Bab 6; But ... I always waiting for You

594 64 2
                                    

Sebagai sahabat yang sudah saling mengenal selama belasan tahun, tidak pernah terpikirkan sedikit pun oleh Kana dirinya akan jatuh cinta pada Baba dalam artian sebenarnya. Dia memang mencintai Baba, tetapi hanya sebatas cinta dari seorang sahabat, atau dari seorang adik terhadap kakaknya.

Kana memang tidak memungkiri, kalau Baba adalah lelaki kedua terbaik setelah ayahnya yang dia miliki di dunia ini. Dari dulu, Baba selalu menjadi perisai untuknya dalam hal apapun. Mulai dari membelanya dari bocah-bocah nakal yang mengganggunya sampai memukul mantan calon suaminya hingga babak belur. Baba selalu menjadi orang pertama yang maju untuk menantang siapapun, apapun, yang mengganggu Kana. Kana selalu menjadi prioritas Baba diatas segalanya. Lalu, bagaimana mungkin Kana tidak mencintai Baba. Hanya saja, perasaan cinta Kana untuk Baba tidak lebih dari seorang adik untuk kakak lelakinya.

Kana meletakkan pensil gambar yang sedang dipegangnya begitu saja di atas kertas sketsanya. Dia memandangi desain baju yang sudah ia gambar selama tiga jam-an ini. Alangkah terkejutnya Kana ketika ia melihat gambar di kertas sketsanya bukan desain baju, melainkan gambar Baba dengan ekspresi konyolnya, muka jelek. Mau tak mau Kana tertawa melihat gambar Baba yang ia lukis. Ia tidak menyangka bisa melukis Baba dengan muka jeleknya. Ia sangat merindukan Baba yang ada dalam kertas sketsanya. Bukannya Baba yang beberapa hari ini selalu menerornya dengan pertanyaan lamaran sialannya itu. Dia merindukan sahabatnya. Dia merindukan kakak lelakinya.

Kana mengelus gambar tersebut, lalu berbisik, "I miss you," dengan begitu lirih.

Sekarang, perasaan Kana yang tadinya hampa berubah menjadi kesal. Mengingat Baba dan aksinya yang melamar Kana setiap hari. Kenapa semuanya jadi rumit begini, sih? Padahal persahabatan mereka berjalan dengan lancar-lancar saja selama ini.

Kana merasa bahwa ia telah kehilangan sahabatnya. Sekarang, ia tidak punya tempat curhat untuk mengeluarkan semua isi hatinya. Dia tidak lagi punya teman yang siap sedia menemaninya pergi berburu barang diskon-an saat midnight sale. Tidak ada lagi tempat untuk bersandar saat dia lelah bekerja. Seolah aksi lamaran Baba itu telah merenggut sebagian hidupnya.

Lalu, Kana tersadar, selama ini dia selalu bergantung dengan Baba. Apa-apa selalu Baba orang pertama yang dia hubungi. Bukan Mamanya, atau Papanya. Mengingat Kana adalah seorang anak tunggal.

Dengan kekesalan yang sangat besar, Kana meremas gambar Baba lalu berteriak dengan membuang kertas sketsa tersebut ke tempat sampah yang ada di samping meja kerjanya. Semua karyawannya yang tadinya sibuk dengan pekerjaan mereka terdiam dan memperhatikan Kana takut-takut. Pasalnya, baru kali ini Kana kehilangan kendali dirinya, biasanya dia adalah pribadi yang tenang dan pembawaannya sangat bijaksana.

Rupanya, kehilangan Baba selama beberapa hari ini telah membuat dirinya menjadi wanita yang pemarah. Buktinya, sudah lima pegawainya yang ia bentak sejak tadi pagi karena pekerjaan mereka yang terlihat tidak profesional dimata Kana.

Tanpa tahu apa-apa, Baba dengan santainya masuk ke kantor Kana, berjalan melewati para karyawan yang terlihat takut-takut melakukan pekerjaan mereka. Dia tidak sadar dengan kesiap kaget para karyawan Kana melihat kedatangannya. Baba justru melemparkan senyum lebarnya, meperlihatkan lesung pipinya yang mampu membuat setiap wanita diruangan itu meleleh.

"Na, siapa, sih, yang teriak kenceng banget tadi?" tanya Baba begitu ia sampai di ruangan Kana.

Betapa kagetnya Baba saat melihat mata Kana yang memerah menahan tangis dan dadanya yang naik turun. Dalam satu detik, Baba langsung menghampiri meja Kana dan memegang bahunya.

"Are you okay? Na, kamu kenapa?"

Tangannya bergerak menyentuh dahi Kana, merasakan apakah gadis itu demam atau tidak. Dia mengernyitkan dahinya.

Jomblo PelitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang