Bagian 16 - Hancur

40 4 2
                                    

Disinilah akhir sebuah kisah yang bahkan belum pernah benar-benar dimulai. Patah sebelum tumbuh. Mati sebelum hidup.

***

Hancur.

Tidak ada yang salah dengan satu kata yang bisa mendeskripsikan keadaan Rin saat ini. Bahkan satu kata itu mampu mewakili seluruh rasa yang ada di dalam dirinya. Sakit hati, kecewa, tidak terima, dan banyak lagi rasa yang berkecambuk dalam dirinyasaat ini.

Perasaan itu seharusnya sedang tumbuh dan berkembang sekarang. Percayalah, tidak ada satu orang pun yang menginginkan patah hati  bahkan sebelum semuanya resmi dimulai. Semua orang ingin perasaannya berkembang secara normal, bukan?

Namun semuanya hanya tinggal harapan. Nyatanya, Rin harus kembali memungut serpihan-serpihan keping hatinya yang hancur berserakan lalu kemudian dirinya juga yang harus menyusunnya kembali. Satu per satu.

Rin, membiarkan kepalanya terbenam di atas lipatan tangan yang ia buat. Menenangkan seluruh pikirannya yang membawanya menuju sebuah kehancuran.

"Kenapa lo tolak tawaran itu?" Tanya Arjuna dingin.

Rin menyunggingkan senyum tipisnya, senyuman yang sulit diartikan. "Seharusnya gue yang nanya. Apa hak lo?"

"Bisa nggak Rin. Sekali aja. Lo nggak batu?"

"Apa hak lo?"

Arjuna menghembuskan napasnya kasar, "Lo boleh nggak nganggep gue ada. Tapi ini tentang lo. Anggep diri lo sendiri."

"Lo itu seharusnya ngaca! Lo itu siapa? Apa hak lo nyebarin puisi gue ke orang? Lo itu mestinya mikir!"

"Gue harus jadi apa? Apa gue harus jadi air? Apa gue harus jadi palu? Biar batu di kepala lo itu hancur." Sorot mata Arjuna benar-benar menandakan kemarahan. Rin bisa lihat itu. Namun, ia juga marah. Karena privasinya telah diabaikan.

"Lo nggak perlu jadi siapa-siapa, karena gue nggak butuhin lo! Percuma."

Mata itu benar-benar merah. "Ambil ini!"

Salahkah? Salahkah jika dirinya marah? Salahkah jika dirinya marah karena merasa privasinya terganggu?

Sialnya, kejadian beberapa jam lalu terus berputar dalam benaknya meninggalkan sebuah penyesalan yang teramat menyakitkan. Rin tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya yang merasa bersalah atas kelakuan orang lain. Aneh.

Rin tahu kalimatnya keterlaluan yang mungkin bisa langsung menyentil.harga diri seorang Arjuna. Tetapi disini, Arjuna yang memulainya. Arjuna yang lebih dulu menghancurkan privasinya. Siapa yang salah?

Drtt!

Getaran dari benda pipih putih di atas meja belajar Rin berhasil menyadarkan gadis itu dari lamunannya. Dengan gontai gadis berambut pendek itu berusaha mengujulurkan tangannya untuk menggapai handphone miliknya. Satu pesan masuk, hanya dari grup kelas.

Drtt!

Handphone-nya kembali bergetar. Naifnya, ia selalu berharap getaran itu merupakan pesan yang berasal dari Arjuna dan berisi permohonan maaf. Betapa sialnya ketika getaran itu selalu bukan dari Arjuna. Sekarang, malah berasal dari Kevin yang mengabarkan bahwa besok adalah pembagian kelas untuk Ujian Akhir Semester.

Seberharap itukah dirinya?

—Get Off—

Kepulan asap rokok memenuhi seluruh penjuru kamar di sebuah kamar apartment yang terletak di lantai 13. Meskipun jendelanya sudah dibuka lebar, namun asap itu tetap tidak ingin beringgut dari tempatnya.

Get OffTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang