"

Iqbaal menoleh ketika nama itu disebut. Di sebrang jalan sana, (Namakamu) terduduk dengan mata berkaca-kaca. Iqbaal menjadi tak kuasa lagi menahan perasaannya, gadis itu pasti sangat kesusahan. Tak lagi dia perdulikan sikap (Namakamu) ke depannya akan seperti apa kepadanya, Iqbaal datang menghampiri (Namakamu).

*****

"(Namakamu).." panggil Iqbaal dengan lirih.

Mata (Namakamu) berkaca-kaca, namun dirinya tidak menangis. Dia bahkan hanya terus bergumam, 'Jangan pergi, tetap di sini'. Hal itu membuat hati Iqbaal terenyuh ketika mendengarnya dengan suara yang serak dari gadis itu.

"Baal.. maafkan aku bila hidupmu aku yang menyusahkan. Aku akan berhati-hati kali ini. Aku pastikan akan menjauh darimu, tapi.. bolehkan aku meminta pelukan terakhir darimu?"

Deg..

Tidak. Bukan ini yang Iqbaal inginkan. "Kenapa kamu harus menjauh? Berhentilah meminta maaf. Dan juga kanapa seolah-olah kamu akan pergi jauh?"

(Namakamu) tersenyum tipis. "Mungkin benar, aku harus mengambil Study keluar kota."

"Apa?"

"Aku mengambil kelas akselerasi juga di masa SMA ini. Dua tahun, aku lulus pada umurku yang hampir mencapai 18 tahun pada kuliah nanti."

"Maksud kamu?"

(Namakamu) tersenyum, "Mau pada siapapun, kamu harus bahagia."

Iqbaal tak kuasa menahan rasa perihnya, dia langsung saja menubrukkan tubuhnya pada tubuh (Namakamu). Rasanya menghimpit dada terdalam miliknya. Iqbaal mendekapnya dengan erat seakan tak ingin kehilangan gadis itu bahkan dengan barang sedetik saja.

*****

Seusai kejadian itu, Ica di bawa ke rumah sakit. Walaupun lukanya kecil-kecil saja, (Namakamu) keras kepala membawanya ke rumah sakit. Dan tadi setelah dia melepaskan pelukannya pada Iqbaal, (Namakamu) tidak mengajak lelaki itu untuk mengikutinya dengan Ica.

Farkhan saja yang notabennya adalah pacar dari Ica, dilarang menemuinya. Dikarenakan (Namakamu) hanya ingin membicarakan suatu hal. Tentang masa lalunya yang kini mulai muncul.

"Apa yang dia tahu tentangku? Bahkan.. dia cowok pertama yang buat aku mikir, buat apa aku hidup lama di dunia yang fana ini?" Tanya (Namakamu) setelah Ica selesai dibaluti kapas oleh seorang perawat perempuan.

Perawat itu pun beranjak meninggalkan ruangan. Meninggalkan mereka dalam hitungan detik kesunyian.

Ica menggeleng, "Jangan bahas masa lalu, (Namakamu). Cukup kamu yang dulu tertekan, sekarang saatnya kamu menikmati kebebasan."

"Rasa bersalah ini.. terus menghantuiku, Ica." Mata (Namakamu) mulai berkaca-kaca lagi.

"Sekaligus untuk hal itu, kamu gak sama sekali bersalah atas kejadian itu. Berhenti nyalahin diri kamu!"

"Bagaimana caranya?"

Ica kemudian tersenyum, "Kalau sedih, tersenyumlah. Setelah hujan, pasti akan ada pelangi, bukan?"

●●●●●

Bersambung...

Aku tadi lomba literaksi cipta cerpen, ya tadi tuh sebelum jam 10.30, aku udah mikir-mikir tema tentang yang ada unsur detektif atau kekeluargaan😂😂😂. Terus aku masih mikir lagi, bisa gak sih dipahami dengan jelas pada cerpenku yang berunsur detektif itu? Jadinya aku membatalkannya dan memilih tema kekeluargaan. Rasa menyesal sih ada di dalam hatiku, soalnya aku ngerasa kurang puas kalau gak berbeda dari yang lain. Jadi tadi tuh jam 10.30 sampai jam 12.00, terus istirahat. Masuk lagi jam 13.00 wib sampai jam 15.00 dan aku berhasil mengerjakannya sampai jam 14.00 padahal aku masuknya telat :v. Ya.. doakan saja yaa🙇‍♀️🙇‍♀️🙇‍♀️

Aku next tanggal 15 September. See you! Tinggalkan koment kalian🙇‍♀️🙇‍♀️

Terima kasih yang sudah memberi dukungan kepada cerita ini. Aku sangat menghargainya^^❣❣ bagi yang belum, aku berharap semoga dapat hidayahnya wkwk😂😂.

Lots Love,
Anine.

Yogyakarta, 13 September 2018.

Possessive Bad Girl ×IDR [SGS] ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang