#23

2.3K 121 2
                                    

Sesekali, dalam lamunan tengah malam yang pekat, aku menemukan dirimu menari di kepala. Kopiku tinggal setengah, kantuk mulai menguap, namun dirimu masih belum beranjak.  Menguasai penuh relung jiwa, bersama kenangan atas nama masa lalu.

Di dalam laptop ini, aku merekam semua potret yang bisa kuabadikan ketika bersamamu dulu.

Aku mencuri wajahmu di tengah-tengah upacara bendera di pagi yang waktu itu begitu terik.

Aku berdiri di barisan ketiga dari depan, diam-diam mengambil ponsel dan mengarahkan kamera padamu yang berdiri di depan sana. Sengaja aku zoom, tentu dengan kualitas gambar yang nggak begitu jelas. Tapi masih bisa dikenali bahwa kamu lah pemilik wajah itu.

Waktu itu, awal-awal kita jadian, aku selalu ingin bangun pagi, mengerjakan PR tepat waktu, dan tampil lebih wangi dari sebelumnya. Kamu membuat sekolah menjadi lebih menyenangkan. Menemukan engkau tersenyum di meja kerjamu, di depan komputer yang menyala, adalah sarapan pagi terbaik yang pernah kucerna.

Sampai di detik-detik pendaftaran SNMPTN dirimu menghilang, kemudian kembali dengan status sebagai suami orang, bahkan sudah menjadi calon ayah. Harusnya kamu paham hancurnya aku kala itu. Harusnya dunia mengerti mengapa aku begitu ambisius ingin merebutmu dari wanita itu.

Sayang, tak ada yang mendukung keputusanku.

Semua orang sibuk menyalahkan, mengolok-olok aku perusak, tanpa mau tahu ada yang lebih dulu dirusak oleh dirinya, dan itu adalah hatiku! Impianku! Hidupku!

Haruskah berpisah denganmu kuanggap sebagai takdir? Bagaimana jika aku memohon agar Tuhan jangan mengubah takdirku. Takdirku yang dulu. Dulu sebelum aku menemukanmu telah halal dengan yang lain.

Malam ini juga, kuputusankan untuk menerima takdir itu. Menghapus semua foto-foto kita dahulu. Di laptop, di hp, juga di pikiranku. Walau ragu karena jumlahnya terlalu banyak, tapi mudah-mudahan bisa terhapus sempurna.

Aku tahu, di sana kamu masih terjaga. Untuk memenuhi nafkah "cinta" bersama Mbak Widia, atau sekadar melamun merindukanku. Aku terlalu percaya diri jika dirimu masih sama inginnya melanjutkan hidup denganku, sungguh sebuah keyakinan yang tak mendasar. Tapi setidaknya pikiran itu lah yang menyemangatiku. Setidaknya biar kamu dengan yang lain, aku paham hatimu masih padaku.

Sudah pukul 02.00 pagi.

Kututup laptop setelah memastikan foto bersamamu berhasil lenyap.

Lanjut kutarik selimut sampai dada, menenggelamkan kalut dalam kantuk. Earphone menggantung di telinga.
Ada Andmesh Kamaleng bersama lagu Jangan Rubah Takdirku miliknya.

Mataku terpejam. Tapi aku bisa merasakan ada yang merembes dari sana.

Tuhan kucinta dia. Kuingin bersamanya. Kuingin habiskan napas ini berdua dengannya. Jangan rubah takdirku, satukanlah hatiku dengan hatinya ....

Bersama sampai akhir.

****

Tadi malam Genta bilang jam 8 pagi kan? Sekarang aku sudah siap. Katanya dia mau bikin aku senang. Dan sekarang dia sudah datang.

"Ra .... ada Genta ini!" panggil ibu dari luar.

Aku memeriksa wajahku kembali di cermin sebelum menemuinya.

"Hayu!" aku tersenyum ke arahnya.

"Eeeh mau pada kemana ini teh?" ibu sedang menyiram tanaman.

"Jalan-jalan atuh, Bu." kujawab sambil senyum-senyum.

"Ajak Genta masuk dulu atuh, Ra. Sarapan dulu, yuk. Indri udah masak tuh di dalam." tanpa menunggu konfirmasi, ibu langsung menuntun Genta masuk ke rumah.

Bukan Wanita Kedua [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang