11. Kebahagiaan Gadis Kecil

23 0 0
                                    


.
.
.

Menarik seluruh perhatianku, adalah hujan yang tak kunjung reda setelah setengah hari berlalu. Bibirku melengkung ke bawah, saat rasa bosan menyelimutiku. Tidak ada yang bisa kulakukan selain terkurung di rumah besar ini saat hujan mulai turun.

Ketika aku beranjak dari jendela kaca dan berjalan menuju kamarku di lantai dua, aku tertegun.

Satu hal lagi yang tidak kusukai saat berjalan-jalan di rumah besar ini, setiap kali aku berpapasan dengan para pelayan, tidak ada satupun di antara mereka yang memandangku, ataupun memberi hormat, seolah-olah aku tidak berada di tempat ini. Mereka sungguh tidak sopan!

Bukankah aku Nona Muda mereka? Bukankah aku putri dari Tuan mereka? Lalu mengapa mereka bersikap kurang ajar padaku?! Apakah karena Ayah dan Ibuku tidak lagi tinggal di rumah ini? Kenapa? Bukankah Ayah dan Ibuku yang memberikan pekerjaan ini pada mereka? Bukankah mereka menerima upah dari orang tuaku? Lalu mengapa mereka begitu asing terhadapku? Aku mendengus kesal dan balas mengabaikan mereka.

Tepat saat aku hendak menyentuh ganggang pintu kamarku, suara keributan yang berasal dari belakangku membuat tubuhku menegang. Aku berbalik dan terpaku di tempat, kulihat paman dan bibiku berlari ke arahku dengan panik, wajah mereka pucat, seolah tak berdarah.

"Angkat tangan! Kalian telah melakukan pembunuhan berencana pada keluarga ini. Dengan menyabotase mobil dan membuatnya terlihat seperti kecelakaan."

Aku tersenyum samar ketika melihat polisi telah mengepung paman dan bibiku. Aku berbalik dan berjalan ke dalam kamarku, samar samar telingaku mendengar pertanyaan dari salah satu polisi.

"Katakan! Di mana kalian menyembunyikan putri mereka?!"

Aku berhenti di depan lemari yang terkunci, lalu masuk ke dalamnya, meringkuk dengan senyum samar tersungging di bibirku.

Kuingat kembali kejadian tiga hari lalu, mungkin juga menjadi penyebab mengapa para pelayan di rumah mengabaikan keberadaannku selama beberapa hari ini.

Malam itu aku menangis, merindukan ayah dan ibuku. Bukan hanya itu, aku juga sudah tidak tahan lagi dengan siksaan yang diberikan oleh paman dan bibiku, aku tidak mengerti apa yang mereka katakan, aku tidak tahu apa yang mereka tanyakan, ahli waris, surat wasiat, tanda tangan. Semua yang mereka tanyakan membuatku takut, dan aku hanya bisa menangis, lalu mereka akan memukulku, mencaciku karena aku bodoh hingga mereka puas dan bersedia meninggalkanku sendirian.

Situasi ini terus terulang setiap hari, hingga aku tak sanggup dan akhirnya kuputuskan bersembunyi di dalam lemari, berharap mereka tidak akan menemukanku, dan meninggalanku sendirian.

Tapi siapa sangka, bibiku berhasil menemukan keberadaanku. Memintaku keluar dengan suara kerasnya, aku sangat kerakutan dan memilih diam, berpura-pura tidak mendengarkan apapun.

Tidak! aku tidak mendengar apapun.

Keputusanku mungkin membuat bibiku marah, sehingga ia dengan sengaja mengunci pintu lemari sambil mengatakan bahwa karena aku tidak mau keluar, maka ia memperbolehkanku tinggal di dalam selamanya.

Tubuhku menggigil, aku ketakut namun masih bungkam, hingga aku merasa kesulitan bernafas, dadaku terasa terbakar, aku ingin keluar, mendorong pintu sekuat tenaga dan berteriak memohon belas kasihan pada bibiku. Hingga tubuhku yang penuh memar tak sanggup lagi mendorong karena lelah.

Lalu sunyi, dan aku tak mampu lagi berbicara, hingga mataku terpejam.

Aku tersenyum bahagia, sekarang aku tidak perlu lagi merasakan siksaan yang menyakitkan dari paman dan bibiku, tidak ada lagi pukulan dan tendangan, tidak ada lagi makian dan cacian menyakitkan yang harus kudengar.

Ibu dan Ayah tidak berbohong, selama aku meminta pertolongan pada Tuhan, maka takkan lama orang-orang jahat itu akan menerima hukumannya.

.
.
.
25 Maret 2020


.
.
.

Pernah kuposting di akun facebookku dengan beberapa tambahan kata di sana-sini.
.
.
Mohon kritik dan saran. ^^
.
.

❤❤❤

STORIETTETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang