Bab 1; Gue juga manusia

1.5K 92 5
                                    

Suasana kafe berubah menjadi ramai dimalam minggu oleh muda-mudi yang sedang memadu kasih. Beberapa diantara mereka terlihat malu-malu menatap pasangannya, ada juga yang tertawa karena mendengar lelucon dari pasangannya. Padahal, leluconnya tidak lucu sama sekali. Ya, kadang jatuh cinta memang selucu itu, bukan.

Alunan lagu dengan tema roman picisan dari homeband semakin mendukung suasana malam minggu ini.

Diantara banyaknya muda-mudi di kafe tersebut, ada sepasang sahabat yang terlihat asik dengan dunianya sendiri sambil menikmati pesanannya masing-masing. Sang wanita sibuk membalas pesan dari temannya, sesekali ia tersenyum dan tertawa kecil membaca pesan yang masuk ke ponselnya. Sedangkan si pria, dia terlihat fokus dan serius memainkan game online di ponselnya.

"Ba, lo nggak bosen jomblo terus dari lahir?" Kana yang dari tadi sibuk saling membalas pesan dengan temannya kini menatap Baba yang sedang fokus main game.

"Nggak. Kenapa bosen? Jalan sama lo aja udah kayak jalan sama pacar." Jawabnya tak acuh.

"Ba, kalau orang lagi ngomong, perhatiin, dong." Kana menarik-narik tangan kiri Baba agar memperhatikannya.

"Apa, sih, Na? Jangan ganggu, dong. Gue hampir menang ini, yah... yah... yah." Baba berseru lesu.

"Kalah kan, gue. Gara-gara lo, nih."

Kana memutar bola matanya malas melihat sikap Baba yang tak ubahnya seperti bocah yang berusia lima tahun.

"Gue serius, Ba. Emangnya lo nggak mau nikah, apa?"

Baba yang sedang menikmati macaroni goreng melemparkannya tepat mengenai dahi Kana.

"Aww!"

"Lebay lo, ah, segitu aja meringis." Baba mencibir kana.

"Lo apaan, deh, Ba. Gue lagi nanya serius malah di lempar macaroni." Kana mendengus kesal pada Baba sebelum menyesap kopi tubruknya.

"Lagian, lo juga, sih. Pertanyaan tuh, yang berbobot dikit. Masa nanyanya gitu? Ya jelaslah gue mau nikah."

"Mau nikah sama siapa? Cewek aja lo nggak punya."

"Eh, ulet bulu! Lo kira, buat apa ketampanan gue yang diatas rata-rata ini? Rambut keriting halus, wajah bule turunan jerman, mata bulat kayak cewek korea, hidung mancung, bibir yang kissable, tinggi 180 senti, terus, tambah lagi tubuh gue yang atletis sama perut kotak-kotak." Baba mendeskripsikan dirinya sendiri.

"Menurut lo, cewek mana yang mampu menolak pesona seorang Barganyu? Ngeliat gue aja mereka udah teriak-teriak kayak tarzan.

"So, kenapa lo masih belum nikah?"

"Ya karena--"

"Bakal sia-sia duit yang udah lo kumpulin selama ini buat ngebiayain anak orang." Kana memotong kata-kata Baba dengan cepat.

"Nah! Itu lo tahu. Pinter banget, sih, ulet bulu, gue." Baba mengacak-acak rambut Kana dengan senyuman yang lebar.

"Nggak usah nikah aja, kalo gitu." Dengus Kana dengan keras yang malah mendapat jitakan dari Baba.

"Aww!" Kana meringis pelan karena jitakan Baba lumayan keras. Kali ini, Kana tidak tinggal diam, dia membalas Baba dengan memukul dahi pria itu dengan sendok kopinya sebanyak empat kali.

"Aduh! Ampun, Na, ampun."

"Rasain lo! Sembarangan aja jitak kepala gue."

Baba tidak mendengarkan ucapan Kana. Dia sibuk mengusap-usap dahinya yang baru saja dipukul Kana.

"Na, gue jitak kepala lo cuma sekali. Kenapa lo malah pukul gue empat kali? Empat kali, loh, Na. Kayaknya ini benjol deh, Na." Baba merasakan dahinya sedikit benjol.

"Mana kaca lo? Pinjem gue." Baba mengulurkan tangannya meminta kaca Kana.

"Ba, lo nggak malu? Ngaca di depan umum gini?" Kana bertanya dengan raut wajah yang tidak yakin.

"Na, gue juga manusia kali, yang butuh kaca buat becermin."

"Mana kaca lo, siniin buruan."

Kana memberikan kaca kecil yang selalu ada di dalam tasnya pada Baba.

"Tuh kan, Na! Benjol! Jidat seksi gue benjol, Na! Benjol! Nggak ganteng lagi, deh, anak ummi." Teriak Baba heboh di mejanya. Membuat para pengunjung kafe menatap mereka dengan pandangan--lo gila, ya?--ke arah meja mereka.

Kana menganggukkan kepalanya sopan sambil berujar,

"Maaf, temen saya ayannya kambuh." Lalu menatap tajam Baba seakan dengan tatapannya tersebut mampu membuat tubuh Baba terpotong-potong.

"Kenapa lo bilang gue sakit ayan? Sejak kapan gue kena ayan?" Bisik Baba kesal pada Kana.

"Salah lo sendiri. Ngapain lo teriak-teriak kayak orang gila? Bikin gue malu aja. Lagian benjol lo itu kecil, doang." Sungut Kana tak mau kalah pada Baba.

"Nggak heran gue kalo lo jomblo," tambah Kana.

"Na, kok lo dari tadi bahas-bahas status jomblo gue mulu, sih? Lo suka ya sama gue? Jangan-jangan dari tadi lo ngode gue supaya nembak lo, ya?" Baba menaik turunkan kedua alisnya menatap Kana.

"Udah pernah liat kebun binatang di mulut gue?"

"Wah! Kebetulan sih, belum, Na. Di mulut lo ada kebun binatang, ya? Kok lo nggak pernah cerita? Gue mau liat dong, Na. Ada apa aja di dalam mulut lo?"

Baba berpura-pura tidak tahu dan memasang ekspresi yang sangat menjengkelkan bagi Kana.

"Auk, ah. Pulang yuk, udah malem. Ntar pintu rumah gue keburu di kunci sama nyokap." Kana melihat jam ditangannya yang sudah menunjukkan angka 10 malam.

"Ya elah, Na. Buru-buru amat, kayak anak perawan, aja. Eh!" Baba menutup mulutnya seolah-olah ia keceplosan.

"Kenapa? Lo mau adu jotos sama bang Gavan?" Kana mengancam Baba dengan nama abang sepupunya yang sangat protektif terhadap Kana dan sayangnya tidak pernah akur dengan Baba.

"Iya, iya, iya, deh, Na. Kita pulang sekarang. Tapi lo yang bayar ya, Na." Tunjuk Baba pada semua makanan yang telah habis di meja mereka.

Kana memejamkan matanya mencoba untuk sabat menghadapi kepelitan Baba.

"Gimana lo bisa punya pacar kalo lo aja, pelitnya na'udzubillah, Ba."

"Tuh, kan! Bahas pacar gue lagi, lo beneran mau gue tembak ya, Na? Atau gue lamar?"

***
Say hi to my new project😄😄

Hope you enjoy it guys😆😆

Jomblo PelitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang