Tap..tap..tap..
Suara langkah kaki menggema di seluruh penjuru koridor sisi barat istana, para pelayan yang berpapasan dengannya menunduk hormat seraya berkata..."Selamat pagi Tuan Putri.."
Yang kemudian akan dijawab pula oleh putri tersebut dengan anggukan atau senyumannya yang begitu khas dan manis bagai madu, semua nampak biasa.. tapi entah kenapa bagi seorang gadis bertelinga runcing dengan mahkota mungil yang bertengger indah di atas kepalanya itu.. ia merasa seperti sangat merindukan koridor ini dan tempat tujuan dimana ia melangkahkan kakinya kini.
Kakinya semakin cepat melangkah hingga akhirnya ia berdiri di depan sebuah pintu kayu besar dengan ukiran burung khas simbol kerajaan di kedua sisinya, terlihat juga dua orang penjaga di depannya.. menunduk hormat terhadap gadis itu kemudian dua penjaga tersebut menghentakan tombak yang mereka genggam sebanyak dua kali ke lantai menciptakan suara ketukan bergema karenanya lalu seketika pula pintu terbuka.
Menampilkan sosok seorang pria paruh baya dengan makhota simbol kekuasaan bertengger gagah di atas kepalanya. Sang Raja duduk dengan penuh kharisma di takhtanya, di samping sang Raja berdiri pula seorang wanita dengan gaun yang indah dan sebuah mahkota membingkai kepala anggun wanita yang kiranya berusia tak jauh lebih tua dari sang Raja. Keduanya tengah bercakap kemudian sesekali tertawa dan sang Ratu sesekali tersipu malu, entah kalimat penuh cinta seperti apa yang sang Raja tersebut katakan pada sang Ratu hingga membuat kedua pipi sang Ratu bersemu merah muda bagaikan remaja yang tengah kasmaran.
Gadis itu tak mengerti perasaan rindu macam apa yang tengah bercokol di relung hatinya ini, bukan kah ini hal yang biasa ia lakukan setiap paginya. Memberi salam kepada ibu dan ayahnya sebagai rutinitas kecilnya sebelum memulai hari, tapi kenapa hatinya kini terasa pilu ketika menatap kedua orang yang berada di depannya kini, dan kenapa bibirnya keluh untuk mengucapkan kata 'Selamat pagi Ayahanda.. Ibunda..' Seperti yang biasa ia lakukan. Kenapa ia merasakan rasa rindu yang begitu sesak dan tak tertahankan. Aneh.
Tak ada kata yang keluar dari mulut gadis itu, hanya air mata yang mengalir perlahan melewati pipi mulusnya tanpa ia sadari, membuat sang Raja dan Ratu itu saling berpandangan heran. Ada apa gerangan yang terjadi pada putrinya ini.
"Eletha!" Teriak suara seorang pria yang sangat ia kenal jelas. yaa gadis itu adalah Eletha.
Ia menoleh ke sumber suara dan dilihatnya.. Ramos di ambang pintu ruang takhta. Dengan pedang di tanganya dan bercak darah mengotori pakaian juga wajahnya. Eletha menatap bingung saudara sepupunya itu kenapa penampilannya seperti itu.
"Menjauh dari sana! Kemarilah!" Eletha semakin bingung, ia berpaling kembali menatap kepada Ayah dan Ibunya tapi apa yang nampak di depan matanya sungguh mengejutkannya.. sesosok pria asing dengan nanar mata bewarna merah semerah darah tiba-tiba muncul dari belakang kursi tahkta. Dan dengan cepat menghunuskan pedangnya kearah sang ibunda. Eletha yang tau apa yang akan terjadi jika pedang itu mengenai sang Ratu berteriak mencoba mengingatkan tapi semua terlambat.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Great Luna
Lobisomem"Ibuu...." panggil si kecil penerus dari Crescent Claws pack "Ya sayang.." jawab sang ibu dengan begitu lembutnya.. si kecil itu pun mengamit tangan ibunya dan menuntun sang ibunda ke arah kursi santai didekat jendela tua dari kastil tersebut. Temp...