MUG 10

352 77 9
                                    

Sudah hampir satu bulan Nasya berada di rumah Yogi menyamar sebagai Rasya. Ia jadi terbiasa setiap malam, menunggu si pucat yang pulang dalam keadaan mabuk. Biasanya ia akan menunggu bersama Nam. Namun, kali ini ia menunggu bersama Abi, adik sepupu dari Yogi. Pria itu cukup sering datang. Ia bekerja sebagai seorang pelukis dan penggiat bidang seni. Sehingga banyak melakukan perjalanan ke luar negeri. Untuk berbagi segala informasi,  menonton pertunjukan seni atau mempertunjukkan hasil karyanya. Ia cukup aktif terjun dalam pertemuan internasional dan vokal untuk memperkenalkan hasil seni dari negaranya.

Nasya dan Abi duduk di ruang tengah. Mereka sibuk dengan kegiatan masing-masing.  Nasya sibuk dengan ponselnya dan berkirim pesan dengan Jimmy. Ya hanya itu yang bisa ia lakukan untuk melepas kerinduan dengan kekasihnya. Sesekali ia menghubungi Jimmy, tak terlalu sering karena Nasya takut jika pria bermata sayu itu, mengetahui jika ia berbohong. Ia tak pandai menyimpan rahasia. Sementara Jimmy terlalu mengenalnya.

Nasya menatap Abi yang sedang asik dengan ponsel sama sepertinya. Nasya juga memahami, jika pria itu juga membantu menutupi kebiasaan buruk Yogi. Ia bergantian dengan Nam. Menunggu si pucat agar tak membuat keributan.

"Kamu mau kopi?" tawar Nasya.

Pria ramah itu menatap Nasya sedikit terkejut. "Kamu nawarin aku kopi?" Pria itu bertanya denagn heran.

Nasya mengangguk. "Iya dong, di sini enggak ada siapapun selain kamu dan aku."

"Aku jadi bener bener yakin kalau kamu bukan Rasya." Ia terkekeh kemudian.

"Kenapa gitu?, Apa enggak pernah buat minuman untuk kamu?"

"Hais, jangankan buat kopi, yang ada dia itu yang akan minta tolong aku untuk membuat kopi "

Nasya mengangguk, sepertinya ... Mulai mengetahui perbedaan antara dirinya dan Rasya. Level gadis itu berbeda dengannya, ia pasti terbiasa dengan kekayaan. Berbeda dengannya yang harus berusaha dan mandiri dalam hidup.

"Akan buatin ya."

"Iya, aku terima kasih banyak lho." Abi ucapkan dengan tulus.

Nasya kemudian berdiri, belum sempat ia melangkah pintu utama terbuka. Seseorang masuk ke dalam siapa lagi kalau bukan Yogi, si pemilik rumah, si pemabuk.

Abi dengan sigap memapah Yogi. Meski pria itu terus mencoba melawan, dan itu yang selalu ia lakukan. Nasya bergerak membantu Abi. Yogi menatapnya,  kemudian tersenyum di sudut bibirnya.

"Rasya, sayang,  Rasya. Istriku," sapanya. "Apa kamu sayang sama aku?" tanya Yogi sambil menyentuh dagu Nasya dengan tatapan sayu. .

Abi dan Nasya saling menatap. Baru kali ini ia berbicara dengan nada rendah. Apa ada sesuatu? Atau mungkin memang perasaan orang mabuk tak bisa di tebak. Nada suara Yogi terdengar menyedihkan sebenarnya jika diperhatikan pagi.

"Jangan pikirin apa-apa, sia mabuk," ujar Abi tak ingin Nasya berpikir macam-macam.

Yogi menepuk-nepuk wajah sepupunya itu, "kamu di sini Abi sepupu aku? Pasti enggak ada Sadam ya?" tanyanya kemudian terkekeh. "Aku enggak bisa marah soalnya kamu di sini."

Mereka masuk ke kamar. Abi merebahkan tubuh Yogi. Mereka berdua terdiam sesaat, duduk di pinggiran tempat tidur. Kelelahan setelah membawa seorang pemabuk yang terus meronta.

Setelahnya, Abi berjalan keluar. Karena biasanya setelah mabuk Yogi akan tertidur. "Aku keluar sebentar ya, mau ambil kan untuk ngompres dia."

Nasya mengangguk, "aku ke kamar kalau gitu."

"Iya istirahat kalau gitu." Abi berjalan ke luar setelahnya.

Nasya merapikan selimut si pucat yang menyebalkan itu. Lalu ia akan segera menuju kamarnya tapi, baru saja akan berjalan ke kamarnya yang tersambung dari kamar Yogi. Ia menghentikan langkahnya saat mendengar pria itu terkekeh.

Mama Untuk Gina| Min Yoongi (M)(✔) REPUBLISHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang