#25

2.5K 131 0
                                    

Genta bilang, hari ini adalah hari perayaan ulang tahunnya kak Mita. Ultahnya, sih, kemarin. Tapi baru dirayakan sekarang bersama teman - teman dekat satu prodinya. Aku semakin yakin kalau kak Mita ini memang jenis perempuan yang tomboi, bisa dilihat dari teman - temannya yang datang itu semua laki - laki. Belum lagi, bagaimana cara kak Mita menggendong Tas Gitarnya benar - benar membuat dia kelihatan seperti jenis perempuan tangguh, mandiri, perkasa, rock n roll abis. Jauh sama aku yang seleranya mellow mellow drama begini. Entah kenapa, perasaan minder seketika menyusup ke dalam jiwa, membuat acara makan - makan ini jadi nggak nyaman.

"Ben!" Genta berdiri, memanggil temannya yang datang celingukan mencari kami duduk dimana.

"Oy!" balas temannya itu melambai.

Laki - laki bernama Beno itu menghampiri kami. Duduk di samping kak Mita. Aku di samping Genta.

"Ciko mana?" Kak Mita bertanya pada Beno.

"Tuh dia!" Genta melambai ke arah Ciko yang baru saja datang dengan gayanya yang sok asik.

"Udah lengkap ya?" kata kak Mita.

"Ya udah ayo pesen makan yok!" Kak Beno bersuara.

Kami memanggil pelayannya.

"Cuy sapa tuh?" yang bernama Ciko itu melirik Genta, lebih tepatnya fokus padaku.

Genta menatapku sejenak. Aku nggak mau mgomong apa - apa. Aku juga bingung 'kita' ini siapa? - Aku dan Genta.

"Namanya Tari."

"Hai." sapa kak Ciko pakai senyum. Aku cuma mengangguk pelan.

"Pacar?" Kak Beno memelankan suaranya. Tapi aku masih bisa dengar.

Secara mengejutkan Genta menjawab, "Bukan. Dulu dia adik kelasku waktu SMA."

Cuma sebatas itu kah Genta?

Rasanya aku ingin marah. Tapi Genta benar. Bukankah kami sudah putus? Atau lebih tepatnya aku yang memilih untuk berakhir sendirian.

"Yaelah Ben. Kayak nggak tahu aja Genta ini maunya sama siapa. Nggak mungkin gebet yang lain, lah dia." kak Ciko ketawa, diikuti kak Beno.

"Terjebak friendzone tak berkesudahan." kak Beno menyenggol bahu kak Mita yang balas memukul pelan pundak kak Beno.

"Mumpung Mita lagi Sweet 20 nih. Ayo buruan tembak, gih!" kak Ciko bicara pada Genta.

Dan aku merasa menjadi benalu di percakapan yang ini. Genta nggal klarifikasi, dia cuma senyum. Kak Mita juga. Seolah hadirnya aku di sini untuk menjadi saksi bahwa selama ini, di belakangku, Genta memang ada hati dengan kak Mita.

Jadi upaya Genta untuk menunjukkan keseriusannya padaku itu apa maksudnya?

Omong kosong!

"Oh iya jadi dicuekkin. Masuk prodi apa, dek?" kak Ciko sok manis bertanya padaku.

"Halah paling bisa nih dia modusnya." kak Beno menoyor kepala kak Ciko.

"Sasindo, Kak." jawabku.

"Bisa bikin puisi dong?"

"Lumayan."

"Udah modusnya, Cik, ayo makan - makan." pelayan datang lalu percakapan itu terhenti.

Genta melirik ke arahku yang dari tadi hanya mengucek ngucek piring saja.

"Dimakan atuh." dia berbisik di telingaku.

"Aku mau pulang!"

"Kenapa? Acaranya belum selesai. Nanti, ya."

Bukan Wanita Kedua [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang