Sebenarnya perkara mencari teman hidup selamanya itu mudah-mudah sulit. Bagi orang-orang yang memiliki kepribadian supel dan terbuka, mereka cendrung mudah menemukan pasangan hidupnya.
Tetapi untuk Kana, wanita dengan pribadi yang idealist dan tertutup, mencari pasangan hidup itu sama sulitnya dengan jarum yang jatuh ditumpukan jerami. Sulit.
Tetapi, seperti masyarakat pada umumnya, keluarganya tak ada bedanya dengan keluarga teman-temannya. Sama-sama memandang menikah di usia diatas duapuluh lima tahun itu artinya gak laku. Typical.
Memang apa salahnya kalau seorang wanita menikah di usia tigapuluh tahun? Tigalima? Dengan yang menikah diusia sebelum duapuluh lima tahun? Tidak ada.
Kenapa seolah-olah, mereka memandang wanita yang menikah di usia 30 tahun ke atas itu adalah wanita yang hina?! Kana mulai muak dengan paradigma masyarakat indonesia pada umumnya. Jangan lupakan, keluarganya juga begitu.
Mereka sudah me-wanti-wanti dirinya semenjak dirinya menginjak usia 21 tahun, kata Tantenya, kamu hanya punya waktu dua tahun ini untuk mencari pasangan. Karena setelah itu, kamu harus menikah.
Sumpah demi apa pun, Kana ingin menyumpal mulut nyinyir tantenya dengan satu sendok sambal super pedas. Biar tahu rasa, sekalian!
Memang salah ya, jika seorang wanita memutuskan untuk menunda menikah muda karena ingin menikmati hidupnya terlebih dulu. Jika para pria bisa melakukannya, mengapa wanita tidak bisa?
Mereka pikir, hidup selama duapuluh tiga tahun itu selama apa? Selama duapuluh satu tahun hidupmu, Kau akan habiskan untuk belajar dan menyelesaikan sekolahmu hingga sarjana, setidaknya. Lalu setelah itu, setahun pertama setelah lulus, kau mulai disibukkan dengan dunia kerja yang baru mulai kau rintis. Tahun selanjutnya, kau baru mulai bisa bernapas dengan baik untuk menikmati hasil kerja kerasmu. Dan pada tahun itu pula, kau mulai dituntut untuk segera menikah, dengan pria manapun yang mau menerimamu.
Dengan penjelasan itu, kau pikir selama apa seorang wanita dapat menikmati kehidupannya? Kehidupan yang benar-benar ada dalam genggamannya. Mungkin tidak kurang dari 12 jam ketika pergantian usia 22 ke 23 tahun.
Kana mendengus dengan pemikirannya sendiri.
"Na, menurut lo, kencan sama gue menyenangkan atau membosankan?"
Dan, jangan lupakan si Burung Merak tukang pamer ini, yang sangat mencintai dirinya sendiri. Kana tidak tahu, segila apa kehidupannya nanti.
"Menurut lo?"
"Of course, menyenangkan. You look so enjoy it," ujar Baba dengan nada sombongnya tentu saja.
"Lo nggak lagi tinggal di Inggris kok, Ba. Jadi, lo bisa berbicara dengan bahasa informal Indonesia. Logat inggris lo bikin gue tambah enek, tau!" dan Kana meninggalkan Baba yang terlihat sangat menikmati pemandangam tepi pantai kepulauan seribu dengan segelas es kelapa muda miliknya.
Jika dipikirkan ulang, seorang Barganyu Dirga jelas bukan pribadi yang buruk untuk dijadikan pasangan berbagi hidupnya. Dia memiliki segala hal yang dicari wanita seusianya pada umumnya. Catat. Tolong digaris tebalkan pada kata umumnya. Karna Kana bukanlah wanita pada umumnya, tentunya ia dapat melihat satu kekurangan Baba.
Tukang pamer. Si Burung Merak.
Barga seolah tahu apa yang menjadi kelebihan dirinya dan fakta itu, menjadikannya sebagai lelaki yang amat mencintai diri sendiri, dia menilai dirinya terlalu tinggi. Dan hal itu yang paling di benci oleh Kana.
Lelaki yang menilai diri sendiri terlalu tinggi, cenderung memiliki dominanitas yang tinggi. Ego yang tinggi. Selalu benar. Tidak mau salah.
Sedikit banyak, sifat Baba mengingatkannya pada seseorang dimasa lalu. Sesuatu yang harusnya telah ia lupakan. Sudah lima belas tahun berlalu, semestinya ia tidak perlu lagi menoleh kebelakang.
Kehidupannya yang sekarang sudah baik. Terlalu baik. Jadi, tidak ada hal yang perlu ia khawatirkan atau takuti. Ya, semestinya memang begitu.
Kana menghela napas pelan ketika poni ala korea miliknya dihempuskan angin sore pantai, ia menoleh kebelakang, dimana Baba sedang mengikutinya dengan santai. Lelaki itu ternyata telah memakai kaca mata hitamnya, dengan senyum memikat itu, sulit untuk tidak menoleh ke arahnya lebih dari satu kali.
Semoga, ucapnya dalam hati, semoga kamu bukan orangnya, Ba.
Lalu Kana balas tersenyum, menaikkan kedua tangannya keatas, ia menyanggul rambutnya tinggi, dengan kaca mata hitam yang dijadikan sebagai bando dadakan, Kana tahu ia telah menjadi pusat perhatian bebearapa pengunjung lelaki. Dan memang itu yang ia harapkan. Karna dalam hitungam ke tiga, satu... Dua... Tiga...
"Kana! Udah aku bilang rambutnya jangan disanggul tinggi! Diam disana!"
Baba meletakkan gelas es kelapanya di sembarang tempat, lalu mulai mengejar Kana yang tertawa lepas.
Kana dan leher jenjangnya yang aduhai adalah godaan besar bagi kaum berjakun seperti dirinya. Dan Baba, tidak suka apa yang menjadi miliknya, atau akan menjadi miliknya menjadi pusat perhatian laki-laki lain. Keindahan Kana, hanya dirinya yang boleh menikmati. Titik tanpa koma.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jomblo Pelit
RomanceBarganyu Dirga namanya, biasa dipanggil Baba. Seorang pria mapan berusia 28 tahun, tapi masih jomblo. Gimana nggak jomblo, uang kembalian limaratus perak sehabis belanja di swalayan saja dia minta. Wanita mana yang mau dengan pria pelit. Kana Tika...