Bagian 7 - Sisi Lain

44 14 20
                                        

Ketika kata tak lagi bisa berbicara, maka mata akan mengungkap segalanya

***

Matahari semakin meninggalkan langit Surabaya sore itu. Motor hitam milik Arjuna sudah melesat membelah keramaian kota ini dengan langit senja sebagai latarnya.

Angin petang kian menembus jaket yang ia pakai. Bulu kuduknya merinding kedinginan namun tidak pada hatinya. Di dalam sana, ada secercah cahaya yang menghangatkan.

Lelaki itu tersenyum manis di balik helm fullface miliknya. Mata coklatnya menatap pasti jalanan yang tengah padat-padanya dengan kendaraan berlalu-lalang. Senyumnya masih sumringah, membayangkan wajah si pemilik hatinya saat ini.

Tidak butuh waktu lama untuk membuatnya benar-benar jatuh kali ini. Hanya seminggu sejak Rin datang pertama kali ke sekolahnya dan sekarang hatinya benar-benar luluh.

Rin berbeda.

Arjuna tahu itu. Wajah datarnya. Mata hitamnya. Rambut pendeknya. Sikap dinginnya. Semua Arjuna suka. Kecuali satu, Arjuna tidak suka kalau Rin tidak menyukainya.

Lelaki itu tertawa dalam hati. Jika terus memikirkan Rin, maka dirinya akan gila.

Deru mesin motor hitam Arjuna mulai memasuki perkarangan rumah bernuansa retro itu ketika sang Surya sudah benar-benar tenggelam di ufuk barat. Sejenak matanya memicing melihat ada sedan tua yang terpakir di halaman rumahnya.

Lelaki itu mulai turun dari motornya kemudian berjalan masuk ke dalam rumah. Nuansa hatinya tak lagi sama. Semua sudah terbalut rasa dendam yang pernah ia kubur dalam-dalam.

Tangannya mulai mengepal, mengeluarkan urat-urat. Buku-buku jarinya pun kian memutih. Mendadak matanya memerah seiring dengan wajahnya yang juga ikut memerah.

Brak!

Arjuna mendorong pintu rumah tanpa aba-aba. Kaki jenjangnya terus melangkah masuk ke dalam.

"HENDRA!"

Teriaknya memanggil nama seseorang yang ia yakini sedang berada di dalam rumah itu.

"KELUAR HENDRA!"

Lelaki berkumis keluar dari sebelah utara rumah itu dengan tangan di depan dada. Wajahnya terlihat santai, tidak menggebu-gebu seperti Arjuna.

"Apa maksud anda datang kembali ke rumah saya?" Tanya Arjuna to the point.

Lelaki bernama Hendra itu tersenyum miring. "Rumahmu? Sejak kapan?"

Emosi Arjuna semakin meluap. Napasnya pun mulai tidak beraturan. "Apa maksud anda datang kembali ke rumah saya?"

Hendra kembali tersenyum miring melihat anak muda di depannya itu sudah tersulut emosi. "Inikah yang diajarkan wanita jalang itu selama belasan tahun?"

"JANGAN SEBUT MAMA DENGAN SEBUTAN ITU! ATAU KAU AKAN AKU HABISI DISINI!"

"Habisi katamu? Berani sekali kamu. Saya ini Papamu!"

Arjuna tersenyum miring, "Saya tidak akan pernah menganggap anda sebagai Papa saya," cowok itu menarik napasnya, "saya tidak punya Papa!"

Get OffTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang