Plan membuka matanya perlahan, bau antiseptic dan kimia khas obat menyambut indra penciumannya. Sinar yang terang adalah hal pertama yang ia lihat. Namun tak ada nyeri yang menyerang kepalanya lagi.
"Phii..."
Hingga Plan sadar bahwa sebelum semua gelap ia melihatnya. Melihat sosok orang yang menggoreskan luka pada memorinya. Plan tak menjawab ia malah langsung terduduk dan bergegas membuka kain tipis yang menyelimutinya.
"Phii... Phii ..."
Beam menahan tubuh Plan agar tetap berada diatas ranjang.
"Lepaskan!"
"Phii... Aku mohon deng..."
"Lepas!!!"
"Phii... Dengar..."
"Lepas!!!"
Beam merasa frustasi dengan penolakan Plan. Ia hanya ingin meminta maaf itu saja. Tapi Plan sangat sulit diajak berkomunikasi.
"Phiii!!!"
Beam membentak Plan. Membuat Plan mematung sambil menatap kosong kearah depan. Menghindari pandangannya dari Beam. Beam mencengkram bahu Plan. Plan merasakan kembali denyut di kepalanya.
"Phi dengarkan aku,aku... Aku minta maaf.... Aku mohon maaf atas kebodohanku phiii...."
Beam mendekap tubuh Plan yang menegang. Plan merasakan jantungnya berdetak amat sangat cepat dan keringat dingin mengucur di dahinya. Ia ketakutan,amat sangat takut dengan sosok orang yang memeluknya.
"Phiii...."
Suara Beam melembut,sinar matanya yang penuh sirat kesedihan menatap wajah Plan yang tak memberi kesempatan untuknya. Plan membuang muka,ia tak mau sama sekali melihat Beam. Bukan karena benci tapi karena takut akan bayangan-bayangan yang terus berkelebat saat ia melihat Beam lagi. Pemaksaan,amarah dan luka yang tergores hari itu. Semua berputar kembali di dalam memori Plan.
Beam menyandarkan kepalanya pada bahu Plan. Dan tangis perlahan terdengar dari mulutnya. Rintihan penuh penyesalan dan juga kesedihan.
"Maafkan aku phiii...."
Bulir air mata pun jatuh dari pelupuk mata Plan. Dadanya sesak,kesedihan yang menyakitkan tiba-tiba menyerangnya. Tubuhnya bergetar dan nafasnya mulai tersendat. Bulir air mata terus mengalir. Beam mendekap Plan makin erat. Bukan dekapan penuh nafsu atau amarah. Ini adalah dekapan tulus penuh kasih dan kehangatan.
"Maafkan aku phii...."
################################
Mean berlari secepat ia bisa melewati lorong demi lorong rumah sakit. Ia mendapat berita dari Beam. Kalau Plan pingsan saat di Siam Center. Beam bahkan sempat memaki Mean karena keteledorannya yang membiarkan Plan berjalan-jalan sendirian. Cemburu dan juga emosi sempat tersulut di dada Mean. Namun ada juga rasa syukur yang terselip saat Beam memilih mengabarinya tentang Plan. Tidak membawa kekasihnya itu pergi tanpa sepengetahuannya seperti waktu itu.
Beam telah berubah,ia menyadari kesalahannya. Tak seharusnya ia menyalahkan semua yang menimpanya karena cinta memang tak akan pernah salah. Plan tak bisa membohongi perasaannya yang telah berubah pada Beam. Dan Beam perlahan mulai menyadari itu. Cinta Plan pada Mean bukanlah sebuah pengkhianatan,melainkan sebuah garis yang telah diguratkan takdir untuk Plan.
Mean membuka pintu ruang rawat Plan dan mendapati Plan sedang berada dalam pelukan pria lain. Tentu saja ada rasa cemburu yang membakar dadanya. Namun Mean mencoba tenang. Ia telah berbicara dengan Beam. Dan Beam pun sudah meluapkan semua perasaannya pada Mean. Mean tak ingin Beam terpuruk dalam penyesalannya walaupun Mean berpikir itu akan menjadi harga yang pantas bagi Beam karena telah hampir merenggut Plan dari hidupnya. Namun... Setiap orang berhak akan kesempatan kedua. Dan Mean ingin memberi kesempatan itu pada Beam. Mean mematung di pintu. Membiarkan sepasang mantan kekasih itu untuk menyelesaikan masalah diantara keduanya.
"Aku mencintaimu Phiii...."
Beam semakin erat mendekap Plan. Mean hanya mampu memalingkan wajahnya. Tak kuasa melihat orang lain mengutarakan perasaannya pada pria yang kini telah jadi miliknya.
"Aku bersalah karena telah melukaimu..."
Plan masih terdiam dalam isakannya.
"Aku khilaf... Aku tak bisa mengontrol diriku sendiri yang terlalu mencintaimu. Aku benar-benar gila saat kau memilih dia phii.... Aku juga merasakan sakit phii...."
Plan menutup matanya. Sesalah apapun Beam dimata orang lain. Tapi bagi Plan jauh di lubuk hatinya ia sadar kalau kesalahan yang sesungguhnya ada pada dirinya.
"Aku benar-benar sakit hingga aku pikir aku bisa mati..."
Beam menenggelamkan wajahnya pada bahu kecil Plan.
"Tapi saat melihat kau yang terluka,kau yang hampir mati. Aku... Aku... Jauh lebih tersiksa phii... Jauh lebih terluka... Kau tahu phii... Kebahagiaanku bukan saat aku memilikimu..."
Beam perlahan melepaskan pelukannya. Tapi masih memegang bahu Plan. Ia menatap Plan yang masih tak sudi menatapnya.
"Phiii...."
Suara itu bergetar penuh rasa menyesal,ketakutan dan juga kesedihan yang mengiris hati Plan. Plan merapatkan kelopak matanya. Menyembunyikan manik yang biasa memancarkan kebahagiaan bagi yang memandang. Ia tak bisa memungkiri getaran yang kini menyentuh perasaannya. Getaran yang dulu selalu ia rasa saat bersama Beam. Beam tak pernah berubah. Ia masih pria yang mencintai Plan. Walau kini Plan tak lagi bisa membalas perasaannya.
Plan membuka matanya perlahan. Mengatur nafasnya yang tersengal. Mencoba mengatur detak jantungnya agar rileks. Mencoba menerima kembali Beam dalam hidupnya. Sebagai seorang Beam bukan seorang monster atau penjahat.
Plan melihat wajah itu. Wajah yang dipenuhi penyesalan sekaligus kebahagiaan.
"Phiii...."
Beam menunduk. Mencoba mengatur emosinya.
"Aku ingin kau bahagia..."
Plan tak kuasa menahan tangisnya. Ia memeluk pria dihadapannya itu.
"Berjanjilah agar selalu bahagia Phii...."
Beam memeluk mantan kekasihnya itu erat. Menumpahkan semua perasaan kasihnya untuk yang terakhir sebelum ia melepaskan Plan untuk orang lain. Selamanya.
Teruslah bahagia phii...
################################
Mean mundur perlahan,menutup kembali pintu ruang rawat itu rapat. Air matanya meleleh. Tapi senyum mengembang di bibirnya. Tak ada lagi perasaan cemburu yang menyesakan dada. Malah kelegaan yang kini menyelimutinya. Dari awal ia telah yakin kalau Plan adalah jodohnya. Ditakdirkan untuk dirinya. Memilikinya seperti kau memiliki jantung untuk berdetak,udara untuk bernapas dan bibir untuk terus tersenyum. Plan adalah segalanya.
Dan Beam. Tak ada lagi kebencian yang tersisa dalam benak Mean. Malah rasa hormat dan simpati yang besar. Kerelaan Beam untuk melepaskan Plan sejujurnya,Mean sendiri tak akan seberani dia. Tak akan sekuat dia. Mean tak akan mungkin mampu merelakan Plan untuk tersenyum dengan orang lain. Tapi Beam,hatinya begitu besar. Cintanya begitu besar. Hingga ia mampu merelakan Plan.
Selamanya akan ku pegang itu Beam.
Sebuah janjiku padamu.
Plan akan selalu bahagia.
Dan selamanya bahagia.
Terimakasih....Note:
Cheesy yah???
Sorry yah... Sebatas itu kemampuan author...
Hmmm...
Author sayang Beam dan Mean.Jadi biar author aja yang bahagiain Plan 🤣🤣🤣🤣
Gak deng.... Jadi kalian team mana nih??
#teambeam atau #teammean ???