Bab 8; Listen to Me!

581 56 4
                                    

Baba akhirnya mendapatkan sebuah petunjuk yang diakui sangat manjur kata mamanya untuk menaklukan hati wanita.

Walaupun untuk mendapatkan petunjuk itu Baba harus rela merogoh kocek sangat dalam untuk membelikn mamanya tas terbaru keluaran LV. Tapi jika memang petunjuk ini sangat manjur seperti yang dikatakan mama, maka harganya memang sebanding, pikir Baba. Meski hati kecilnya masih menangis maraung-raung, karena tabungannya berkurang banyak.

Bayangkan saja, Mamanya dengan mudah mengatakan harga tas itu lima belas juta ketika Baba baru saja menyuapkan sesendok penuh makanan ke mulutnya. Menyebabkan makanan yang memenuhi mulutnya berhamburan seperti ayam keluar kandang dari mulutnya. Tak ayal, seperti wanita sosialita lainnya, Mamanya menjerit jijik pada putra kandungnya sendiri.

Barulah, ketika suasana aman dan terkendali kembali dan Baba menyetujui membelikan sang Mama tersayang tas baru, Mama mulai menjelaskan strategi untuk menjerat hati wanita.

Mengingat petunjuk dari sang Mama, senyum Baba terbit dengan sendirinya. Tanpa ia sadari, mobil yang ia kendarai sejak tadi telah sampai di depan rumah Kana. Menurut informan terpercayanya, Kana sedang menyembunyikan diri di rumahnya semenjak insiden histerianya di kantor dua hari lalu.

Baba memperhatikan rumah sederhana Kana yang di kelilingi dengan bunga-bunga cantik beraneka warna dan jenis yang terawat. Dia pun melangkahkan kakinya ke rumah Kana dengan sebuket bunga mawar merah yang dibelinya sebelum menuju kemari. Karena, menurut petuah Mamanya, semua wanita suka dengan mawar merah, apalagi wanita seperti Kana yang garang.

Ting tong!

Baba memencet bel rumah Kana sekali dan menunggu si pemilik membukakan pintu sambil duduk di kursi tamu yang terletak di teras rumahnya. Sembari menunggu sang pemilik rumah membukakan pintu, dia bersiul-siul rendah.

Saat mendengar suara kunci diputar dengan perlahan, Baba langsung berhenti bersiul dan seperti sudah diprogram, duduknya yang tadi bersandar santai berubah menjadi tegak. Siaga.

Lalu, dia melihat pintu yang dibuka dengan sedikit sekali celah untuk masuk. Baba hanya bisa melihat mata Kana yang menyipit tajam menatapnya.

"Hai, Na," sapanya dengan cengiran lebar andalannya.

"Ngapain lo kesini? Pergi sana!" Kana melihat ke sekeliling rumahnya untuk melihat tanda-tanda kegilaan Baba yang lain. Masih dengan pintu yang dibuka sedikit.

Baba yang melihat tingkah Kana tersebut merubah cengirannya menjadi sebuah senyum jumawa yang mampu melelehkan para staf wanita dikantornya.

"Tenang aja, Na. Gue nggak lagi bawa parade orang-orang buat lamar lo, kok."

"So, lo ngapain kesini?"

"Nggak disuruh masuk, nih, guenya? Ntar ada nyamuk usil yang nguping, lagi. Kan kasian, Na, cukup manusia aja yang nguping, nyamuk jangan."

"Ya udah, masuk!" Kana membuka pintu rumahnya lebar-lebar dengan cemberut.
"Jangan tutup, buka aja," sambung Kana ketika melihat Baba akan menutup pintu.

"Apa Na? Lo mau gue buka baju?"

"Ba, gue lagi nggak mood buat ngeladenin lelucon lo. Kalo lo kesini cuma buat ngelawak receh, mending dilampu merah, dapet duit."

"Ntar duitnya buat modal kita nikah, ya, Na?"

Kana tidak membalas kalimat Baba, dia hanya duduk di sofa sebelum memasang headset ke telinganya.

Baba yang melihat hal tersebut pun tersenyum manis pada Kana. Senyum manis yang belum pernah Kana lihat sebelumnya. Mendadak, sesuatu yang seharusnya tidak boleh terjadi, terjadi begitu saja. Kana berdebar. Untuk Baba.

Jomblo PelitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang