Is That So?

3.5K 496 213
                                    

Aku lupa kalau di book ini masih ada Namseok. Hadeeeuuhh. Kenapa aku melewatkan konflik saling tipu-tipu di antara mereka sih?
Enaknya dibikin chapter sendiri apa gimana ini? Hmmmmm~


***

Taehyung frustasi. Ia benar-benar kehilangan kontak dengan Yoongi sekarang ini. Nomor pemuda itu sama sekali tak bisa dihubungi. Ia coba menghubungi beberapa teman Yoongi--termasuk Kihyun dan Hyunwoo, tapi tak mendapat respon hingga kini. Son Seungwan? Dia tak lagi bisa diharapkan karena gadis itupun sudah tak pernah menghubungi Yoongi lagi.

Maka jalan satu-satunya adalah pergi ke kampung halamannya di Daegu. Entah ada keyakinan dari mana bahwa Yoongi berada di sana sekarang. Sempat ia coba menghubungi orang tua Yoongi beberapa saat lalu untuk memastikan. Tapi menurut penuturan asisten keluarga Min, kedua orang tua Yoongi sedang bepergian ke luar kota dan Yoongi sendiri tidak mengabari jika mau pulang.
Pikirnya, bisa jadi asisten itu berbohong demi melindingi Yoongi. Maka tanpa ragu lagi Taehyung mengemudikan mobilnya dengan kecepatan penuh ke sana.

Pukul sepuluh malam Taehyung sampai di rumahnya. Sekilas ia melirik kediaman keluarga Min di mana memang terlihat sepi seperti tak berpenghuni. Untuk sementara ia akan pulang ke rumahnya dulu sebelum coba mencari Yoongi esok paginya.

"Taetae? Kau pulang?", Nyonya Kim yang membuka pintu terbelalak melihat sang putra sudah ada di depan matanya. Bukan karena tak senang Taehyung pulang, hanya saja ia seketika tau bahwa putranya ini sedang mengalami sesuatu. Terlihat jelas dari gurat wajahnya yang tak ceria dan seakan penuh beban.

"Ada apa? Kenapa tidak memberitahu Ibu dulu?"
Taehyung menghamburkan diri untuk memeluk Ibunya, "Ceritanya panjang, Bu."
"Apa ada masalah dengan pekerjaanmu, hm?"
Taehyung menggeleng, "Ini lebih buruk dari itu. Besok saja aku ceritakan. Aku mau istirahat dulu ya, Bu."

Nyonya Kim mengangguk, "Baiklah kalau begitu. Tidurlah."

Pemuda tinggi itupun segera menuju kamarnya di lantai dua. Kepalanya menoleh ke jendela, tepatnya di seberang sana--ada jendela lain yang biasanya terdapat seorang pemuda mungil berparas cantik yang selalu memakinya sepanjang hari karena terus mengganggunya.

Itu jendela kamar Min Yoongi.

Taehyung tersenyum tipis, mencoba membuyarkan rasa nyelekit dalam dada yang tak mampu ia tepis.

...

Waktu sudah memasuki dini hari ketika Yoongi menyelesaikan pekerjaannya. Ia merutuk keras sang editor-Kihyun karena sudah seenaknya meminta draft kelanjutan novelnya besok. Rasanya jengkel sekali karena sepertinya Kihyun tak memberinya empati sama sekali. Sudah tau ia sedang berkonflik dengan Taehyung, bukannya menghibur, Kihyun justru makin menambah pekerjaannya saja. Untung saja sahabat.

Yoongi merenggangkan tubuhnya yang selama empat jam tak bergerak dari meja kerjanya. Dan sudah tiga cangkir kopi ia habiskan sebagai teman menulisnya.
Ia menghela napas dalam. Mendadak saja ia jadi teringat Taehyung.
Dulu jika ia harus menulis malam-malam, Taehyunglah yang membelikannya kopi, Taehyunglah yang membantu memijit punggungnya di tengah ia menulis. Meski kadang Taehyung justru tertidur pulas dan bukannya menemaninya begadang semalaman.

"Apa-apaan ini? Baru sebentar berpisah saja sudah seperti ini. Menggelikan."

Yoongi melirik ponselnya yang tergeletak di atas meja. Sudah pasti tidak ada nomor Taehyung yang menghubunginya karena ia sudah membuang nomor lamanya dan mengganti dengan yang baru. Bahkan hanya Kihyun saja yang diijinkan tau soal nomor teleponnya.

Ia sendiri tak mengerti kenapa harus berlari menjauhi Taehyung begini. Yang ia pikirkan, mungkin inilah yang terbaik untuk keduanya. Yoongi tak mau Taehyung terus menerus bergantung padanya. Dan lagi--menikah katanya? Astaga. Taehyung pasti sudah gila.

DDAENG! (Taegi) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang