Chapter 36

6.7K 644 92
                                    

Tuk..

Tuk..

Tuk..

Ketukan sepatunya yang sedang beradu dengan ubin yang sedang ia pijaki terdengar seirama dengan detak jarum jam yang menghiasi pergelangan tangannya. Detik menjadi menit, menit menjadi jam, sampai wajahnya yang segar perlahan berpeluh tak membuat wanita itu menyerah untuk menunggu di tengah panasnya sinar matahari yang menembus pori-pori kulitnya; Kulitnya yang berwarna seputih kapas, yang sekarang sudah berwarna kemerahan yang menandakan betapa lamanya ia menunggu.

Membuka ponsel yang sejak tadi berada dalam genggaman tangannya wanita itu mendial nomor suaminya, tersangka utama yang sudah membuatnya menunggu lama dan menguras habis kesabarannya yang tidak seberapa.

"Sehun-ah, harus berapa lama lagi aku menunggu? Apa sampai kulitku segelap kulit Kai baru kau akan meninggalkan sketsa-sketsa mu itu?", dia menggerutu, menumpahkan kekesalannya pada suaminya yang bersalah.

"Sebentar lagi sayang"

"Cepatlah, kau tahu jika Tuhan tidak memberkatiku kesabaran yang berlimpah"

Pip

Itu bukanlah panggilan pertama yang dia lakukan untuk menghubungi suaminya selama kurun waktu enam puluh menit dia menunggu, itu merupakan panggilan kesekian yang dia lakukan tapi tidak kunjung membuahkan hasil mengingat sampai detik ini dia tidak kunjung melihat tanda-tanda Sehun akan keluar dari kantornya.

Saat ini dia -Luhan- sedang berada di area parkiran di perusahaan tempat suaminya mencari uang, tidak ada siapa pun di sana selain deretan mobil dengan berbagai macam merek dan warna serta deretan gedung pencakar langit yang sudah menjadi objek penglihatannya sejak tadi. Jika saja bukan demi kartu atm milik suaminya Luhan mana sudih menunggu selama satu jam lebih seperti sekarang. Tapi demi kartu pipih nan mungil itu yang anehnya bisa menyimpan banyak uang di dalamnya Luhan rela menunggu lama bahkan terlihat bodoh karena tidak ada yang bisa dia lakukan selain menggerutu dan mengumpat.

Alasan kenapa Luhan bisa terdampar di area kantor Sehun di karenakan Luhan sedang menjemput Sehun. Sejak satu minggu yang lalu Sehun harus bekerja lembur di karenakan Sehun sering bolos kerja sehingga untuk menyelesaikan pekerjaannya yang nyaris lapukan Sehun harus bekerja dari pagi hingga sampai pagi lagi.

Dan Luhan yang tidak membiarkan Sehun membawa mobil ke kantor sejak Sehun lembur rela mengganti profesinya menjadi tukang antar jemput suaminya yang tidak tahu diri.

'Baiklah tidak apa-apa Luhan. Ini adalah hari terakhir mu menjadi supirnya'

Luhan bergumam, sekaligus mensugesti dirinya agar lebih tenang, ingin menjinakkan setan di dalam perutnya agar tidak berlari memasuki gedung bertingkat di hadapannya dan memaki suaminya yang sudah membuatnya terlihat bodoh.

Menghela nafasnya Luhan membayangkan deretan tas dan sepatu serta berlian yang berkilau mahal. Hal itu dia lakukan untuk mengisi ulang kesabarannya yang nyaris habis. Suaminya yang kaya raya menjanjikannya untuk mengajaknya ke mall setelah ini sebagai upah dari jasanya yang sudah rela menjadi supir pria mapan tersebut selama satu minggu. Dan hal itu pulalah yang membuat Luhan rela menjemput Sehun tepat waktu -tepat di jam makan siang- meskipun dia tahu jika Sehun akan terlambat menemuinya.

Sebenarnya agenda belanja yang mereka buat hari ini tidak hanya sebagai upah atas jasa Luhan yang sudah mengantar jemput Sehun, apa yang Sehun janjikan hari ini di karenakan pria itu ingin menembus dosanya yang satu minggu yang lalu gagal menemaninya ke mall di karenakan pria itu tidak bisa lagi meninggalkan kursi kerjanya. Jadilah Sehun berjanji hari ini dia akan menemani Luhan ke mana pun Luhan pergi dan membelikan apa pun yang Luhan mau setelah pria itu berhasil mencuri kembali kartu atm nya yang terperangkap di dalam tas Luhan.

Hide and SeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang