***
Happy Reading !
***
Seorang siswi berjalan di koridor sekolah. Hari masih pagi sekali, baru beberapa orang yang datang. Siswi tersebut menggendong tasnya yang berwarna merah muda, earphone bertengger di telinganya, tangannya membawa sebuah novel, tatapannya lurus ke depan.
Tertulis namanya di name tag yang menempel pada seragam putih abu-abunya Zidna Marella. Ia tidak menaiki tangga menuju kelasnya, ia terus berjalan, hingga ke sebuah taman, ya taman sekolahnya.
Ia duduk disalah satu bangku disana. Membuka novelnya, dan membacanya.
"Kenapa sih lo suka datang pagi terus duduk disini sambil baca buku?"
"Lo ga takut disini? Sepi loh."
"Gue tau lo pura-pura gak denger. Gue tau earphone lo ga nyala." Oceh seorang remaja laki-laki memakai seragam putih abu-abu sama seperti Zidna, kini ia duduk disebelah Zidna, ya memang benar yang ia katakan bahwa Zidna tidak menyalakan earphone nya. Zidna tidak menghiraukan ocehannya.
"Kenapa lo diem aja? Lo bisu?" Ocehnya lagi. Zidna meliriknya sekilas. Dilihatnya remaja laki-laki yang asing baginya, gayanya seperti anak nakal menurut Zidna, bajunya dikeluarkan, cara duduknya, ya mungkin memang anak nakal tebak Zidna.
"Kenapa? Duduk gue gasopan? Baju gue dikeluarin? Gue Aneh?" Zidna sempat terkejut, untuk yang kedua kalinya lelaki ini menebak pikirannya yang pertama ia tahu bahwa earphonenya tidak menyala dan yang kedua ia tahu bahwa Zidna menebak ia anak nakal.
"Kenapa lo mikir gue bisa baca pikiran orang?" Untuk yang ketiga kalinya ia menebak pikiran Zidna dengan benar, ia tertawa kecil. Zidna baru saja ingin meninggalkannya, Zidna takut, ia tidak tahu siapa lelaki ini, tetapi tanganya dicekal.
"Kenapa lo takut sama gue?" Zidna mencoba melepaskan tangannya yang dicekal.
"Oh iya kenalin nama gue Luis. Gue tau nama lo Zidna kan? Eum Zidna Marella?" Luis melepaskan tangannya yang mencekal tangan Zidna.
"Maaf, tangan lo gak sakit kan?" Zidna masih diam. Luis beranjak dari duduknya menjadi berdiri.
"Gue pergi dulu. Lain kali bisa kan gue ngobrol sama lo lagi? Walau cuma gue aja yang ngomong sih. Jangan lupa bahagia ya." Setelah itu Luis pergi. Zidna duduk kembali di bangku.
"Aneh." Gumam Zidna. Zidna melanjutkan membaca novelnya, ia baru ke kelas saat bel masuk. Zidna lebih suka sendiri di taman, daripada di kelasnya yang berisik.
***
Padahal masih pagi. Zidna sudah berkutik dengan soal-soal fisika, tetapi ia suka, ia suka fisika. Ya Zidna termasuk siswa yang pandai dan cerdas. Dari dulu ia selalu dapat peringkat satu, ia sering dijadikan perwakilan lomba maupun olimpiade dari sekolahnya, bahkan Zidna juga tak jarang menjadi juara olimpiade. Baru beberapa menit saja, soal yang diberikan oleh bu Ida, guru fisika, sudah selesai ia kerjakan, ia langsung menyerahkan tugas fisikanya pada Bu Ida.
"Yang ini gimana?" Bisik Ninis, teman sebangku Zidna sekaligus sahabat Zidna sejak smp. Otak Ninis tidak seencer otak Zidna, Zidna menggeleng pelan, padahal ia sudah sering mengajarkan Ninis tentang fisika, tetap saja Ninis selalu melupakan apa yang ia ajarkan, katanya ia benci fisika, berbeda dengan Zidna yang begitu menyukai fisika.
Zidna membantu Ninis mengerjakan soal-soal fisika itu, tentu saja Ninis tidak bisa mencotek karena soal yang diberikan Bu Ida berbeda-beda untuk setiap orangnya.
***
Bel istirahat berbunyi.
"Ke kantin yuk." Ajak Ninis. Zidna mengangguk.
Mereka berdua berjalan ke kantin. Setiap Zidna keluar kelas ia pasti digodai oleh kakak kelas bahkan adik kelas, tentu saja digodai karena Zidna termasuk siswi yang cantik di sekolah ini dengan tubuh tinggi, tidak gemuk tidak kurus juga, wajahnya imut dengan mata sipit ditambah hidung mancungnya, kulitnya putih bersih, bibirnya tipis berwarna merah muda sedikit pucat, cerdas, mempunyai gigi gingsul, terdapat lesung pipi jika Zidna tersenyum, sayangnya Zidna jarang tersenyum.
Wajahnya selalu datar dengan tatapan tajamnya, tetapi tetap terlihat manis. Rambutnya panjang tetapi selalu ia ikat. Yang orang-orang tidak suka dari Zidna adalah Zidna jarang berbicara, cuek.
Sesampainya di kantin Zidna dan Ninis memilih tempat duduk di pojok, tempat favorit Zidna.
"Lo mau pesen apa biar gue aja yang pesenin?" Tanya Ninis.
"Biasa."
"Minumnya apa? Es teh manis?" Zidna mengangguk.
Suasana kantin sangat berisik, ramai, Zidna tidak suka itu, Zidna lebih suka ketenangan, Zidna memasang earphone ditelinganya, daripada ia mendengarkan orang-orang yang bergosip di kantin, ataupun orang-orang yang berteriak membeli makanan dikantin lebih baik ia mendengarkan musik, sambil menunggu Ninis yang sedang memesan makanan, Zidna membaca novelnya.
Seseorang menarik satu earphone Zidna dan memasangkan di telinganya sendiri. Zidna menatapnya datar, dan mematikan musik dihandphonenya juga melepaskan earphone yang terpasang ditelinganya.
"Kok dimatiin?" Tanyanya.
"Kenapa lo ga suka gue gangguin? Maaf ya." Zidna masih tidak menghiraukannya.
Ninis datang dengan membawa nampan berisi 2 mangkuk mie ayam dan 2 gelas es teh manis.
Ninis bingung dengan laki-laki yang duduk disebelah Zidna, setahu Ninis, Zidna tidak mempunyai teman lelaki. Ninis mengangkat kedua alisnya, isyarat kepada Zidna seolah berkata "Dia siapa?" Zidna hanya mengangkat kedua bahunya.
"Ehm lo bisa cari tempat duduk lain gak? Gue mau duduk disitu." Ucap Ninis.
"Oh lo itu pasti Ninis, sahabatnya Zidna? Kenalin gue Luis, calon pacarnya Zidna." Ninis tertawa pelan. Ini pasti salah satu fansnya Zidna yang mengaku-ngaku sebagai calon pacar ataupun pacarnya.
"Yaudah sana minggir!"
"Oke. Selamat makan Zidna, jangan lupa baca do'a dulu." Bisik Luis kepada Zidna. Lalu Luis entah pergi kemana, Zidna tidak ingin tahu.
"Haha salah satu fans lo tuh ya?" Zidna hanya mengangkat kedua bahunya tak acuh.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Zidna ✔ (Completed)
Teen FictionCover by @marscaprico Tentang perjalanan hidup Zidna Marella🌸 "Jangan lupa bahagia ya?" "Dingin." "Iya dingin kayak lo." "Langitnya indah ya Na, kayak lo." "Hati manusia itu seperti laut," "Tidak ada yang tahu isinya." "Na teriak yuk!" "Biar apa?" ...