Mean masuk ke gedung Hana Hospital yang ternyata adalah Rumah sakit bersalin. Membuat Mean semakin bingung dan penasaran.
Apa phii Prim melahirkan??
Mean mendekat ke area resepsionis. Seorang wanita berseragam putih berdiri untuk menyambutnya.
"Selamat pagi..."
"Ya selamat pagi..."
"Ada yang bisa saya bantu??"
"Saya ingin mengunjungi pasien disini."
"Boleh saya tahu namanya,tuan?"
"Prim kitworalak."
"Tunggu sebentar tuan..."
Si Resepsionis sibuk mencari nama pasien yang diberikan oleh Mean.
"Prim kitworalak..."
Si resepsionis bergumam. Tapi matanya tak menemukan pasien dengan nama tersebut. Dia malah menemukan pasien dengan nama yang lain tapi masih dengan kitworalak di belakangnya.
"Apa kau saudara dari pasien,tuan?"
"Mmm... Aku temannya."
Resepsionis menegakan badannya kembali. Memasang senyum ramah.
"Maaf tuan,pasien dengan nama Prim kitworalak sepertinya tidak ada disini."
Mean kecewa. Jelas tadi ia mendengar phii Zanock bilang bahwa phii New ada di rumah sakit ini.
Kalau bukan phii Prim yang disini lalu siapa??
Mean menautkan alisnya. Berpikir keras tentang teka-teki di balik kepergian phii New ke Tokyo. Mean ingin berbalik arah menuju pintu rumah sakit itu. Dia berniat menunggu phii New keluar dari rumah sakit ini kemudian membombardir dia dengan tanya. Tapi satu nama tiba-tiba melintas di kepalanya. Mean berbalik kembali ke meja resepsionis.
"Maaf... Aku salah menyebut nama pasien. Aku ingin mengunjungi Plann kitworalak. Bisa kau tunjukan aku dimana kamarnya?"
################################
Mean mengikuti seorang suster yang menuntunnya ke ruang rawat pasien bernama Plann kitworalak. Mata Mean kosong. Ia benar-benar terkejut saat suster itu tiba-tiba mengangguk ketika Mean memintanya menunjukan kamar Plann. Selama ini Mean tak pernah menyangka kalau Plann adalah seorang pria yang bisa hamil.
"Sudah sampai tuan. Ini ruangan tuan Plann. Ada lagi yang bisa saya bantu,tuan??"
Mean hanya menggeleng. Suster mengangguk paham lalu berlalu. Sementara Mean terpaku melirik ke arah pintu yang akan mengantarkannya pada pria yang masih sangat ia rindukan.
"Uwaaaa.....uwaaa...."
Tangan Mean terhenti,niatnya untuk membuka pintu pemisah dirinya dan Plann sejenak menguap. Tangis bayi terdengar dari dalam ruangan. Tangis yang entah mengapa terasa menggetarkan perasaan Mean. Sebutir air jernih jatuh dari pelupuk Mean. Mean menjatuhkan air mata pada rasa asing yang tiba-tiba menyelimutinya.
"Mean??"
Mean tersentak saat suara lembut itu menyapa telinga. Matanya sudah dipenuhi cairan jernih yang entah mengapa tak bisa ia bendung saat lagi ia mendengar tangisan bayi dari dalam kamar Plann.
"Sedang apa kau disini??"
Pandangan Mean kabur. Tertutup air mata yang terus muncul di pelupuk mata. Dan entah mengapa lututnya lemas seketika saat sosok bersuara lembut itu mendekati Mean.
"Mean... Kau... Apa kau baik..."
Prim kitworalak mencoba menahan badan Mean yang hampir berlutut diatas lantai.
Mean memegang tangan Prim kuat.
"Plann..."
Suaranya parau.
"Suara itu..."
Dan air mata makin memenuhi pelupuknya.
"Seorang bayi..."
Prim sudah mendengar tentang apa yang terjadi antara Plann dan Mean. Juga perihal ayah dari bayi yang dikandung Plann. Tapi Plann sudah memintanya untuk berjanji. Tak akan memberi tahu apapun soal bayi itu kepada Mean.
"Bayi itu..."
Suara Mean terdengar putus asa. Menohok telak ke perasaan Prim. Membuat Prim goyah akan janjinya.
"Apakah Beam??"
Mean terduduk. Hatinya remuk. Cintanya pada Plann sudah teramat besar. Ia hanya ingin bisa terus mencintai pria itu selama-lamanya. Saat Plann menghilang ia hancur. Tapi ia masih bisa bangkit karena ia yakin suatu saat ia masih akan bisa melihat pria mungil yang setahun lebih tua darinya itu.
Tapi saat suara bayi itu menggetarkan telinganya. Perasaannya bercampur aduk. Ia mencintai Plann,ia lebih dari siap untuk bersaing dengan Beam demi merebut Plann. Walaupun mungkin itu akan membuatnya seperti seorang bajingan. Tapi Mean masih yakin kalau Plann sesungguhnya mencintainya juga.
"Apakah Beam phii???"
Keadaan Mean kacau. Air mata memenuhi wajahnya.
Aku bisa merebutmu dari Beam.
Tapi memisahkan bayi yang tak berdosa dari ayahnya.
Aku tak sanggup.Tangisan bayi masih sayup terdengar memenuhi telinga Mean. Seolah bel kematian bagi cintanya. Ia masih menginginkan Plann bahkan bila harus menunggunya seumur hidup pun Mean masih akan terus menunggu. Asal Plann membalas cintanya. Tapi kini sepertinya kebahagiaan akan cinta yang terbalas tak akan pernah Mean rasakan. Karena Mean telah hancur oleh dering yang sebenarnya adalah benih dari cintanya.
################################
Prim memandang pria putus asa yang terduduk dihadapannya. Tak perlu dikatakan pun Prim tahu betapa besarnya cinta Mean untuk adiknya. Melihatnya hancur tentu saja bukan hal yang Prim inginkan. Apalagi bayi yang kini dalam dekapan adiknya adalah milik Mean. Mean tak seharusnya bersedih. Ia harusnya bahagia dengan tiap tangis dari mulut kecil anaknya itu.
Prim merendahkan tubuhnya. Mengusap lengan Mean perlahan. Mencoba menenangkan. Ia tahu adiknya mencintai Mean. Oleh sebab itu ia mau mengambil resiko ini. Pergi jauh dari Thailand dan bertaruh nyawa demi untuk mempertahankan bayi yang dikandungnya. Prim tahu betul semua itu Plann lakukan hanya demi Mean. Demi Cintanya.
"Mean...."
Woah...... Bagaiamana?? Haruskah kita pertemukan mereka sekarang?? Atau kita kasih kesempatan untuk Mean merasakan sakit lebih lama?? 😁😁😁😁 Canda ding....
Mohon di komen ya... 😁😁