BAB 11

364 81 23
                                    

Dari balik pintu aku bisa mendengar percakapan Bang Reno dan Raihan, mereka membicarakanku, beberapa kali nama Azka selalu ada dalam pembicaraan mereka.

Kudekatkan telingaku, menempel dibalik pintu, semua terdengar samar. Ah, payah! aku tidak punya bakat untuk menguping.

Rasa ingin tahu memang selalu bisa mengalahkan logika. Aku tidak peduli lagi dengan isi totebag itu, diam-diam aku memberi celah, membuka pintu dengan sangat pelan, kutajamkan pendengaranku, kali ini aku harus berhasil menguping pembicaraan mereka!

"Bang, sampai kapan kita akan menyembunyikan hal ini?" Suara Raihan terdengar sangat hati-hati, tapi setidaknya aku masih bisa mendengarkan dengan jelas apa yang mereka katakan.

"Sampai Azka yang mengatakannya sendiri, Abang nggak berhak ikut campur dengan urusan Azka dan Nazhira."

"Tapi, untuk apa dia melakukan itu? bukankah seharusnya Nazhira berhak untuk mengetahui semuanya. Termasuk keinginan Ian untuk---"

"Jaga bicaramu, Nazhira bisa saja mendengar pembicaraan kita."

"Tapi Bang, Abang juga tahu bagaimana perasaanku dengan Nazhira, kenapa harus dia? kenapa Abang mempercayakannya pada Azka?"

"Karena,,,"

Entah kenapa kakiku tiba-tiba saja tergerak, rasa penasaran yang sejak tadi menyerangku, mendorongku untuk memotong kalimat Bang Reno. "Karena apa, Bang???"

Kedua pria itu bersamaan menengok kearahku dengan wajah yang tampak terkejut sekaligus khawatir. Aku yakin mereka sedang menyembunyikan sesuatu dariku, tapi apa????

"Bukan apa-apa." Bang Reno memalingkan wajahnya, ia benar-benar menghindar, tidak sedikitpun melihat k earahku.

Aku menatap Raihan, berharap ia akan memberikan jawaban itu, "Kamu belum membuka isi totebag itu, kan?" Bahkan seorang Raihan mencoba mengalihkan pembicaraanku.

Aku menggeleng,

"Buka saja, kamu pasti akan menemukan jawabannya."

"Bagaimana bisa?"

Belum menyelesaikan kalimatku, Raihan memotongnya, "Dia yang mengatakannya."

Keningku mengerut, heran. Tanpa berpikir lagi, aku langsung membalikkan tubuhku, berlari, kembali ke kamar untuk membuka totebag yang dikirim oleh Azka.

***

Aku pikir itu adalah satu kotak ice cream seperti yang ia berikan padaku waktu itu, tapi dugaanku salah, kali ini ia mengirimkan sebuah ipod kecil, beserta secarik kertas,

"Dengarkan, kamu akan mendapatkan jawabannya."

-Azka

Aku segera memasang earphone ketelingaku, lalu kusambungkan di ipod yang kini sudah berada ditanganku.

Aku menggenggam benda kecil itu, entah kenapa keraguan untuk menekan tombol play mendadak mendatangiku. Bukankah aku menginginkan jawaban atas semua yang ia lakukan padaku? bukankah aku membutuhkan alasan kenapa ia hadir lalu menghilang? tapi kenapa aku menjadi khawatir, apa karena aku takut akan jawaban yang nantinya tidak sesuai inginku. Apa sebegitu menakutkannya hingga keraguan itu muncul.

Give Me That FeelingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang