•••
And you should think about the consequence.
•••Resiko dari mencintai adalah tersakiti. Jika kau tidak ingin menerima semuanya, seharusnya kau memikirkan konsekuensi itu sejak jauh hari.
Seorang gadis duduk termenung di salah satu kursi taman di bawah pohon rindang. Surai merah mudanya bergoyang tertiup angin sore, tidak ada hal yang ia lakukan, hanya duduk dengan wajah menunduk.
Sakura ingin menangis sebenarnya, hanya saja dia sudah terlalu lelah untuk melakukannya. Sebelum hari ini dia telah banyak menangis dan membuang air matanya. Meskipun begitu ia tidak menyesal melakukan semua ini, setidaknya rasa penasarannya telah terbayarkan.
"Sakura-chan!!"
Sakura sangat hapal dengan suara berisik itu. Uzumaki Naruto. Sakura merasa harus banyak berterimakasih pada pemuda itu, tanpanya mungkin Sakura sudah melakukan hal yang tidak diinginkan.
"Dalam cinta pasti akan ada yang menyakiti dan tersakiti. Aku tahu kau tidak mungkin menyakiti Sasuke, Sakura-chan. Lepaskan dia."
Sakura mengembangkan senyumannya saat mengingat perkataan Naruto kepadanya semalam. Andai saja pemuda itu tidak ada malam itu, Sakura pasti sudah melakukan hal yang diluar dugaan pada Hinata.
Cinta telah membuatnya gelap mata. Sakura tahu, Naruto juga bukan semata-mata ingin menenangkannya saja, pemuda itu juga berusaha melindungi gadis pujaannya. Sakura juga tahu jika perasaan Naruto padanya sudah mati sejak dulu dan entah sejak kapan berganti, itu juga membuatnya sedikit sadar bahwa dulu dia tidak cukup bersyukur karena memiliki orang yang menyayanginya. Namun, setidaknya dia tahu Naruto tidak pernah menjauhinya.
Sakura sangat bersyukur karena itu.
Naruto berlari menghampiri gadis merah muda itu sambil membawa kantong plastik dengan nafas terengah.
"Aku mencarimu kemana-mana. Ternyata kau di sini."
"Ada apa?"
Naruto menegakkan tubuhnya lalu duduk di samping Sakura. Mengeluarkan dua bungkus es loli dari plastik yang dia bawa tadi. Setelah membuka bungkusnya ia memberikannya pada gadis yang duduk di sampingnya.
"Ini untukmu. Kau bisa mematahkannya dan itu akan menjadi dua."
Sakura mendengus pelan. "Aku tahu! Aku bukan anak kecil, baka! "
Sakura mengambil es dari tangan Naruto dengan cepat, sedangkan pemuda rubah itu dia hanya terekeh sambil memperhatikan gadis di sebelahnya.
"Andai memisahkan mereka berdua itu semudah memisahkan es ini. Aku tidak akan menyerah semudah itu." ujar Sakura dengan nada lirih di akhir kalimatnya.
Naruto yang tadinya fokus memperhatikan orang yang berlalu lalang lantas menoleh ke arah gadis di sebelahnya, "Apa yang kau lakukan sudah tepat, Sakura-chan. Kau hanya tinggal merelakannya."
"..."
"Kau pasti bisa."
"..."
"..."
"Arigatou."
"Hm?"
Naruto menoleh, Sakura yang berterimakasih padanya adalah momen yang langka. Jadi, wajar bukan jika pemuda itu merasa sedikit terkejut.
"Untuk semuanya." jawab Sakura disertai senyuman tulus.
Naruto menunjukkan senyuman lebarnya, di kedua pipinya mulai muncul semburat merah muda.
"Aku senang, bisa membantumu Sakura-chan."
•••
"Aku tidak mau!" suara baritone itu menekan setiap kata yang keluar.
Hinata menghela nafas pelan, matanya mulai bergerak gelisah. Sejak tadi dia berdebat dengan Sasuke tentang masalah sepele. Dia hanya sedang ingin makan ramen di kedai Ichiraku tapi, pemuda itu bersikeras menolak dengan alasan tempat itu adalah tempat yang sering didatangi Naruto.
"Apapun asalkan jangan tempat itu." ujar Sasuke akhirnya. Hinata diam terlihat memikirkan sesuatu. Dia pikir tidak ada gunanya memaksa Sasuke.
"A-aku ingin pulang saja." putus gadis itu lirih.
Sasuke spontan menoleh pada Hinata, tatapannya seketika menajam menatap gadis itu curiga, "Kau marah padaku?"
Hinata mengerjap, "A-apa?"
"Kau sangat ingin ramen? Demi Tuhan Hinata! Kedai ramen di sini sangat banyak. Kita bisa makan di salah satunya. Mengapa kau marah hanya karena ini?"
Hinata mengerutkan keningnya. Sejujurnya bukan itu yang dia maksud, dia ingin pulang karena dia ingat semalam tidak pulang dan dia juga tidak mau memaksa Sasuke lebih jauh untuk masalah kecil seperti ini.
"Bukan begitu, hari s-sudah sore dan aku belum pulang sejak semalam."
Sasuke semakin memicingkan matanya curiga, "Kau aneh."
Hinata mengangkat kedua alisnya tidak mengerti dengan apa yang dikatakan Sasuke padanya.
"Mood-mu mudah sekali berubah, baru sepersekian detik kau memaksa ingin makan ramen, sekarang kau mau pulang." lanjut Sasuke sambil terus menelisik gadisnya itu.
Hinata masih diam, sebenarnya dia sendiri juga tidak tahu mengapa mendadak ingin makan ramen padahal perutnya tidak terlalu lapar. Dia hanya mengikuti instingnya saja.
"Ah! Maafkan aku. Tapi, s-sekarang aku benar-benar ingin pulang." ujar Hinata sedikit memaksa.
Kali ini Sasuke yang terdiam sambil menatap Hinata lama. Sepertinya ia tengah berpikir.
"Baiklah." ujar Sasuke, ia melajukan mobilnya menuju rumah Hinata.
Sesekali mata elang itu melirik Hinata yang sedang diam sambil melihat keluar jendela menatap jalanan ramai yang mereka berdua lewati.
"Hinata."
"Y-ya?"
Hinata menoleh menatap Sasuke dari samping karena pandangan pemuda itu fokus menatap jalanan yang ada di depannya.
"Apa hari ini aku bisa menemui Ayahmu?"
To be Continued❤
A/N:
Semoga kalian sukaa❤
Jangan lupa tinggalkan jejak yaa~❤
Sankyuu~❤❤
KAMU SEDANG MEMBACA
[SasuHina]✔
FanficKebohongan seringan bulu yang Sasuke buat agar Hinata si gadis pujaannya tetap ada dalam pelukannya. Meskipun Sasuke tahu bahwa Hinata tidak pernah melihatnya dan lebih memilih untuk mencintai sahabat kuningnya yang tidak lain adalah Naruto. Akankah...