Plann menggeliat dalam pelukan Mean. Mean mengusap lembut rambut Plann. Plann membuka matanya perlahan. Dan senyum Mean yang pertama menyapa indera penglihatannya. Membuat jantung Plann berdegup penuh cinta.
"Selamat pagii..."
Mean mengecup kening Plann. Plann merona.
"Apa ini sudah pagi??"
Mean mengalihkan pandangannya ke pintu kaca yang tak tertutup tirai dengan sempurna.
"Sepertinya malah sudah siang."
"Siang??"
Plann dengan cepat memutar tubuhnya. Dan rasa nyeri langsung menyerang bagian belakangnya.
"Awhh...."
"Plann..."
Mean nampak cemas melihat Plann yang kesakitan. Sepertinya Plann lupa kalau semalam suntuk ia dan Mean habis bercinta. Plann memutar tubuhnya perlahan dan bersandar di headboard ranjang king size yang sangat empuk itu. Mean mengikuti Plann duduk bersandar. Sambil menarik selimut untuk menutupi tubuh polos Plann. Mean memeluk Plann erat. Kepalanya menelusup ke leher Plann.
"I love you..." Bisik Mean.
Plann melengkungkan bibirnya. Mengusap lengan Mean lembut. Membuat Mean tersenyum lebar.
"Aku tahu kamu juga mencintaiku."
Mean menarik wajah Plann membuatnya menatap dua manik indah berwarna gelap. Begitu teduh,lembut dan tenang. Tapi sanggup menenggelamkan perasaan Mean.
"Aku menyukaimu sejak pertama kita bertemu."
Plann melebarkan matanya.
"Benarkah??"
Mean mengangguk manja dan mengeratkan pelukannya.
"Aku menyukaimu. Saat pertama kali melihatmu tersenyum. Aku menyukaimu saat pertama kali mendengarmu bicara. Bahkan aku menyukai langkah pertamamu saat muncul di hidupku. Tapi aku terlalu pengecut..."
Mean menelusupkan kepalanya ke celah antara leher dan bahu Plann. Menghirup aroma tubuh Plann. Membuat Plann menggigit bibirnya menahan desahnya.
"Aku takut kehilanganmu. Aku takut jauh darimu. Aku takut dibenci olehmu. Aku takut membuatmu menangis,membuatmu bingung,membuatmu tidak nyaman. Aku takut. Sangat takut. Hingga akhirnya aku jadi seorang pengecut."
Mean semakin erat memeluk Plann. Debar jantung Mean seperti aliran listrik yang menyengat jantung Plann. Membuat detakan mereka seirama.
"Dan aku tahu Beam menyukaimu. Aku tahu dia mengejarmu. Dan aku melihatmu tersenyum. Melihatmu bahagia dengannya. Aku membiarkan anak itu merebutmu dariku."
Mean mengecup bahu Plann. Perlahan Plann memeluk punggung lebar Mean. Mengusapnya perlahan. Kepala Plann kembali berdenyut nyeri.
"Dan kini aku menyesal. Aku tidak mau membiarkan anak itu mengalahkanku lagi. Aku ingin kamu Plann. Aku membutuhkanmu. Aku mencintaimu."
Plann hanya terdiam menahan air mata yang menggenang.
Dalam hati Plann. Plann memang mencintai Mean. Semenjak ciuman pertama mereka di LBC. Plann tak bisa melupakannya. Selalu terngiang wajah Mean. Dulu memang ia tak terlalu dekat dengan Mean. Tapi bukan berarti ia tak menyukainya. Hanya saja mungkin memang Cinta ini yang datang terlambat.
Tapi Plann juga tidak bisa begitu saja meninggalkan Beam. Selama ini Beam sudah begitu baik padanya. Walaupun dia keras kepala dan labil emosinya. Tapi Beam tak pernah marah pada Plann. Dia hanya perlu menyendiri semalam dan kembali ceria besok paginya. Dia sama sekali tak memiliki alasan untuk meninggalkan Beam. Dan itu membuatnya sakit.