MUG 3

711 110 47
                                    

Dua tahun lalu adalah masa terburuk bagi Yogi . Ia harus kehilangan Rasha, istrinya Kami dalam perjalanan ke hotel setelah melakukan pertemuan dengan beberapa relasi. Malam hari di Australia, disaat musim dingin membuat bias kaca dari pantulan jalan, gedung bahkan daun dan rerumputan.

Keduanya tertawa bahagia, dan Rasha memberitahu jika  ia mengandung anak kedua mereka. Seharusnya, itu berlanjut dengan baik, tap  jalanan yang licin membuat seorang anak tergelincir membuat Yogi terpaksa membanting setir agar tak menabrak. Ia tak tau apa yang terjadi. Keduanya tak sadarkan diri seketika. Yogi  tak sadarkan diri selama dua hari. Saat ia sadar Yogi mengetahui jika Rasha tak selamat. Ia kehilangan banyak darah, sementara golongan darahnya langka, O dengan resus negatif.

Saat itu ia merasa gila, atau lebih baik lagi jika ia ikut tewas juga. Hari itu ia bahkan tak bisa menangis, dan masih berharap itu adalah mimpi. Merasa tak bisa bernapas seolah seluruh oksigen di ruangan menghilang. Butuh dua bulan, sampai bisa kembali pulang.

Pria itu memikirkan jutaan alasan juga kata-kata yang akan dikatakan pada Gina. Tapi, saat  melihatnya yang keluar dari bibir hanyalah kebohongan. Siapa yang tega menceritakan jika Rasha tak mungkin Kembali, pada tatapan berbinar dan berharap bisa memeluk erat ibunya? Siapa yang tega ketika senyuman polosnya?

Tapi, kini dia mungkin menemukan jalan. Gadis itu memang tak sepenuhnya mirip Rasha, tatapan matanya berbeda. Tapi, itu bukan masalah secara keseluruhan ia sembilan puluh sembilan persen mirip dengan mendiang istrinya.

Ia berjalan masuk ke dalam rumah. Waktu sudah menunjukan pukul dua pagi. Kepalanya sakit karena banyak minum. Segera melangkahkan kaki menuju kamar. Belum sampai di tangga, ia melihat Gina yang duduk  ia menelungkupkan tubuhnya.

"Papi," panggilnya dengan raut wajah yang sedih.

Yogi  berjalan menghampiri, lalu duduk di samping Gina,  membelai kepalanya lembut. "Gina, kenapa kamu belum tidur?"

"Papi  tadi siang aku takut, Gina pikir kalau mama sudah meninggal."

Ia berusaha tegar dan tersenyum meski perasaan sakit sekali mendengar kata-kata itu dari bibir kecil Gina. Membayangkan kesedihan dan luka yang akan dialami putrinya tak bisa membuatnya merasa baik-baik saja. 

"Siapa yang bilang itu?" Yogi bertanya sambil mengusap lembut rambut Uiba.

"Enggak ada, Darel Cerita kalau ibunya tertidur selama dua bulan tapi akhirnya enggak selamat. Gina terus pikirin kenapa papi  nggak bolehin aku telepon mami. Apa mami juga tertidur seperti mamanya Darel?"

"Mami—" ia memikirkan kalimat selanjutnya.

"Mami baik-baik aja 'kan Pi?"

Ia mengangguk. "Iya, mami baik-baik saja."

Gadis kecil itu tersenyum, binar matanya tak seceria biasanya. Menyakitkan bagi sang papi  melihatnya seperti ini.

"Aku tau, kalau papi bukan pembohong. Mami dulu cerita, kalau papi adalah orang baik, dan itu alasan kenapa mami mau menikah sama papi. Papi ... Janji ya, kalau mami udah pulang kita jalan-jalan. Papi udah janji dulu kan?" Tanya Gina serata menunjukkan kelingkingnya.

Maaf Gina, papi hanyalah seorang pembohong.

Tak tau apa yang harus dikatakan, yang jelas pria itu terluka mendengar semua ucapan Gina. Seolah ada luka yang kembali disayat. Dengan ragu mengaitkan kelingkingnya ke kelingking kecil Gina.

"Papi  janji," ucapnya.

Yogi  kemudian menggendong Gina membawa anak gadisnya ke kamar, merebahkan Gina tempat tidur dan  Menyelimutinya. Gina menatap lekat seolah tak ingin ditinggalkan. Yogi  duduk di pinggiran tempat tidur. Membelai rambutnya, gadis itu terlihat sangat mengantuk.

Mama Untuk Gina| Min Yoongi (M)(✔) REPUBLISHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang