Bau obat tercium oleh indera penciuman Zidna.
Pagi ini Zidna sedang berada di rumah sakit bersama Gazha.Ya menengok pacar Gazha yang sedang koma sejak 6 bulan lalu.
Benar kata Gazha, Zidna dan Nadine sedikit mirip, hanya sedikit menurut Zidna.
"Hai Nad, aku bawa temen nih, mirip banget sama kamu." Zidna tahu, suara Gazha terdengar menyedihkan.
"Zidna sini." Zidna mendekati ranjang Nadine.
"Namanya Zidna Marella, dia pacarnya Lucky, Lucky yang udah donorin matanya buat aku Nad."
"Gue bukan pacarnya." Ucap Zidna jujur.
"Tapi Lucky bilang lo pacarnya." Zidna hanya mengedikan bahunya.
"Nad tahu enggak? Kafe itu, tempat yang waktu kita jadian itu, makin bagus lho, banyak lampunya, kamu pasti suka. Aku janji kalau kamu bangun aku traktir kamu deh sepuasnya." Gazha terkekeh sendiri. Zidna sedikit merinding.
"Na lo mau ngomong gak tuh sama Nadine?" Tawa Gazha.
"Hai Nadine. Semoga cepat sembuh. Kalo lo sembuh nanti kita foto bareng ya, semirip apa ya kita sampe pacar lo lebay bilangnya mirip banget mirip banget."
"Hah? Ternyata lo bisa ngomong banyak ya Na? Coba ngomong banyak lagi Na."
"Banyak lagi."
"Yeee dasar."
***
Gazha memaksa Zidna agar mampir ke rumahnya, Zidna bilang tidak tetap saja, Gazha memaksa.
"Gue bilang enggak mau." Suara Zidna sedikit berteriak, karena angin dan Gazha memakai helm jadi jika Zidna bersuara kecil pasti tidak akan kedengaran.
"Harus Na. Lo harus ke rumah gue." Gazha juga suaranya tidak kalah kencang dari Zidna.
"Tap-"
"Ya pokoknya lo harus ke rumah gue! Lagian ini siang Na, bukan malam, sekalian makan siang lah."
***
Sesampainya di rumah Gazha, Zidna langsung bingung sendiri, pasalnya ia jarang bertamu, apalagi ke rumah teman laki-laki. Apa yang harus ia katakan pada orang tua Gazha nantinya, pasti jika diajak mengobrol Zidna sangat kaku sekali.
Ah, Gazha memang benar-benar menyebalkan!
"Ayo masuk Na, ngapain lo bengong disitu?" Zidna membuntuti Gazha.
"Bunda. Ada teman Gazha nih Bun." Teriakan Gazha memenuhi rumah minimalis tersebut.
Datanglah seorang perempuan paruh baya, jika Zidna lihat sepertinya Ibu ini habis memasak.
"Eh ini Nad-?"
"Bukan Nadine Bun, Nadine masih koma. Ini Zidna. Mirip Nadine ya Bun?" Zidna langsung menyalami tangan perempuan paruh baya yang dipanggil Bunda oleh Gazha itu.
"Gazha ganti baju! Gisa sini dulu, jangan main hp terus."
"Ada apa Bun?" Gisa turun dari tangga sambil membawa ponsel ditangannya.
"Nih temenin kaka cantik ini dulu ya, Gisa ajak main di taman, Bunda mau ke supermarket sebentar."
"Siap Bunda."
"Zidna, Zidna sama Gisa dulu ya? Tante mau ke supermarket."
***
"Kak Zidna cantik." Dari tadi Gisa terus memuji Zidna, ya Zidna hanya tersenyum, entah harus bagaimana menanggapinya. Kini Zidna dan Gisa sedang duduk diayunan taman belakang rumah Gazha.
"Kak Zidna pacarnya Bang Gazha ya?" Zidna langsung menggeleng.
"Bukan. Temannya."
"Yah aku kira pacarnya. Aku setuju kok Bang Gazha pacaran sama kak Zidna."
"Nggak boleh pacaran, masih kecil, sekolah dulu yang rajin. Gisa kelas berapa?"
"Kelas 6 Kak."
"Hah?"
"Iya kelas 6 kak. Teman-teman Gisa banyak yang katanya udah punya pacar, tapi Bang Gazha pernah bilang ke Gisa, Gisa nggak boleh dekat sama laki-laki kecuali Ayah sama Bang Gazha."
"Iya betul kata Bang Gazha, Gisa emang nggak boleh dekat sama laki-laki, bahaya."
"Tapi kalau udah besar boleh kan kak?" Zidna rasa Gisa memang anak yang polos.
"Iya boleh kalau udah besar."
***
Zidna, Gaza, Gisa, dan Bunda sedang makan siang di taman belakang rumah Gazha, ada kolam renang kecil, dan 6 kursi serta 1 meja di bawah pohon mangga yang rindang, ditambah cuaca yang mendung, suasananya terasa damai.
Zidna juga merasakan kehangatan kelurga kecil disini.
Lagi-lagi ia jadi rindu Mamanya.Menu makanannya tempe goreng, tahu goreng, telor semur, sop ayam, daging ayam, ada kerupuk juga, minumnya ada air putih, teh manis dingin.
Zidna memakannya dalam diam, tidak suasananya tidak hening seperti Zidna makan dirumah, Gisa selalu berbicara, padahal Bunda sudah menyuruh Gisa untuk diam, Gazha juga sesekali menjahili Gisa membuat Gisa makin tidak bisa diam.
Ini suasanya yang Zidna ingin rasakan sejak dulu.
"Gisa, Gazha kebiasaan kalian ini, Bunda kan sudah bilang jangan banyak bicara ketika makan." Gazha menghentikan tawanya, sedangkan Gisa mengerucutkan bibirnya.
"Bang Gazha Bun yang mulai dulu, kebiasaan tuh Bang Gazha." Bunda hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Lo nya aja ngapain ngladenin gue." Balas Gazha tak mau kalah.
"Andai aja aku punya Kakak kayak kak Zidna pasti seru, bukan kayak Bang Gazha." Ucap Gisa ketus.
"Yaudah sana pergi lo dari rumah ini, sana jadi adiknya Zidna. Zidna emang mau punya adik kayak lo?"
"Ish Bang Gazha!"
***
"Zidna hati-hati dijalan ya. Nanti sering main-main kesini ya nemenin Tante masak, nemenin Gisa main." Bunda Gazha membelai rambut Zidna.
"Iya Tan. Makasih untuk hari ininya. Zidna pamit dulu ya." Zidna menyalami Bundanya Gazha.
"Kak Zidna hati-hati. Janji ya nanti main kesini lagi kak." Gisa memeluk Zidna.
"Iya nanti kesini lagi."
"Gazha bawa motornya jangan ngebut-ngebut!"
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Zidna ✔ (Completed)
Fiksi RemajaCover by @marscaprico Tentang perjalanan hidup Zidna Marella🌸 "Jangan lupa bahagia ya?" "Dingin." "Iya dingin kayak lo." "Langitnya indah ya Na, kayak lo." "Hati manusia itu seperti laut," "Tidak ada yang tahu isinya." "Na teriak yuk!" "Biar apa?" ...