Bagian 17 - Rasa Tak Suka

30 8 5
                                    

Aku bisa apa jika kamu yang memilih meninggalkan?
Aku bisa apa jika ini takdirnya?

***

Rin tidak pernah lagi melihat batang hidung Arjuna sejak pertengkaran yang cukup menggores hatinya beberapa waktu lalu. Arjuna tidak pernah lagi ke kelasnya, bahkan Arjuna tidak pernah lagi terlihat berkeliaran di sekolah. Ada sesuatu yang hilang, namun sekeras mungkin Rin akan menepisnya.

Rin tidak akan peduli tentang apapun yang menyangkut Arjuna. Ia bahkan tidak membutuhkan cowok yang sudah mencuri benda berharga dalam hidupnya. Namun sayangnya, Rin tidak bisa mengatakan itu secara gamblang. Hatinya menolak dan mulai berjalan meninggalkan sang logika.

Rin mengaku kalah.

Berkali-kali Rin meyakinkan hatinya untuk tidak memaksa otaknya terus memikirkan Arjuna. Namun, nihil. Arjuna tetap berada dalam pikirannya. Arjuna berhasil menduduki posisi itu. Arjuna berhasil merebut hatinya di saat hatinya hancur karena cowok itu juga. Arjuna berhasil melakukan keduanya secara bersamaan.

Ini adalah hari pertamanya melakukan Penilaian Akhir Semester Ganjil di SMA Nusantara. Jika biasanya ia selalu bersemangat, tidak untuk kali ini. Rin benar-benar tidak berniat untuk melakukan Ulangan.

"Rin, are you really okay?"

Pertanyaan tante Ira menyadarkan Rin dari lamunannya. Gadis itu mengerjapkan matanya beberapa kali hingga ia tersadar jika mobil mereka sudah berhenti tepat di depan gerbang sekolah.

"Can I hug you?"

Ira mengelus pelan puncak kepala Rin kemudian merentangkan tangannya untuk memeluk Rin. "Kalo ada masalah diselesaikan, jangan dipendem. Tante tau kamu orangnya susah cerita, tapi seenggaknya mulailah terbuka sama diri kamu sendiri."


Rin melepaskan pelukan ketika dirasa hatinya sudah tenang. Tante Ira benar-benar menjadi pengganti Mamanya. "Makasih, tante."

Ira mengangguk lalu tersenyum selebar mungkin untuk menyemangati keponakan semata wayangnya itu. "Semangat ya exam-nya. Tante tau kamu bisa."

Rin mengangguk lalu keluar dari mobil. Gadis itu menarik napasnya sebentar lalu mulai melangkahkan kakinya menuju gerbang sekolah. Ia harus benar-benar siap.

Kaki mungil itu melangkah satu demi satu memasuki gerbang sekolah. Namun, langkahnya harus terhenti ketika matanya menangkap punggung yang ia kenal pasti sedang menghadap lapangan basket, di depan koridor kelas XII IPS. Entah apa yang terjadi pada hatinya ketika lensa hitam itu tidak hanya menangkap sosok Arjuna, tetapi juga ada perempuan lain yang sedang berbincang dengannya.

Pandangan Rin tak sengaja bertabrakan langsung dengan pandangan lurus milik Nara. Beberapa detik Nara menghentikan obrolannya dengan Arjuna. Namun dengan cepat, Rin memutuskan kontak mata itu kemudian berlalu meninggalkan medan yang membuat hatinya kelu.

Rin berusaha tak peduli karena memang tidak ada yang harus ia pedulikan. Tetapi sayang, hatinya terlanjur berjalan meninggalkan logika. Rin benci mengakui jika hatinya kembali terluka ketika luka lama pun belum mengering.

Rin benci keadaannya sekarang. Rin benci menyadari bawha ia kalah dari Arjuna. Rin benci ia terlambat menyadari, jika ia benar-benar jatuh. Jatuh setelah Arjuna memilih pergi.

"Rin!"

Kepala gadis itu menoleh ketika namanya dipanggil seseorang yang berada jauh di belakangnya. Bukan. Bukan Arjuna. Ini bukan sinetron yang selalu mewujudkan apa yang diinginkannya. Rin cukup tahu diri.

Get OffTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang