MUG 1

1K 137 51
                                    


Yogi Ryu Pradhana ... Hampir dua tahun ini ia merana sendiri atas kematian sang istri. Bukannya hidup dengan baik dan mengurus sang anak perempuan. Ia sibuk meratap dalam duka, lalu mabuk menjadi teman setianya. Larut dalam kesedihan yang jelas tak seharusnya ia lakukan. Si pucat itu rebah di tempat tidur dengan masih mengenakan pakaian kerja lengkap.

Semalam seperti kebiasaan yang sudah berlangsung sejak ditinggal sang istri. Yogi mabuk, selalu seperti itu jika ia ingat pada Raysha Fathia, mendiang istrinya. Matahari pagi masuk melalui celah-celah jendela kamar. Kini bahkan telah membentuk garis-garis sejajar di atas selimut yang menutupi setengah tubuhnya.

Pria lain masuk ke kamarnya tanpa ijin, mengenakan kacamata dengan lesung pipi yang lekat terlihat di sisi kanan dan kiri pipinya. Itu adalah Sadam, tangan kanan Yogi yang dulu juga adalah teman kampus dan anak dari orang kepercayaan sang ayah. Keduanya begitu akrab sampai saat ini persahabatan mereka begitu erat.

"Yogi bangun," ia menggoyang tubuh si pemalas itu. "Tuan Yogi." Sadam menekankan agar sang atasan segera bangun.

Sadam adalah orang yang paling setia yang dimiliki Yogi dan sahabat yang paling mengerti dirinya. Bahkan segala urusan dan rahasia si dingin itu aman dan semua urusan selesai dengan baik, karena bantuan tangan dingin Sadam.

"Hhmm?" Yogi menyahut meski matanya masih terpejam. Rasanya tarikan magnet dari selimut begitu kuat mencengkram tubuhnya hingga matanya masih saja terkatup.

"Lo ada janji sama Gina inget? Ini hari pertama dia sekolah lho. Lo janji mau nganterin dia ke sekolah di hari pertamanya." Sadam memang terbiasa berbicara tak formal ketika mereka berada di luar kantor, seperti saat ini misalnya.

Yogi terbangun membuka matanya, segera duduk, lalu meruntuki dirinya sendiri. Harusnya ia tak mabuk malam tadi, karena pagi ini ia ada janji penting dengan putri kesayangannya. Salah sendiri semalam ia mabuk dan lupa diri.

Pria itu segera duduk ke tepi tempat tidur seraya memegangi kepalanya yang terasa seperti berputar. Yogi duduk cukup lama sampai akhirnya mendapatkan kesadaran cukup untuk sekedar bertanya pada Sadam.

"Gina udah bangun?"

"Lagi siap-siap," jawab Sadam.

"Oke kalau gitu, aku juga siap-siap," ucap Yogi segera berdiri dan setengah berlari meski sedikit oleng hingga Sadam membantunya berjalan ke toilet, kemudian ia meminta Sadam meninggalkannya ia merasa baik-baik saja. Karena ia akan segera menyiapkan diri dan mengantar Gina ke sekolah.

"Lo yakin oke?"

Pria itu mengangguk. "Lo boleh ke luar. Gue akan cepat siap-siap," titah Yogi.

Tak butuh waktu lama sampai ia kini telah siap. Setelah rapi segera berjalan ke luar kamar, menuruni tangga menuju ruang makan melihat Gina telah berada di sana. Ia duduk rapi dengan seragam tengah berbicara dengan Sadam, juga Mbok Ra pelayan keluarga Yogi sejak hampir tiga puluh lima tahun lalu.

Gina tersenyum melihat sang berjalan mendekat. Perasaan Yogi selalu terluka saat mereka beradu pandang. Tatapannya mirip dengan Raysha, wanita yang masih ada dalam hatinya sampai saat ini. Semakin dewasa Gina semakin mirip sang ibu. Itu yang membuat Yogi seolah enggan menatap Gina. Bukan karena tak menyayangi anak itu. Hanya saja-rasa bersalah yang perlahan membangun dinding antara ia dan anaknya sendiri.

Gina berlari memeluk, "Papi good morning?"

"Apa Om Sadam yang ngajarin bahasa Inggris?" tanyanya melepas pelukan Gina dan memberanikan diri menatap binar mata gadis cantik berambut pendek itu.

Gina mengangguk, ia terlihat sangat bahagia. Kebahagiaan yang sama yang selalu diperlihatkan Ray, menurut Yogi. Tatapan mata Gina benar-benar mirip sekali. Tatapan mata besar bersinar penuh harap.

Mama Untuk Gina| Min Yoongi (M)(✔) REPUBLISHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang