Bagian 9 - Getaran Rasa

54 11 3
                                    

Jika hanya berniat untuk singgah, untuk apa repot-repot mengetuk pintu rumah?

***

Terhitung sudah seminggu semenjak Arjuna terang-terangan memberikan kode suka kepada Rin. Sudah seminggu pula cowok bermata coklat itu menghilang. Entah harus bernapas lega atau harus gelisah. Rin merasa ada yang salah. Ataukah ini hanya perasaannya saja?

Sebenarnya Rin tidak terlalu mempermasalahkan hal itu karena dirinya sedang di masa pengejaran ketertinggalan materi sekolahnya. Selain itu, gadis ini juga sedang gencar-gencarnya membaca buku tentang narkoba dan psikotropika yang ia beli seminggu lalu.

Rin, mempunyai mimpi menjadi Deputi Rehabilitasi BNN semenjak kejadian beberapa bulan lalu yang menimpa abangnya. Gadis itu bertekad dalam hatinya untuk membantu sesama. Mengeluarkan mereka dari neraka-neraka yang ada.

Tangan mungil Rin membolak-balikkan buku di depannya tanpa arti. Malam ini ia tidak bisa fokus dengan bukunya seperti malam-malam sebelumnya. Ada yang mengganggu pikirannya.

Arjuna.

"Look at this, Rin." Arjuna melepaskan anak panahnya tepat pada tengah-tengah sasaran, kemudian memandang pasti anak panahnya, "gue akan manah hati lo sama kayak gue manah sasaran itu. Tepat."

Kejadian seminggu lalu kembali terputar. Padahal Rin tak pernah memikirkannya sama sekali. Mengapa malam ini berbeda. Rin benci ini. Benci untuk mengakui jika ia peduli. Peduli dengan perkataan cowok yang hingga sekarang pun tidak nampak batang hidungnya.

Mata hitam itu kemudian beranjak pada pintu kaca yang menghadap ke balkon kamarnya. "Dia nggak mungkin serius."

Rin mulai mencoba meyakinkan dirinya sendiri dengan menutup matanya rapat-rapat. Namun, nihil. Yang muncul ternyata adalah bayangan Arjuna yang semakin menghantuinya.

Pikiran Rin gaduh. Di satu sisi, gadis itu sedikit mempercayai ucapan Arjuna. Namun di sisi lain, Rin sibuk mengumpulkan argumen pendukung untuk menguatkan batinnya agar tidak terbuai oleh ucapan Arjuna. Bukan tanpa alasan. Arjuna yang menghilang setelah mengucapkan kata-kata manisnya. Arjuna yang tidak menjemputnya tanpa kabar, sehingga ia terpaksa memesan ojek online. Dan banyak lagi pikiran-pikiran negatif yang memenuhi otaknya.

Tok! Tok! Tok!

Sebuah ketukan berasal pintu bercat putih di belakang Rin. Gadis itu kemudian memutar kepalanya 90 derajat. "Siapa?"

"Tante Ira," ujar wanita di sebrang kamarnya, "ada yang nyariin kamu."

Gadis itu menutup notes-nya lalu mulai beranjak dari duduknya untuk menghidupkan saklar lampu agar pencahayaan di kamarnya tidak seredup sebelumnya. Kepala Rin menyembul dari balik pintu putih itu.

"Siapa tante?" Tanyanya.

"Arjuna," tante Ira tersenyum manis, "cepetan ya. Ditungguin."

Rin mengangguk sambil menatap punggung tante Ira yang mulai menjauh. Dahi gadis itu berkerut membuat matanya ikut memicing setelah Ira benar-benar pergi dari kamarnya.

"Ngapain dia ke sini, malam pula." Gadis itu bergumam pada dirinya sendiri. Namun tak urung, ia tetap menemui Arjuna sesaat setelah menutup pintu kamarnya.

Rin berjalan menuju ruang tamu dengan perasaan gusar padahal tidak ada yang perlu ia cemaskan. Jantungnya pun kian berdetak tidak karuan. Menambah kegusaran yang ada.

Mata hitam Rin mengangkap gambar Arjuna yang sedang bercengkrama dengan om Fahrul. Mereka terlihat sangat akrab, jadi wajar saja jika cowok itu dengan mudahnya meminta izin untuk menjemputnya hari itu. Dan dengan mudahnya juga, cowok itu membiarkan Rin menunggu ketidakhadirannya hari itu, sehingga terpaksa ia telat ke sekolah.

"Nah Rin," Ujar om Fahrul seraya tersenyum, "Arjuna mau ada perlu sama kamu katanya. Om tinggal dulu ya."

Rin mengangguk kemudian gadis itu mengambil tempat duduk yang lumayan jauh dari Arjuna. Ia tetap pada pendiriannya untuk tidak dekat-dekat dengan cowok manapun. Jika ia dekat dengan Arjuna, itu hanyalah berdasarkan paksaan.

Iris hitamnya tak sengaja bertabrakan dengan mata coklat milik Arjuna. Satu. Dua. Tiga. Hanya tiga detik tatapan itu bertahan sebelum akhirnya Rin memutuskan untuk menoleh ke tempat lain. Satu yang didapatkan Rin, bahwa mata itu sekarang terlihat sayu. Tidak secerah biasanya.

"Gue kangen sama lo. Gue mau ngajak lo jalan," Ucap Arjuna memecah keheningan, "itu pun kalo lo mau." Lanjutnya.

Rin memicingkan matanya untuk mencari pikiran negatif yang selama ini ia bayangkan lewat tatapan mata cowok itu. Namun nihil. Rin hanya melihat sebuah keseriusan di dalam sana. Sayangnya, keseriusan Arjuna belum cukup meyakinkan Rin.

Seakan bisa membaca pikiran Rin, cowok itu kembali membuka suara."Gue butuh temen untuk cerita. Dan gue nggak tahu harus kemana."

"Lo nggak punya temen?" Sekarang gadis itu mulai melunak hanya dengan suara sendu dari Arjuna. Hatinya kian terketuk oleh permintaan cowok itu.

Di luar perkiraan, Arjuna malah tertawa mendengar pertanyaan konyol yang Rin lontarkan. "Lo pikir temenan cewek sama cowok itu sama?"

Rin menaikkan sebelah alisnya. Merasa bingung dengan sikap cowok di depannya itu. Padahal baru saja ia merasa hatinya mencair, namun sekarang ia sudah akan mengeraskan hatinya lagi.

"Cara temenan cowok itu kadang keliatan nggak peduli. Bahkan hanya untuk nanya kabar pun, nggak." Jelas Arjuna. "Beda sama cewek yang kalo ada masalah dikit cerita, ada masalah lagi, cerita lagi."

"Tolol kalo gitu." Jawab Rin sekenanya. Sebenarnya gadis itu sudah malas meladeni Arjuna dengan seribu ceritanya.

"Ya nggak tolol dong. Emang gitu dari sananya." Arjuna kembali tertawa, "Jadi lo mau nggak?"

"Mau apa?"

"Jadi pacar gue."

Rin menaikkan sebelah alisnya meskipun hatinya sudah bergetar. Gadis itu bisa melihat Arjuna dengan persiapan tawa yang mungkin akan lebih menghinanya.

"Diam ber-"

"Nggak!"

Tepat saat Rin mengatakan jawabannya, tawa Arjuna tidak bisa dibendung lagi. Cowok berambut coklat itu menyemburkan tawanya hingga iris coklatnya tidak terlihat lagi.

"Lo takut banget ngeiyain pertanyaan gue?" Arjuna masih tertawa, "lagian gue bercanda doang kok. Gue nggak bodoh-bodoh banget nembak orang yang nggak suka sama gue."

"Siapa?"

"Lo," Arjuna menaikkan sebelah alisnya, "lo nggak suka sama gue kan?"

"Jelas."

Cowok itu tersenyum, "Bagus. Apa artinya perjuangan kalo udah suka sama gue sebelum gue mulai berjuang."

Mulut Rin berkomat-kamit tanpa suara. Mengutuk Arjuna dalam hati meskipun jantungnya kian bergetar hebat kala Arjuna mengatakan kalimatnya barusan.

"Jadi lo mau nggak nih dengerin gue cerita?" Tanya Arjuna kemudian memecah keheningan yang sempat tercipta.

"Om-"

"Gue udah izin. Jadi lo mau nggak?"

Rin diam sejenak. Gadis itu terlihat menimbang sesuatu di dalam pikirannya. "Taman kompleks."

"Oke. Deal."

"Gue ambil jaket dulu."

Arjuna mengangguk kemudian mulai beranjak dari duduknya untuk menuju pintu. Sedangkan Rin tengah kembali ke dalam untuk mengambil jaketnya.

Cowok itu tersenyum dalam hati. Satu hal yang ia tahu malam ini. Bahwa dirinya benar-benar jatuh. Jatuh ke dalam lembah yang mungkin bisa membuatnya tersesat. Setelahnya, ia tidak akan bisa menemukan jalan keluar, sekali pun ia menemukan lembah yang lebih menarik.

--------------------------------------------

Heyho!

Arjuna dan Rin kembali. Menurut kalian Arjuna itu gimana?

Jangan lupa beri bintang sebagai bentuk dukunganmu terhadap cerita ini

With Love,
Intan

Get OffTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang