Rahasia, satu kata yang mampu menyembunyikan segalanya.
***
Gadis yang rambutnya dikuncir itu berjalan mengendap-endap dari pintu kamarnya menuju ruang tamu yang berisikan Arjuna dan Mamanya. Ia tahu ini bukan urusannya, tetapi rasa penasarannya kini begitu besar.
Coba pikir saja, Arjuna yang terlihat ringan tanpa masalah tiba-tiba memintanya untuk mengaturkan jadwal bertemu dengan Mamanya yang berprofesi sebagai Psikolog. Ketika ditanya, cowok badung itu malah menutup rapat masalahnya.
Setelah hampir mendekati pangkal pintu yang menghubungkan ruang tengah dengan ruang tamu, Nara duduk di sofa hijau yang sering digunakannya untuk membaca buku. Telinganya ia dekatkan ke dinding pembatas supaya suara Arjuna dan Mamanya lebih terdengar.
Meskipun Arjuna dan Mamanya berada di ruang tamu, namun jaraknya dengan jarak Nara duduk cukup jauh sehingga gadis itu harus membesarkan telinganya agar lebih terdengar.
"Nanti saya kenalkan kamu sama teman saya. Semoga dia bisa membantu kamu. Tapi nanti tetap saya yang mengontrol kamu selama pengobatan."
"Pengobatan?" Nara bergumam, "Arjuna sakit? Pantes putus sama Rin."
"Makasih tante udah mau bantu saya. Soalnya saya nggak tahu harus gimana lagi."
"Sama-sama, Arjuna. Itu sudah tugas saya. Secepatnya akan tante kabarin kamu ya."
Dan setelahnya hanyalah kalimat pamit dari Arjuna dan langkah kaki cowok itu menjauhi ruang tamu rumah Nara. Nara merasa semua yang dilakukannya sia-sia. Sama sekali tidak ada informasi yang ia dapatkan. Hanya kata 'pengobatan' yang jelas belum mampu membunuh rasa penasarannya itu. Malah, ia merasa semakin penasaran.
"Nara."
"ASTAGA MAMA." Nara terperanjat dari duduknya. Tangan kanannya mengusap-usap dadanya yang terasa bergetar.
"Kamu nguping ya?"
"Nguping apaan, Ma? Orang Nara baca buku." ucapnya dengan pasti. Toh memang di meja samping tubuhnya selalu ada buku.
"Masalah klien mama—"
"Adalah Ra-ha-sia?" Nara sengaja menekan di setiap suku kata 'Rahasia' agar terdengar lebih jelas. "Nara udah hafal di luar kepala, Ma."
"Iya, kamu hafal karena kamu sering nguping!"
"Enak aja. Orang Nara cuma pengen tau, kan Nara juga nggak tau orangnya siapa, tinggal dimana, yang lagi diceritain siapa, anak si—"
"Udah deh, Nar. Kamu kalo sekalinya ngarang alesan pinter banget."
"Anak jurusan Bahasa Nara ini, Ma. Nara cuma mau nunjukkin ke Mama aja kalo ilmu yang Nara dapet di sekolah itu bermanfaat untuk kehidupan kemasyarakatan, berbangsa dan bernegara."
"Terserah kamu deh, Nar. Mama pusing."
Nara tertawa terbahak-bahak meninggalkan punggung Mamanya yang mulai menjauh. Jika ada perdebatan kecil, maka Nara yang selalu memenangkannya. Terkadang Nara bersyukur masuk jurusan Bahasa karena ilmunya itu bisa ia gunakan untuk melumpuhkan serangan Mamanya yang terkadang ada benarnya juga.

KAMU SEDANG MEMBACA
Get Off
Teen FictionA novel by Intan Nurul Putri Apa yang kalian lakukan ketika kehilangan seseorang? Menangis? Frustasi? Atau malah melupakan? Masalah datang bertubi-tubi di hidup Rin -Gadis yang usianya belum menginjak 17 tahun. Bermula dari kepergian abangnya mengah...