Bahkan hal sederhana bisa berubah menjadi luar biasa ketika kamu melihatnya dari sudut pandang yang berbeda
***
Jarum jam mulai bergerak menjauhi angka enam. Dan gadis berambut pendek itu sudah siap dengan seragam hari selasanya. SMA Nusantara memang memiliki seragam sendiri setiap harinya yang jelas berbeda dari sekolah lain.
Kemeja putih dengan dasi silang berwarna maroon. Rok kotak-kotak berwarna senada dengan dasi. Hingga sepatu putih polos. Semua sudah siap.
Gadis itu mengambil tas sekolahnya yang sudah ia siapkan sejak kemarin kemudian beranjak dari kamar untuk menuju meja makan.
"Rin, sudah siap?" Suara tante Ira pertama kali menyapa Rin dengan sumringah pagi ini. Meskipun tangannya sedang repot membawa nasi goreng dari dapur ke meja makan, namun wanita itu selalu terlihat cemerlang.
Rin mengangguk seraya berjalan mendekat ke meja makan. Gadis itu kemudian duduk di salah satu kursi yang belakangan secara tidak langsung menjadi tempatnya.
Mata hitam itu memicing ketika melihat empat porsi nasi goreng yang sudah terhidang. Diliriknya kembali seluruh sudut ruangan. Hanya ada dirinya, tante Ira dan om Fahrul. Lalu untuk siapa nasi goreng satunya?
Pertanyaan itu akan tetap berada dalam benaknya. Tidak akan keluar. Rin bukanlah gadis yang gamblang memberikan suaranya, hanya pada saat-saat tertentu yang menurutnya sangat penting. Jika hanya sekedar tentang nasi goreng, tidak akan membuatnya mati penasaran bukan?
"Selamat Pagi."
Ketiganya menoleh ke arah pintu di ruang tamu. Seseorang sedang menunggu di luar sana. Menunggu sahutan.
Gadis mungil itu hanya membulatkan mulutnya lalu mengangguk-anggukan kepalanya. 'Oh ternyata mau ada tamu. Wajar tante Ira masak empat piring.' Batinnya.
"Biar Rin aja yang buka." Ujar Rin yang dijawab dengan anggukkan oleh tantenya.
Tangan mungilnya membuka gagang pintu dengan telaten. Menyambut siapa gerangan yang datang.
Bak disabar petir. Wajah Rin semakin keruh. Cowok bermata coklat itu menyembul di depan pintu dengan senyuman. Arjuna. Rin masih ingat namanya.
"Selamat hari selasa untuk Airin Krissa." Sapanya dengan senyuman yang masih merekah.
'Selamat hari selasa juga untuk malapetaka!' Batin Rin. Gadis itu memejamkan matanya sejenak untuk meredam kejanggalan hatinya.Atmosfer di sekitar Rin seolah memanas. Cowok itu benar-benar menepati perkataannya.
"Gue nggak disuruh masuk nih?" Arjuna melambaikan tangannya tepat di depan wajah Rin kemudian tersenyum jail, "jangan terpesona gitu dong liat gue."
Yang di ajak bicara hanya menatapnya datar. Rin benar-benar sadar, ia tidak melamun seperti yang Arjuna kira. Tangannya masih setia memegang kuat gagang pintu yang kapan saja bisa ia banting sekeras mungkin.
"Eh om Fahrul. Apa kabar om?" Arjuna mengabaikan tatapan Rin dan kemudian mulai menjulurkan tangannya ke arah om Fahrul yang berdiri tepat di belakang Rin.
Gadis itu menoleh, mendapati om Fahrul sudah berada di belakangnya. Pegangannya seketika ia lepas.
"Rin kok Arjuna nggak diajak masuk sih?" Lelaki berkumis tipis itu tersenyum ke arah Arjuna. "Ayo masuk, Jun." Lanjutnya.
Arjuna tersenyum mengejek ke arah Rin seraya membuntuti om Fahrul ke dalam. Sedangkan Rin masih setia menatapnya datar. Benar-benar tidak berekspresi meskipun hatinya sudah bergejolak tidak suka.
—Get Off—
Ini benar-benar menjadi malapetaka untuk Rin. Di hari keduanya bersekolah di SMA Nusantara, ia sudah akan menjadi bual-bualan siswa seantero sekolah.
Rupanya Arjuna bukanlah cowok berandal biasa. Bisa disimpulkan dari tatapan tidak suka yang dilontarkan para siswi ke arah Rin ketika mereka mendapati Rin dan Arjuna pergi berdua ke sekolah. Bukan hanya satu, dua, melainkan mayoritas cewek nampaknya tidak suka terhadapnya.
Jangan salahkan dirinya. Rin sudah menolak, hanya saja Arjuna adalah anak dari teman sekantor tante Ira yang juga berteman baik dengan om Fahrul. Jadilah Rin, diizinkan untuk pergi bersama dengan Arjuna.
Berkali-kali gadis itu mengumpat dalam hati. Berkali-kali juga gadis itu meyakinkan diri jika Arjuna tidak akan berbuat apa-apa padanya. Pasalnya jaman sekarang, tidak ada yang bisa dipercaya. Ditambah lagi traumanya terhadap lelaki. Sudah cukup membuat Rin stress pagi ini.
Kekesalan Rin bukannya tidak berlandaskan. Selain karena tatapan tajam macan-macan dipinggir jalan itu, masih banyak petaka yang Rin dapatkan.
Petaka pertama, bermuara pada motor yang dipakai Arjuna. Motor sport hitam dan list pink dengan jok belakang yang setinggi langit ketujuh itu membuat Rin repot sendiri saat naik dan turun.
Petaka kedua, jika ia pergi bersama Arjuna maka akan pulang bersama Arjuna juga. Ini akan menjadi hari yang sangat panjang.
Petaka ketiga, Cowok amburadul itu tidak pernah berhenti mengoceh sepanjang jalan yang membuat Rin ingin menghantamnya dengan batu besar. Hingga mereka sampai diparkiran pun Arjuna tetap mengoceh.
"Rin gue kasih tau ya, orang mah dikasih mulut sama Tuhan itu buat ngomong. Bukan buat diem," omel cowok itu seraya melepas helm-nya,kemudian kembali melanjutkan, "Lo kayak nggak bersyukur."
Meskipun ia tahu gadis itu akan tetap menatapnya datar, tetapi entah mengapa mulutnua tidak ingin berhenti bersuara. Rin berbeda. Itulah dalam pandangannya. Disaat cewek lain datang mendekat, gadis itu malah menjauh.
Arjuna tidak pernah terlihat bodoh di depan cewek. Cowok itu selalu memasang gaya sok cool miliknya. Kali ini berbeda, ia rela menjemput cewek pagi-pagi sekali, bahkan dirinya pun tidak pernah datang ke sekolah sepagi ini.
Arjuna menjajahkan kakinya cepat ketika menyadari dirinya sudah tertinggal jauh dari Rin. Tangan kekar miliknya merogoh saku celana merah kotak-kotaknya mengambil secarik kertas yang sengaja ia bawa.
Disodorkannya kertas yang bisa dikatakan lusuh itu kepada Rin, "Punya lo?"
Benar saja, gadis berambut pendek itu menoleh dan berusaha mengambil kertas itu dari tangan Arjuna. Gerak Arjuna bisa dikatakan dua kali lebih cekatan dibanding Rin. Sekaeang kertas itu sudah berada jauh lebih tinggi dari kepala Arjuna yang jelas saja tidak akan bisa digapai oleh Rin.
Alis Rin menukik tajam kebawah. Bibirnya sudh tidak sedatar sebelumnya. Rin berekspresi untuk pertama kalinya, di depan Arjuna.
Tepukan gemuruh datang dari tangan kekar itu setelah sebelumnya kembali menyimpan kertas itu di saku celananya dengan cepat. Takut-takut Rin berusaha mengambilnya lagi. "Suatu kemajuan yang pesat. Untuk pertama kalinya lo berekspresi di depan gue."
Gadis itu tersadar, kemudian kembali memasang wajah datarnya.
"Gue bakal balikin ini, kalo lo mau pulang-pergi bareng gue. Selama kelas 12." Arjuna menaik-turunkan alisnya seraya tersenyum penuh arti.
Rin memilih untuk memejamkan matanya sejenak, kemudian menghembuskan napasnya kasar. Cowok amburadul di depannya itu sukses membuat dirinya tidak bersemangat sekolah.
Gadis itu membalikkan badannya kemudian berjalan menjauhi Arjuna. Beruntung lelaki itu tidak lagi mengejarnya hingga lambat laun dirinya tenggelam di antara siswa yang mulai berdatangan.
Arjuna masih setia pada pijakannya. Lelaki itu menyadari ada sesuatu yang berbeda. Pada dirinya. Pada hatinya. Senyuman kembali tercipta pada wajah orientalnya. Sangat merkah sebelum akhirnya tertelan oleh masa.
-------------------------------------------
Heyho!
Arjuna jatuh cinta nih?😱
Jangan lupa beri bintang sebagai bentuk dukunganmu terhadap cerita ini.
With Love,
Intan

KAMU SEDANG MEMBACA
Get Off
Teen FictionA novel by Intan Nurul Putri Apa yang kalian lakukan ketika kehilangan seseorang? Menangis? Frustasi? Atau malah melupakan? Masalah datang bertubi-tubi di hidup Rin -Gadis yang usianya belum menginjak 17 tahun. Bermula dari kepergian abangnya mengah...