-Jungkook's POV-
Aku terdiam ketika mendengar kata terakhir Yerin yang seakan menohokku dalam, larut dalam rasa ketidakpercayaan.
Diperkosa?
Itu kata yang terlalu keji, kejam, jahat.
Benarkah sekretarisku tersebut mengalaminya bahkan hingga memiliki anak?
Siapa yang tega melakukannya?
Yerin tak sedikitpun melihat kearahku, namun justru sibuk mengaduk kopinya yang baru diminum sedikit. Padahal aku ingin menatap manik matanya yang tak sanggup berbohong tersebut, mencoba mencari kebenaran disana.
"Bukankah saya sangat kotor gwajangnim? Anda pasti merasa jijik pada saya sekarang." Ujarnya tersenyum pahit, sepahit kopi yang sedang kuminum saat ini.
Kepalaku menggeleng, memberitahunya tanpa suara jika aku sama sekali tak berpikir seperti yang baru saja dikatakannya.
"Anda tahu apa yang lebih menyakitkan dari hal mengerikan itu gwajangnim?" Tanyanya masih enggan menatapku langsung, melainkan menatapku melalui pantulan kaca meja yang berada diantara kami, membuatku ikut melakukan hal yang sama sehingga kami saling bertukar pandangan melalui pantulan bayangan meja.
"Pelakunya." Ucapnya lagi.
"Pelakunya adalah seseorang yang pernah menjadi bagian penting dari hidup saya, setengah jiwa saya, serta cinta pertama saya."
Aku menatap bahunya yang bergetar, ia menangis. Sepertinya pembicaraan ini kembali menuntun memorinya ke masa yang sama sekali tak ingin diingatnya lagi. Aku beranjak dari dudukku dan beralih ke sampingnya, menarik tubuhnya untuk masuk ke dalam pelukanku.
Terlihat lancang memang, aku hanya ingin berusaha menenangkannya saja.
Namun diluar dugaan, Yerin menampik pelukanku. Ia terlihat sangat terkejut dengan inisiatifku barusan dan sesegera mungkin menjauhkan dirinya dariku.
"Mianhaeyo gwajangnim, saya masih tidak terbiasa melakukan kontak fisik dengan lawan jenis." Jelasnya seakan paham akan aku yang berbalik terkejut ketika menerima penolakannya.
"Ah aku mengerti. Maaf karena sudah lancang padamu Yerin-ssi." Ucapku menggaruk kepala yang tak gatal. Cukup memalukan ketika kau ingin memberi pelukan pada seseorang tetapi dia menolaknya. Untung saja cafe ini tidak begitu ramai.
"Saya yang seharusnya minta maaf pada anda gwajangnim. Maaf karena telah menolak kebaikan hati anda yang ingin menghibur saya." Gadis itu mengambil tisu dan menghapus sendiri sisa air mata di wajahnya.
"Tidak apa-apa. Aku bisa memakluminya. Menghilangkan trauma memang tidak mudah." Ujarku menepuk-nepuk pelan bahunya.
Ah dasar bodoh. Aku kembali lupa jika wanita ini masih tidak bisa menerima kontak fisik. Aku menarik kembali tanganku dengan cepat. Yerin terlihat menegang sejenak, namun ia berhasil mengembalikan air wajahnya seperti tak terjadi apa-apa.
"Lalu, apa aku bisa mendengar kisah selanjutnya Yerin-ssi?" Sambungku lagi. Aku melihat wajahnya yang bertanya-tanya akan maksud ucapanku barusan. "Ah maksudku, apa yang terjadi selanjutnya? Apa bajingan itu lari dari tanggung jawab? Dan apa yang kau maksud dengan pelakunya adalah cinta pertamamu? Apa dia kekasihmu?"
"Gwajangnim, apa anda sedang mewawancarai saya sekarang?" Candanya seraya terkekeh kecil. Aku masih duduk disebelahnya saat ini. "Anda terlihat sangat penasaran dengan masa lalu saya yang kelam ini. Waeyo?"
Aku kembali menggaruk kepalaku yang mendadak menjadi gatal. Apa aku kutuan? Heol~
"Kau bisa menganggapnya begitu." Aku menarik gelas kopiku dan menegaknya. "Lagipula kau adalah sekretarisku, orang yang paling dekat denganku selama dikantor. Kurasa tidak ada salahnya jika aku mengetahui dirimu lebih baik dari rekan kerja yang lain."
KAMU SEDANG MEMBACA
Untitled
أدب الهواة[COMPLETED] Sang asisten baru memiliki latar belakang yang membuat Jungkook tercengang, sedikit tak percaya. Latar belakang macam apakah itu? Bisakah Jungkook menerima latar belakang asisten barunya tersebut? -24 Juli 2018-