6. Bersama Selamanya

43 2 0
                                    


.
.
.

Aku melirik jam tangan dipergelangan tangan kiriku, "mmm.. sudah jam sepuluh malam rupanya."

Kupijit pangkal hidungku, sedikit pusing setelah seharian bekerja didepan komputer. Setelah memastikan semua hasil pekerjaanku tersimpan, kumatikan komputer dan meninggalkan ruangan kerjaku.

Kuhembuskan nafas leleh, sembari melangkah ke ruang tamu, kuedarkan pandangan ke sekeliling rumahku, sepi. Suasana yang sepi membuatku merasa sedikit kesepian, aku jadi merindukan kekasihku yang selalu mengomel. Aku sangat mencintai kekasihku, aku tidak ingin berpisah dengannya, dan aku akan melakukan segala cara agar kami tetap bersama.

Biasanya kekasihku akan selalu mengomel jika ia tahu aku bekerja lembur dan lupa untuk makan malam, tapi sekarang ia tidak akan melakukannya lagi.

Drrrt..
Drrrt..

Kurasakan kantong celanaku bergerat, "siapa yang menelponku selarut ini?" aku merogoh kantong celanaku dan mengambil ponselku yang masih setia bergetar, menunggu untuk dijawab. Kulirik layar ponselku dan membaca nama si pemanggil, wajahku seketika cemberut, "mengapa baru memanggilku sekarang?"

"Halo bu, ada apa?" Aku sudah terbiasa menyebut orang tua kekasihku dengan panggilan ibu dan ayah, hingga sekarang rasanya sangat sulit menghilangkan kebiasaan itu.

"Tidak. Seminggu ini aku tidak bertemu dengannya... ya, kami hanya sedikit bertengkar," aku terus mendengarkan apa yang dikatakan oleh ibu kekasihku, dia nampak khawatir karena putrinya tidak menghubunginya seminggu ini. Aku mengatakan padanya untuk tidak khawatir, aku menenangkannya dengan mengatakan mungkin putrinya masih kesal padaku karena pertengkaran kami, dan mungkin sedang menenangkan diri dan tidak ingin diganggu oleh siapapun. Aku berjanji padanya ketika putrinya menghubungiku aku akan segera memberitahunya.

"Jangan khawatir bu, aku janji, sungguh." Setelah aku berhasil meyakinkan ibu kekasihku, panggilan telepon dimatikan, dan aku menghela nafas lelah, "ck, merepotkan."

Aku meneruskan langkahku hingga sampai ke dapur, aku berencana untuk memasak sesuatu sekedar mengganjal perutku yang lapar. Ah, jika saja kami tidak bertengkar seminggu yang lalu, dan kekasihku tidak mengatakan ingin berpisah denganku, saat ini pasti dia yang akan menyiapkan makanan untukku.

Aku melangkah menuju kulkas, membuka pintunya dan melihat isinya. Aku menghela nafas, "ini adalah yang terakhir."  Setelah memutuskan aku akan memasak sup untuk makan malamku, Segera kukumpulkan bahan-bahannya dan memasaknya dengan semangat.

Kutatap mangkuk didepanku yang terisi penuh dengan sayur dan daging yang telah matang, bibirku melengkung ke atas dan mataku membentuk bulan sabit, akhirnya apa yang kuinginkan akan terwujud, "sayang, kamu bilang ingin berpisah denganku? Tapi mulai sekarang kita akan menjadi satu, kita akan bersama selamanya dan tidak akan pernah terpisahkan."

.
.
.

Selasa, 9 Oktober 2018

STORIETTETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang