16 -

2.4K 294 15
                                    

Makin bosenin nggak sih cerita ini?

Seperti beberapa hari yang lalu, mengonsumsi obat penenang menjadi kebiasaanku, tanpa sepengetahuan pak Wonwoo dan Seungkwan pastinya.
Jujur saja, emosiku sering tidak terkendali akhir-akhir ini— Meskipun aku tak menunjukkannya.

Aku mendengus selagi melirik ponselku. Ada banyak pesan dan panggilan yang masuk— sejak kemarin. Tidak ada niat untuk menyentuh ponselku.
Yang aku tau, pasti pria itu meneleponku. Aku tidak pernah mengangkat teleponnya.
Aku takut.
Tapi ini sudah keterlaluan, ia menelepon tiap satu jam sekali. Itu- sedikit mengganggu pendengaran.

"Apa yang anda inginkan?" Geramku sesaat setelah mengangkat telepon.

"Waww.. pelan-pelan Princess. Aku hanya rindu padamu."

"Cepat katakan atau aku akan memblokir nomor anda!"

"Hahaha.. okay. Aku hanya ingin memberi penawaran-"

"Datang padaku, atau melihat suami-mu hancur?"

Sial !!

"Kau pasti tau dimana keberadaanku. Selamat malam Princess."

Ttuutt...

Aku menarik napas panjang. "Tolong.." lirihku.

"Kamu masih takut?"

Aku terkesiap saat mendengar suara pak Wonwoo yang berjalan ke arahku, dengan dua gelas cokelat panas di kedua tangannya. Buru-buru aku sembunyikan obat milikku yang sedari tadi masih aku genggam. Siapapun tak boleh ada yang tau jika aku mengonsumsi obat melebihi batas. Aku ingin bunuh diri? Anggap saja aku sudah gila.

"Sedikit." Jawabku sambil mengambil segelas penuh cokelat panas yang diberikan pak Wonwoo.

"Apa yang bisa saya lakukan untuk membuatmu merasa baik?"

Aku menatap mata tajam milik pak Wonwoo. Tulus. Beliau benar-benar tulus mengatakannya.

"Katakan lagi, siapa itu Choi Eunri?"

Beliau diam. Mungkin memang seharusnya aku tidak perlu tau siapa Choi Eunri itu sebenarnya.

"Aku tidak—"

"Itu bisa membuatmu lebih baik?" Tanya pak Wonwoo ragu. Aku mengangguk mantap.
Pak Wonwoo menghembuskan nafas panjang sebelum menjawab pertanyaanku.

"Dia cinta pertama saya." Jawaban yang cukup menyesakkan.

"Kami bersahabat cukup lama. Kami juga punya perasaan yang sama, tapi sebelum aku sempat menyatakan perasaan, ia menghilang begitu saja."

"Aku begitu mencintainya, sampai saat orang tua kita melakukan perjodohan—"

"Saat melihat fotomu, aku kira kau adalah Choi Eunri. Jadi aku langsung menerimanya."

"Kamu mengikuti kelasku sudah lama, dan aku baru menyadari kehadiranmu saat kau terlambat dalam kelasku."

"Kau terlalu mirip dengan Choi Eunri." Jelas pak Wonwoo tanpa mengalihkan tatapannya padaku.

Dadaku sesak. Bahkan air mataku sudah mengalir. Kenyataan bahwa ia menganggapku sebagai Choi Eunri membuat hatiku sakit.

"Bapak kecewa?" Tanyaku.

"Ya, aku kecewa. Kau bukanlah orang yang aku harapkan." Jawaban mantap pak Wonwoo membuatku tersenyum pahit.

"Bukankah bapak bisa melepasku? Itu akan lebih baik."  Saranku.

Tidak semua yang aku miliki, selamanya akan menjadi miliku. Begitupun dirimu, jika hari ini kamu milikku, bisa jadi besok kamu milik prang lain.

"Tidak. Tidak akan pernah aku lakukan."

Aku menatap beliau dengan tatapan 'kenapa? Melepasku akan membuatmu bahagia'

"Aku—"

"Meskipun Eunri datang, aku tidak bisa melepasmu. Aku membutuhkanmu."

Aku tertawa hambar. Mentertawai takdirku yang harus seperti ini.
"Itu— terdengar egois."

📬📬📬

Braakk...

Setumpuk kertas dijatuhkan ke meja depanku. Aku yang terkejut mendongak ingin tau siapa pelakunya.

"S-Seungkwan?"

"Dimana Wonwoo hyung?" Aku sangat takut dengan Seungkwan dalam mode marahnya.

"Di ruang kerja."

Jadi...
Seungkwan tiba-tiba datang ke rumahku dengan tatapan marah yang tak bisa aku deskripsikan. Aku tidak tau apa isi kertas yang ia lempar padaku. Jujur, Seungkwan saat marah itu sangat menakutkan.

Aku tidak tau apa yang Seungkwan dan pak Wonwoo bicarakan. Aku hanya mendengar suara-suara tidak jelas dari balik pintu ruang kerja pak Wonwoo. Sepertinya mereka berdebat.

Brakkk...

Seungkwan keluar dengan emosi yang lebih tenang. Ia berjalan ke arahku dengan cepat.

"Tunggu sampai Jiyeon datang, aku akan membawamu ke Las Vegas!" Seru Seungkwan.

Aku mengernyit bingung. Mencoba menahan Seungkwan yang hendak membuka pintu.

"Apa maksudmu?"

"Kau butuh psikiater yang lebih hebat dariku!"

"Tidak. Dirimu sudah cukup." Bantahku.

"Lalu kau tidak menghargaiku? Apa yang kukatakan tentang obatmu? Sekali sehari bukan? Kenapa kau melanggarnya?" Tanya Seungkwan secara bertubi-tubi.

Aku diam. Bahkan Seungkwan sudah berlalu tanpa berpamitan padaku. Secepat itu Seungkwan tau aku mengonsumsi obat diluar batas, aku bahkan belum melakukan check up bulanan.

"Myungeun,"  panggil pak Wonwoo.

Aku menoleh dan mendapati tatapan tajam dari pria itu. Tentu aku langsung menunduk takut.
"Apa ini semua karena Saya?"

Aku mengangkat kepalaku, tidak berusaha untuk menjawab. Aku menggumamkan kata maaf berkali-kali. Selagi pak Wonwoo berusaha mendekat, aku mundur perlahan. Rasa takut akan didekati pria asing tiba-tiba memuncak dalam pikiranku.

"Jangan mendekat!" Seruku.

"Hei-"

"PERGI!!" Teriakku.

Ini kali pertama aku seperti ini. Saat ini melihat pak Wonwoo adalah sesuatu yang mengerikan. Bayangan masa lalu terus berkelibat dalam pikiranku. Semua memori yang aku ingat, juga memori yang baru saja melintas dipikiranku.

"Myungeun!" Panggil pak Wonwoo saat aku berlari pergi dari sana.

Aku tidak peduli. Aku butuh tempat yang tenang, tanpa siapapun. Aku berlari sekuat tenaga, melewati gang-gang kecil yang bahkan aku tidak tau ujungnya— dengan tujuan agar pak Wonwoo tidak menyusulku meskipun aku tau beliau tak pernah mengejarku. Itu sakit, tapi untuk kali ini aku bersyukur ia tidak mengejarku.

Aku mengatur nafasku saat menemui gang buntu. Sial, kenapa aku malah terjebak di ruang sempit seperti ini.

"Butuh bantuan tuan putri?"

Aku membalikkan badan ketika mengenali seseorang yang berbicara. Seorang pria yang kulihat di ulang tahun pernikahan Mom dan Dad. Pria itu mendekat selagi aku mundur teratur hingga punggungku menyentuh dinding.
Kepalaku semakin berdengut sakit saat menyadari pria itu membawa beberapa orang berbadan besar dibelakangnya.

Sesak.

Berada ditempat seperti ini dengan banyak pria dihadapanku membuatku sesak nafas. Aku jatuh terduduk dengan tubuh gemetar. Dan kali ini, aku harap seseorang akan menyelematkanku.

"Ayah-"

📬📬📬

Gimana gimana? Masih ada yang mau baca work ini?
Aku nggak akan bosan bilang 'maaf jarang update.'
See you..

[✔] MOON RISE - JEON WONWOOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang