.
.
.Seperti dulu aku mengikutimu diam-diam, berjalan tepat di belakangmu tanpa takut kau akan menangkap basah diriku yang sedang mengikutimu.
Melangkahkan kakiku tepat di atas jejak kakimu yang lebih besar dari kakiku, sesekali kau akan berhenti berjalan tapi aku tahu kau tidak akan berbalik, karena kau tahu aku lebih suka melihat punggung tegapmu seperti yang pernah kukatakan padamu dulu.
Aku tersenyum bahagia menyadari kau tidak pernah melupakan kebiasaan unikku, mengikutimu sambil melihat punggungmu.
Sejujurnya, aku hanya takut menatap matamu, aku takut melihat sorot matamu yang terluka , aku takut melihat ekspresi wajahmu nanti, saat kau tahu aku tidak berada di belakangmu untuk mengikutimu pulang ke rumah seperti dulu, aku takut menangkap guratan kecewa diwajahmu, ku akui aku memang seorang pengecut, aku takut melihatmu... menangis.
Karena itu aku tetap tinggal di pantai ini, menunggumu kembali dalam penantian yang menyiksa, hingga fajar tiba dan mengakhiri penantianku. Aku akan sembunyi di balik pohon kelapa meskipun aku tahu tanpa sembunyi pun kau tidak akan menyadari keberadaanku, aku menjaga jarak sejauh mungkin darimu hingga pada akhirnya aku akan kembali mengikuti jejak langkahmu dari belakang.
Aku selalu menikmati waktu yang kuhabiskan bersamamu dalam keheningan panjang, dan kita selalu seperti ini, berjalan di tepi pantai, menunggu hingga matahari terbit dan kau akan pulang ke rumahmu saat matahari beranjak semakin tinggi dari peraduannya, kau berjalan pulang sendirian, tanpa aku.
"Sampai kapan kau akan mengikutiku?"
Aku teperanjat di belakangmu ketika kau tiba-tiba berbalik, mata hitammu mengamatiku dengan sorot penuh kerinduan, aku menahan nafas dan pikiranku mendadak kosong, aku tidak berani bergerak se inchi pun dari tempatku, seolah-olah tubuhku telah membeku.
"Tempatmu di sampingku, bukan di belakangku." Jantungku berdetak heboh, ketika kau bicara dengan senyuman yang menawan. Mataku tiba-tiba terasa panas dan berair, sudah berapa lama aku tidak mendengar suaramu? Dan sekarang kau bicara.. ini mimpi! Mimpi terindah yang pernah kumimpikan!
"Kemarilah." Ajakmu, membuatku membelalakkan mata, ini tidak mungkin! Tidak mungkin! Ada yang tidak beres di sini.
Aku terkesiap ketika kau berjalan ke arahku dengan tangan terbuka lebar, seolah-olah kau ingin memelukku.
"Aku merindukanmu." Samar, kudengar kau berbisik. Seringan kapas, melayang ditiup angin sampai ke telingaku dan menetap di hati. Hangat.
Aku mundur ketika kau semakin dekat denganku, nafasku memburu dan detak jantungku kian tak terkendali, hingga aku berpikir jantungku akan lari dari tempatnya bila aku tidak segera menenangkannya.
Aku terkesiap ketika kau hendak merengkuhku, otakku terus mengingatkan bahwa ini mustahil terjadi, mataku terpejam erat dengan tubuh yang kaku. Aku menghitung dalam hati, menunggu lengan kokohmu mengurungku dalam dekapan hangat.
Hingga hitungan ke sepuluh, aku masih tidak merasakan apa-apa, dengan kening yang ditekuk kubuka kembali mataku.
Nyeri.
Air mataku menetes, aku tersenyum getir ketika kau melewatiku, seharusnya aku tahu ketika kau berbalik dan tersenyum. Itu bukan untukku.
Seharusnya aku sadar semuanya tidak sama seperti dulu lagi.
Melewatiku? Beoku.
Bodoh! Dia tidak melewatiku, tapi menembus tubuh transparanku.
"Berhenti melakukan hal bodoh! mulai sekarang berjalanlah di sampingku." Tubuhku menegang mendengar suaramu yang sarat akan nada perintah.
Aku tidak berani melihat ke belakang, aku hanya mematung ditempatku melayang.
Seolah belum cukup, kau kembali melewati jalan yang sama persis saat kau menembus tubuhku, dan amat sangat kebetulan kau berhenti tepat di belakangku.
"Aku senang bisa melihatmu di sini, terima kasih sudah bersedia menemaniku."
Aku melihatmu berjalan tergesa sambil berpegangan tangan dengan seorang gadis. Meninggalkanku di belakangmu. Sendirian.
Dan aku terisak, tidak mampu membendung tangisanku. Kali ini kau tidak sendiri, ada orang lain di sampingmu, ada orang lain yang berjalan menyamai langkahmu. Perempuan lain yang kini menggantikan posisiku.
Kupikir aku akan merasa lega. Melihatmu mampu membangun cinta baru.
Bahagia saat kau tersenyum tanpa mengingat aku, kenangan yang telah membuatmu terluka.
Aku berbalik, tahu aku tak mampu melihat kebahagiaanmu bersama wanita lain.
'Tidak apa-apa.'
Aku meyakinkan diriku. Mencoba menguatkan diri.
'Kami berbeda, tidak mungkin bisa bersama.'
Senyumanku mengambang, setidaknya aku tahu bahwa dia baik-baik saja. Tanpa aku.
Maka kuputuskan untuk menghilang. Selamanya..
.
.
2, Februari 2019
Kamis, 12 November 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
STORIETTE
Short StoryWaktu ketat. Tak ada jeda tuk berhenti sejenak. Waktumu terlalu berharga tuk singgah dan melihatku. Namun, hei. Ku tak memintamu tuk menetap, tidak juga tuk bermalam di sini. Ku hanya memintamu tuk melihat, tuk mengamati, tuk meneliti. Mencermati se...