.
.
.
.Ada seorang anak laki-laki, namanya Roy, dia tidak pandai bersosialisasi dan termasuk anak yang pendiam, dia memakai kacamata bulat dengan bingkai hitam, baju seragam SMP nya dimasukkan ke dalam celana, dan rambut hitamnya selalu disisir ke belakang, bagi setiap guru yang berpapasan dan melihatnya mereka akan selalu memuji penampilanya yang rapi.
Tapi teman-teman sekolahnya selalu mengejek dan mencemooh penampilannya, mereka mengatakan ia terlihat culun, dan nampak seperti orang bodoh. Penampilannya itu juga yang membuatnya selalu dibully dan dijauhi oleh teman sekolahnya, akibatnya ia tidak memiliki siapapun yang bersedia menjadi temannya.
Setiap kali setelah mereka puas membullynya, mereka akan selalu mengatakan, "Maaf, kami tidak sengaja melakukannya." Dengan ekspresi yang sangat bertentangan dengan apa yang mereka katakan.
Roy hanya akan menundukkan kepalanya, sehingga tidak ada yang bisa melihat seperti apa ekspresi wajahnya.
Suatu hari ada seorang murid pindahan, dan kebetulan ditempatkan di kelas yang sama dengan Roy. Murid pindahan itu seorang perempuan, dan dia duduk tepat disamping Roy.
"Hai, namaku Yaya. Siapa namamu?" Roy tertegun karena tidak menyangka bahwa murid baru itu akan mengajaknya berkenalan.
Dengan senang hati Roy menyebutkan namanya, tidak lupa senyum manis ia sunggingkan, "namaku Roy, salam kenal Yaya."
Setelah itu mereka mulai berteman, Roy sangat senang karena akhirnya ia memiliki seorang teman. Namun kebahagiaanya tidak berlangsung lama, karena Yaya bergaul dengan Roy, ia juga menjadi bahan bullying di sekolah. Tidak ada yang ingin bermain dengannya, selain Roy tentunya. Yaya termasuk anak yang suka memendam apa yang dirasakannya seorang diri, dia tidak pernah bercerita pada siapapun tentang pembullyan yang terjadi padanya, bahkan tidak pada orang tuanya dan temannya, Roy.
Yang paling parah yang pernah dialami oleh Yaya adalah dikunci di dalam toilet sekolah, tanpa ada siapapun yang menolongnya, hingga keesokan harinya barulah ia bisa keluar.
Karena tidak tahan menanggung beban yang dialaminya, suatu hari Yaya memutuskan untuk bunuh diri.
Yaya bersama Roy memakan makan siangnya diatap sekolah, hari itu Roy merasakan keanehan pada temamnya, dan hatinya tiba-tiba merasa gelisah.
"Yaya, ada apa?" Yaya menatap Roy, melihat kecemasan dimata temannya ia tersenyum, "aku tiba-tiba ingin minum jus mangga, maukah kamu membelikannya untukku di kantin sekolah?"
Roy menatap Yaya sejenak, merasa ragu untuk meninggalkan Yaya sendirian, pada akhirnya Roy mengangguk dan berlari pergi meninggalkan Yaya sendirian, setelah sebelumnya meninggalkan kata terakhirnya untuk Yaya, "kamu jangan kemana-mana. Tunggu aku disini, aku akan segera kembali."
Ketika Roy kembali dari kantin, ia menemukan sesuatu yang aneh, ada banyak orang yang berkumpul di halaman sekolah sambil menatap ke atap sekolah yang berlantai empat, tiba-tiba hatinya merasa gelisah dan takut. Ia pun mengikuti pandangan semua orang, dan jantungnya seakan melompat keluar dari dadanya ketika melihat Yaya berdiri diluar pagar pembatas atap sekolah. Rambutnya yang sebahu berkibar tertiup angin, begitupun rok sekolahnya, orang-orang dibawah hanya bisa melihat gambar belakangnya yang indah sekaligus membuat hati gemetar ketakutan.
Yaya berdiri sambil membelakangi tepi atap sekolah, sosoknya yang terlihat rapuh dan putus asa membuat orang-orang berpikir ia akan jatuh dari atap sekolah kapan saja hanya dengan tiupan angin, tidak ada yang tahu apa yang terjadi pada siswi itu hingga ia memutuskan untuk bunuh diri. Setelah pulih dari shocknya Roy segera berlari menuju atap sekolah, ia tidak sadar kapan jus mangga ditangannya terlepas, yang ada dipikirannya hanyalah mencegah Yaya untuk melompat dan membunuh dirinya sendiri.
Roy sagat takut dia akan terlambat, sehingga tidak peduli seberapa lelahnya dia, Roy tetap berlari menaiki tangga hingga sampai ke atap, tidak disangka ditengah tangga ia menabrak siswa lainnya. Roy melihat bahwa yang ditabraknya adalah Jack, orang yang selau membullynya, Roy melihat wajah Jack yang pucat dan terlihat sangat ketakutan, sebelum berlari pergi tanpa meminta maaf padanya. Roy mengabaikan keanehan Jack dan kembali berlari menaiki tangga.
Dengan nafas compang-camping ia menatap sekeliling, mencoba mencari sosok Yaya, nihil, ia tidak menemukan siapapun di atap.
BRAAAK!!
Ketika ia mendengar suara benda yang jatuh, Roy sadar ia sudah terlambat. Suara pekikan histeris berdengung ditelinganya, dia tidak sanggup menengok apa yang terjadi di bawah, Roy roboh dan dia meraung memanggil nama Yaya, namun sang pemilik nama tidak pernah menyahut.
Entah berapa lama ia menangis di atap sekolah, ketika ia sadar langit sudah berubah jingga, Roy berdiri dan bersiap pulang ke rumah, menuruni tangga selangkah demi selangkah dengan langkah gontai. Seketika ia terdiam nampak memikirkan sesuatu, pandangan matanya menajam dan pupil matanya tiba-tiba berubah semakin gelap.
Langit yang gelap dan hujan deras mengguyur kota di hari pemakaman Yaya, Roy berdiri mematung menatap gundukan tanah basah yang ditaburi bunga, sudah dua jam berlalu sejak Yaya dimakamkan dan sudah dua jam pula Roy berdiri dibawah guyuran hujan, menatap makam temannya dengan linglung.
Roy mendongak menatap langit, tangan kanannya yang memegang payung hitam menggenggam kuat, mata hitamnya memancarkan tekad yang kuat, ia berbalik dan melangkah dibawah hujang dengan payung hitam ditangannya.
Keesokan harinya sekolah kembali digemparkan dengan berita terbunuhnya Jack, ia tewas di dalam kamarnya dengan mata yang melotot dan mulut tersumpal kain, kedua kakinya terikat kuat, ada pantulan kengerian dan kesakitan dimatanya, seolah-olah ia baru saja mengalami hal yang sangat menakutkan, kedua tangannya tercincang habis, dan ada puluhan tusukan paku disekujur tubuhnya merangkai sebuah kata yang membuat orang merasa ngeri membacanya.
Kata itu berbunyi seperti ini, "Maaf, aku tidak sengaja melakukannya."
.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
STORIETTE
Short StoryWaktu ketat. Tak ada jeda tuk berhenti sejenak. Waktumu terlalu berharga tuk singgah dan melihatku. Namun, hei. Ku tak memintamu tuk menetap, tidak juga tuk bermalam di sini. Ku hanya memintamu tuk melihat, tuk mengamati, tuk meneliti. Mencermati se...