Bab 4; Sialan!

627 61 3
                                    

Baba merasakan ada hawa dingin saat dia membuka kulkas diruangan Kana. Adem.

"Gini kek, dari tadi. Ini nggak, polusi mulu yang gue cium sepanjang jalan kenangan," gerutunya.

Bbbyyurr!!
"Uhuk...uhuk!" jus jeruk yang baru saja menyentuh kerongkongan Baba menyembur keluar saat Kana masuk dengan membanting pintu.

"Na!"

Kana hanya berdiri bersedekap dada memperhatikan Baba yang masih terbatuk-batuk.

"Air, dong Na,"

"...."

"Na,"

"Lo tuh, kalau mau bikin ribut jangan di depan butik gue. Bukannya rame karena banyak pelanggan yang datang ke Butik gue, malah rame buat nontonin ulah sok belagu lo itu! Tau nggak!" omel Kana sambil memberikan segelas air putih pada Baba.

"Ya, maaf, Na. Gue nggak maksud. Lo kan, liat sendiri gimana ngeselinnya bapak tadi," Baba membela diri seperti anak kecil.

"Lo itu udah tua, Ba. Be wise lah. Jangan kayak bocah lima taun mulu."

"Gue udah bilang belum, kalo lo itu mirip banget sama emak gue?"

"Gue udah bilang belum, kalo lo itu mirip banget sama anak TK?"

"Gue udah bilang belum, kalo lo itu cantik banget, Na?"

"Gue udah bilang belum, kalo lo itu nggak ada bedanya sama sambel basi?"

"Sambel basi? Maksudnya, Na?"
"Nggak laku!"

Uhuk! Baba tersedak air liurnya sendiri.

"Na, kok lo ngomong nusuk banget ke jantung gue? Sesek, Na. Susah napas gue nya," Baba berpura-pura megap-megap seperti ikan kekurangan air.

Selalu begini kalau sudah beedebat dengan Kana. Ujung-ujungnya selalu status Baba yang jomblo ngenes yang kena. Omong-omong tentang jomblo, Baba jadi ingat tujuannya datang kemari selain menagih janji Kana untuk menemaninya jalan-jalan.

"Ehm, Na, gue mau ngomong serius, nih sama lo," Baba tiba-tiba berubah gugup dan canggung.

"Ngomong apa? Janji gue? Iya, gue temenin, tapi nggak sekarang. Akhir minggu ini."

"Ada hal lain yang mau gue omongin sama lo. Lebih penting. Yah, walaupun yang ini juga penting," Baba kembali meneguk sisa air putih yang diberikan Kana tadi.

"Jangan aneh-aneh, deh Ba."

"Na, nikah yuk."

Untuk beberapa detik yang terasa sangat lama, Baba merasa keringat dingin mulai bercucuran saat reaksi Kana hanya melongo menatapnya. Sebelum tawa Kana meledak diruangannya dengan suara yang tidak terbilang seperti tawa perempuan.

"Ba, becandaan lo lucu banget, seri-us," Kana tersedak oleh tawa saat mengatakannya. Dia terus mengusap air matanya karena tertawa.

"Gue serius, Na," Baba merajuk.

Bukannya berhenti, Kana malah semakin tertawa terbahak-terbahak.

Baba menggeram kesal. Dia melangkah maju, memutus jarak antara mereka. Dan, tanpa memikirkan apapun, bibirnya menyentuh bibir Kana.

Kadang, Baba kesal dengan Kana yang selalu menganggapnya anak kecil. Apa dia tidak tahu, kalau Baba seperti ini hanya didepan Kana. Karena dia tahu, Kana selalu tertawa dengan tingkahnya seperti itu.

Oh my!

Kana segera mendorong tubuh Baba setelah dia sadar apa yang sedang terjadi.

"Apa yang-" oh, Kana menutup mulutnya, shock.

"Na, mungkin selama ini lo selalu nganggep gue becanda, nggak serius, kayak bocah. Tapi gue bener-bener serius sekarang. Gue pengin kita nikah."

"Tapi Ba-"
"Lagian, selama ini lo juga belum ketemu sama pria yang bener-bener tepat sama lo, kan. Umur lo juga udah pas buat nikah."

"Lo mau bilang kalau lo pria yang tepat buat gue?"

"Exactly"

"Gue nggak bisa."
"Tapi, Na, gue-" Kana mengangkat telapak tangannya leatas meminta Baba diam.

"sepuluh tahun, Ba. Kita udah sahabatan selama sepuluh tahun. Kit-"

"Tiga belas, Na." Baba memotong ucaan Kana.

"Iya, tiga belas. Dan selama itu, gue udah tahu semua sifat lo. Baik buruknya. Lo juga gitu. Dan gue nggak punya rasa apa-apa sama lo selain perasaan sebagai saudara."

"Kita pasti bisa ngerubahnya, Na."

"Ini nggak semudah yang lo bayangkan, Ba. Ngerti nggak, sih lo! Gue kayak nikahin abang gue sendiri!" teriak Kana frustrasi.

"Dan ini menjijikkan, Ba!"

"Kasih gue kesempatan, Na."

"Keluar, Ba."
"Na,"
"Keluar!"

Baba keluar dengan mengusap wajahnya kesal, sebelum mengtakan, "gue bakal balik lagi. Kalau-kalau lo udah lupa, gue orang paling gigih di dunia ini."

Dan sebelum sebuah novel tebal favorit Kana melayang ke keplanya, Baba keluar dari rungan tersebut.

Sialan!

Tiga belas tahun mereka bersahabat. Tapi Baba tidak pernah menunjukkan tanda-tanda sedikitpun dia naksir Kana. Selama ini dia selalu memperlakukan Kana layaknya teman, bahkan saudara perempuan. Jadi kenapa sekarang Baba malah memintanya untuk menikah dengannya.

Jomblo PelitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang