BAB 2

796 108 11
                                    

Setelah pulang ke rumah aku langsung masuk kedalam kamar, meletakkan tasku di kursi meja belajar.

Seketika senyuman pria itu terbayang dipikirku, mengingatkanku pada tulisan yang aku tulis sebelumnya, aku lalu mengambil buku yang ada didalam tasku, dan kembali membacanya sambil mengingat-ingat wajahnya. Seperti itu saja bisa membuatku tersenyum.

"Bun, adek gila nih, dia senyum-senyum sendirian di kamar." Bang Reno tiba-tiba saja masuk ke kamarku tanpa mengetuk pintu dan berteriak sekencang mungkin, sudah jadi hobynya seperti itu dan aku tidak kaget lagi.

Aku langsung melempar buku yang ditanganku ke arahnya, tapi itu gagal mengenai kepalanya, ia justru berhasil menangkapnya. Sekarang buku itu ditangan Bang Reno.

Ceroboh kamu Naz, kenakan sekarang!

Bang Reno membuka lembaran buku itu, aku tidak diam, aku berusaha untuk merebut buku itu kembali tapi Bang Reno terlalu tinggi aku jadi sulit mengambilnya.

"Bang Reno kembalikan!" teriakku sambil melompat berusaha mengambil buku yang ia pegang, buku itu diangkatnya ke udara.

"Gak mau!" katanya sembari tertawa.

"Bundaaaa, Bang Reno mulai ngerecokin aku lagi," teriakku dari dalam kamar mengadu pada Bunda yang tengah sibuk menyiapkan makan malam untuk kami.

"Persimpangan itu mengingatkanku pada pria yang sibuk memotret kota tua." Bang Reno mulai membaca tulisan yang aku tulis saat bertemu dengan pria itu sampai dikalimat terakhir, "ciee, Adeknya Abang jatuh cinta," godanya.

"Apaan sih Bang, itu cuma tulisan aja nggak ada maksud apa-apa." aku membalikkan badan mengelak ucapan Bang Reno.

Parahnya Bang Reno semakin menggodaku, ia mengikuti setiap langkahku. Ia mengunci gerakanku, tubuh tingginya saat ini sudah berada di depanku, menundukkan badannya, lalu mendekatkan wajahnya padaku  menatapku penuh selidik. "Siapa orangnya dek?" tanyanya penasaran.

"Bukan siapa-siapa." Aku mendorong tubuhnya dan beralih duduk di atas kasur menampakkan wajah kesal.

Setelah aku abaikan Bang Reno memberikan buku itu padaku dan melangkah keluar dari kamarku, sampai di ambang pintu ia membalikkan badan, "Awas aja sampai kamu ketahuan pacaran sama anak berandalan!" suaranya terdengar seperti ancaman, matanya menajam ke arahku.

"Iya,,," jawabku singkat lalu ia menutup pintu kamarku.

Aahh, mana pernah sih Bang Reno menyukai pria yang berpacaran denganku. Siapapun yang berkunjung ke rumah, dia dengan sigap menjadi satpam, dan duduk di sekitarku.

Cuma Raihan yang tidak berlaku dalam peraturan Bang Reno. Dan aku merasa tidak adil atas aturan yang Bang Reno buat, terkadang ia terlalu mengekangku dan melarang untuk tidak berdekatan dengan seorang pria. Meski aturan itu diterapkan Bang Reno tetap saja aku melanggarnya. Jangan ditiru, prinsip seorang Nazhira yang berpegangan teguh pada: aturan dibuat untuk dilanggar.

Aku terdiam sesaat, menatap lembaran yang terbuka. Ingatan tentang pertemuan itu tidak bisa kulupakan. Entah aku merasa ada magnet yang menarikku untuk masuk dalam bayangan dirinya.

Sadar Naz, pria itu cuma orang asing yang kamu kagumi sesaat, dia pasti menghilang tanpa jejak. Jangan mengingatnya, jangan berharap untuk bertemu kembali.

***

Esok harinya aku ke sekolah diantar Bang Reno, itu karena Raihan yang mengadu pada Bang Reno, dia mengatakan pada Bang Reno kalau aku kemaren membolos lagi.

Uhh, dasar Raihan dan Bang Reno setali tiga uang, sama-sama nyebelin. Kalau beginikan aku jadi nggak bisa pergi ke kota tua untuk memastikan bahwa pria itu juga berkunjung ke sana lagi.

Give Me That FeelingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang