Plan membuka matanya perlahan. Kepalanya berdenyut dan rasa mual langsung menyambut. Plan tak bisa menahan perasaan ingin muntah itu,dengan cepat ia memiringkan kepalanya dan darah keluar dari mulutnya.
"Plann!!!!"
Prim berlari ke arah adiknya,mencoba membantu adiknya meringankan nyeri dan menggeser tubuhnya agar lebih leluasa memuntahkan segala apa yang ada di kerongkongannya.
Setelah beberapa menit,Plan merasa mualnya telah hilang. Prim membersihkan sisa-sisa darah dari bibirnya. Lalu menekan tombol untuk memanggil suster.
Suster mengganti sprei dan juga bantal Plann yang terkena muntahan darah. Sementara Plann masih berada di ambang batas kesadaran. Antara sadar dan tidak. Dan nyeri yang hebat kembali menghantam kepalanya,diiringi rasa mual yang kembali membuatnya memuntahkan isi perutnya.
Plan merasa benar-benar lemas dan kesakitan di sekujur tubuhnya. Ia ingin sekali tertidur. Terlepas dari rasa sakit yang menyiksanya. Hingga ingatan memaksanya kembali pada masa indahnya saat merengkuh Sun.
Sun...
"Sun.... "
Dan Plann tak kuasa menahan kantuk yang tiba-tiba menyerangnya.
################################
Mean menyeret kakinya panik menuju ke ruang ICU. Mean hanya mengalami luka kecil di kakinya. Dan tulang bahunya yang sedikit bergeser. Iya bisa menahan semua luka fisik yang ia derita. Tapi saat melihat kondisi Plan yang memburuk hingga harus dibantu beberapa alat di tubuhnya. Hatinya benar-benar sakit. Sakit yang sama sekali ia tak bisa tahan. Mean jatuh bersimpuh. Air matanya bagai air terjun yang tak pernah surut. Sementara hatinya tercabik tiap kali mengingat Plan yang menyebut namanya lirih sebelum mereka berdua tenggelam ke dalam alam bawah sadar.
"Howwaaaaa..... Owaaaa.... Owaaa....."
Suara Sun tiba-tiba mengisi pendengaran dan juga hati Mean yang hampir sepenuhnya hancur. Ia memutar kepalanya ke sekeliling dan menemukan Sun dalam dekapan Mama Plann. Mean berdiri menyongsong anaknya. Tangisnya masih belum terhenti dan kini ia malah sama sekali tak bisa berhenti. Sun terlihat sangat bersedih.
"Ssssttt... Sayang... Ssstt... Jangan sedih yah... Papa Plann hanya tertidur. Dia akan bangun dan baik-baik saja... Daddy janjiii..."
Mean menciumi anaknya. Perih dan sakit di hatinya semakin menjadi-jadi. Ia belum siap untuk kehilangan bahkan tak akan pernah siap.
################################
Dokter keluar dari ruang ICU,dahinya berkerut. Sudah pasti bukan berita baik yang ia akan sampaikan. Tapi Mean tetap antusias mendengarnya.
"Kemungkinan besar tuan Plan mengalami gegar otak. Beberapa tulang rusuknya juga patah. Tubuhnya terhantam dengan sangat keras. Tapi untungnya tak melukai organ dalamnya. Yang saya khawatirkan adalah gegar otaknya ini..."
"M-m-maksud dokter??"
"Aku tak tahu... Sepertinya tuan Plan sedang dalam tekanan mental yang cukup berat saat ia mengalami kecelakaan. Hal itu sedikit banyak mempengaruhi cedera di otaknya. Ini sudah hampir 12 jam tapi tuan Plan masih belum berhenti muntah kapanpun ia tersadar. Aku takut ini akan memperburuk keadaan fisik dan mentalnya."
Mean terduduk,mencoba mencerna maksud kata-kata dokter. Tapi kecemasan sudah meracuni akal sehat. Dan isakan kembali keluar dari mulutnya. Selama ini ia pikir ia lelaki kuat. Ia sanggup melakukan apapun untuk orang-orang yang ia cintai. Ia sanggup melindungi mereka dari hal terburuk sekalipun. Tapi nyatanya kini ia tak ubahnya bak daun kering. Yang bahkan sentuhan angin yang sangat lembut pun mampu membuat ia terjatuh.