BAB 12

368 66 12
                                    

Dua minggu tanpa hadirnya, aku belum juga terbiasa. Hampir setiap hari aku mengirimkan email padanya tapi tidak satupun yang ia balas. Entah apa yang ia rencanakan setelah ini. Kebiasaan menghilang sepertinya sudah melekat didirinya. Aku selalu meyakinkan bahwa ia baik-baik saja.

Sejak minggu lalu aku sudah mulai aktif kuliah. Seperti mahasiswa baru pada umumnya kami mengikuti ospek, aku rasa tidak penting untuk menceritakannya, karena memang tidak ada yang spesial. Tidak seperti disinetron yang mengisahkan mahasiswa dan senior yang saling jatuh cinta pada pandangan pertama, tidak juga seperti yang diceritakan di beberapa kisah novel tentang mahasiswa baru yang digandrungi Kakak senior. Kenyataannya apa yang aku alami tidak seindah itu, meski aku berharap bisa merasakan seperti hidup didunia sinetron.

"Nazhira!" seru seseorang.

Aku melihat sekitar, mencari asal suara itu.

Tiba-tiba gadis blasteran, yang memiliki kebiasaan mengikat rambutnya seperti kuncir kuda itu menghampiriku. "Ke mana?"

"Ke kelaslah mau ke mana lagi memangnya."
"Kirain kamu mau bolos," ucapnya.
Aku tersenyum, "Nggak akan, aku nggak akan pernah lagi melakukan hal seperti saat di sekolah."

Sepertinya aku lupa menceritakan sesuatu, beberapa waktu lalu saat aku dan Tasya menjalani ospek, aku dan dia selalu dalam satu kelompok yang sama, meski ia gadis ceroboh dan menyebalkan tapi sejak saat itu gadis itu selalu membututiku tanpa henti dan entah apa yang membuatku membiarkan diriku menjadi dekat dengannya. Sepertinya Tasya tidak seburuk yang aku pikirkan selama ini, hanya saja ia sedikit berisik dan lumayan tidak tahu malu untuk ukuran gadis sepertinya.

Kehadiran Tasya saat ini sedikit membantuku dalam menghadapi sengitnya peperangan gejolak antara mahasiswa baru dan Kakak senior perempuan yang terlihat tidak ingin kami menjadi lebih dominan dibandingkan mereka.

Ingat sekali waktu itu aku hampir saja dijadikan bahan tertawaan karena tidak ingin menuruti kemauan mereka. Saat itu Tasya yang menggantikanku untuk menggoda laki-laki jangkung yang tampak lusuh tapi disaat yang sama juga daya tariknya seperti menghipnotis se-siapapun yang didekatnya.

Aku mengedikkan bahuku, ngeri. Tidak bisa membayangkan melakukan hal konyol; menyatakan cinta pada laki-laki itu. Membayangkannya saja perutku mual dan ingin muntah, meskipun ia menjabat sebagai ketua panitia ospek, tapi aku sama sekali tidak tertarik untuk menuruti semua perintah konyolnya, bahkan ia dengan sengaja memperlihatkan wajah sinisnya, seolah ia penguasa kampus ini.

Bukan Tasya, jika tidak mampu menaklukan Kakak senior yang entah siapa namanya, aku lupa, karena ia tidak begitu penting. Kelompok kami berhasil melewati kekonyolan itu berkat Tasya dan bukankah sudah seharusnya aku berterimakasih padanya karena menyelamatku dari hal yang sangat tidak masuk akal itu. Dan sejak saat itu kami dekat.

Aku mulai mengubah kebiasaanku yang tidak bisa berteman, dan perlahan sebuah keterbiasaan membuatku nyaman berteman dengan Tasya.

Akhir-akhir ini Raihan disibukkan dengan jadwal kuliahnya yang padat, jadi aku pikir tidak ada salahnya jika aku membuka diri untuk mengenal dunia orang lain.

Bahkan aku mulai menceritakan tentang Azka pada Tasya. Entahlah, menceritakan Azka pada Tasya tanpa kusadari membuat sedikit merasa lega. Mungkin karena sesama perempuan aku jadi merasa bebas untuk mengutarakan apa yang saat ini sedang aku rasakan. Untungnya saja ia paham, dan selalu memberiku nasihat-nasihat kecil. Satu hal yang paling aku sadari, berteman dengan perempuan tidaklah selalu jadi hal yang buruk.

***

Azka: Apa kabar gadis mungil??? pasti kamu ngira aku sedang menghilang lagi.

Hampir setiap hari aku mengecek email balasan darinya, dan setelah dua minggu hanya itu balasannya??? Azka kamu itu--

Give Me That FeelingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang