MUG 17 (M)

548 64 18
                                    

Nasya duduk di sisi tempat tidur. Ia tak menangis walau ingin sekali menangis, tangannya mengepal menahan kekesalannya. Tapi ... Ia bisa berbuat apa? Uang memang bisa melakukan segalanya. Dan kini ia pun terpaksa menerima perlakuan Yogi karena itu.

Sementara Yogi mengunci pintu kemudian berjalan mendekati Nasya. Ia melihat gadis itu menahan amarahnya tapi ia tak peduli. Tujuannya hanya satu menjadikan gadis itu sebagai miliknya hanya untuk dia seorang.

Ia berdiri di depan Nasya, gadis bersurai panjang itu tak mau menatap ke arah Yogi. Sementara Yogi perlahan memegang dagu Nasya, mengarahkan wajah gadis di hadapannya itu agar menatapnya.

"Kamu cantik dan baik Nas, saya bisa bahagiakan kamu."

Tetap saja manik mata Nasya tak menatap ke arah Yogi. Tak mau ambil pusing, Yogi mencium lagi bibir kemerahan di depannya kini. Sementara bibir itu tetap terkatup. Yogi perlahan beralih menjadi duduk di sisi Nasya tanpa melepas pagutannya. Tangannya bergerak meremas  dari luar pakaian yang masih Nasya kenakan.

"Lihat saya, Nasya." Pintanya sambil mencium Nasya lagi.

Nasya jelas tak mau melakukan itu.

Tangan Yogi membimbing agar Nasya mengaitkan tangannya ke bagian leher, gadis itu hanya menurut tanpa perlawanan ia tak melawan sebuah kekuasaan adalah hal yang sia-sia, pasalnya ia tak memiliki siapapun yang bisa membantunya kini.

Yogi melepaskan tautan bibir mereka. Menatap Nasya, perlahan membuka semua, melepas penutup yang dikenakan. Nasya menelan saliva-nya menahan marah, sedih, malu ... Harga dirinya hancur. Tapi ia tak bisa berbuat apapun. Ia tau min Yogi bisa melakukan apapun yang ia mau.

"Kamu cantik,"puja puji Yogi disela kegiatannya.

Sementara Yogi menatap Nasya seolah menelanjangi. Tatapannya menatap setiap inci tubuh yang nyaris tanpa sehelai benangpun. Napsunya membuncah, sejujurnya ini pertama kalinya lagi ia tak bisa menahan hasrat pada seorang wanita selain istrinya.

"Jangan nangis dong," pinta Yogi sambil menghapus air mata yang menetes di wajah Nasya.

Yogi bukan  tak normal hanya saja rasa bersalahnya membuatnya tak memiliki waktu untuk memikirkan hal lain. Ia kembali bergerak melepaskan semua yang masih dikenakan. Tangan Nasya bergerak gelisah menutupi bagian tubuhnya yang nyaris terekspos.

Yogi gemas melihat kelakuan Nasya, senyum kecil terukir. Seraya ia melepaskan pakaiannya. . Sementara ia bergerak membuat Nasya merebahkan tubuh. Yogi bergerak kini ia berada di atas Nasya, berusaha membuat kontak mata yang terus ditolak.

Yogi beranjak kemudian merebahkan tubuh di sisi kanan Nasya. Ia menggerakkan tubuh Nasya agar bisa saling berhadapan. Dan lagi-lagi ia hanya bergerak tanpa perlawanan. 

Yogi membelai kepala Nasya lembut. "aku suka permainan lembut."

"Aku enggak perduli."

Yogi tak memperdulikan apapun perkataan Nasya. Ia hanya fokus pada tujuannya.  "Aku kasih tau, supaya kamu tau sayang." Yogi meraba Nasya lembut.

Darah Nasya berdesir, tubuhnya merespon sebaliknya. Padahal otak dan pikirannya menolak mati-matian. Apalagi saat pria pucat itu kini mulai memberikan stimulus pada tubuhnya itu, Tubuh Nasya meminta hal yang lebih, ia ingin dipuaskan dan menuntut lebih.

"Egh—" Nasya coba tahan diri. tak mau harga dirinya hancur.

Nasya merasa gila saat tangan Yogi menelusup ke dalam tubuhny. Tangan Nasya mencengkram seprai, sementara Yogi sempat melirik ke arah Nasya yang berusaha  menahan desahannya.

Yogi tak tahan lagi ia melepaskan pakaian yang masih menempel padanya juga Nasya. Mereka telah benar-benar tak mengenakan apapun saat ini.

"Kenapa ditahan sayang?"

Pria itu bergerak membuat dirinya berada di atas Nasya. Menatap gadis itu seraya membelai rambutnya lembut. "Jangan buat aku kesal." Ucap Yogi tanpa penekanan namun penuh ancaman.

"Aku melakukan ini hanya karena ayahku dan Jimin. Aku enggak mau kamu nyakitin mereka."

"Aku enggak akan sakitin ayah kamu." Sahut Yogi cepat.

"Juga jimmy ku." Ucap Nasya karena tak mendengar nama Jimmy di akhir ucapan Yogi.

Yogi menelan saliva-nya, sedikit kesal karena perkataan Nasya barusan.  "Pria itu enggak punya kemampuan apapun."  Cemooh terlontar begitu saja dari bibir Yogi. Ia cemburu.

"Tapi aku sayang dia." Nasya berkata penuh penekanan dengan menatap ke arah pria yang kini ada diatasnya itu.

Yogi mendengus, segera mencium Nasya dengan barbar. Tak peduli dengan penolakan Nasya. Ia melakukan pada intinya. Buat Nasya melenguh rasa perih ia rasakan, karena ia merasa belum cukup pemanasan.

Yogi bergerak perlahan awalnya. Ia menatap Nasya yang kesakitan tapi ia memilih tak peduli. Karena Nasya membuat ia kesal. Hasratnya juga sudah membuncah.

Nasya sama sekali tak bisa melawan, ia berusaha keras agar tak mendesah. Pikirannya dan tubuhnya bereaksi berlawanan. Pikirannya benar-benar menganggapnya ini adalah kesalahan besar. Tapi, tubuhnya merespon sebaliknya. Ada nikmat yang ia rasakan membuat ia ingin berteriak. Sungguh Nasya memaki dirinya sendiri dalam hati.

"Oh," lenguh Nasya ketika ia mendapat inti pertamanya.

Yogi tersenyum di sudut bibirnya. "Kamu menikmati ini kan?" Tanyanya meledek.

"Selesaikan kemauan kamu." Jawab Nasya tak bisa mengelak tubuhnya setengah menikmati pergumulan itu.

Yogi kembali bergerak Nasya. Napasnya memburu. hasratnya benar-benar tidak terkendali titik dia melakukan apapun yang bisa membuat Nasya kembali naik gairah. Merasakan perlakuan Yogi membuat tubuh Nasya meremang.

Yogi mengubah posisi membuat Nasya berpindah dari posisi sebelumnya. "Kamu Bergerak," titahnya.

Nasya benar-benar merasa terluka. Ia tak mau melakukan apa yang diperintahkan. meskipun nafsunya sudah kembali iya rasakan. Kini ia jadi jalang dari seorang bernama Yogi.

"Cepat!" Perintah Yogi lagi.

Mau tak mau nanya melakukan apa yang diperintahkan oleh Yogi. Dirinya benar-benar tak bisa lagi berbuat apapun apalagi ingat ancaman yang akan dilakukan Yogi untuk sang ayah dan juga kekasihnya.

Plak!

Tangannya menampar Nasya tiap kali gerakannya melambat.  Dia benar-benar membuat Nasya seperti seorang gadis bayaran yang bisa ia perintah seenaknya.

"Mendesah, jangan kamu tahan," ucaap pria pria itu lembut.

Suasana malam itu benar-benar panas. Yogi seperti hilang akal. Hal yang sudah lama tidak ia lakukan ini benar-benar membuatnya menggila. Pria itu ingin mengambil siang malam panjang ini dengan bersenang-senang, melampiaskan hasrat yang dia rasakan.

"Nggh." lenguh Nasya merasakan tubuhnya semakin kembali akan merasakan puncaknya lagi.

Yogi bergerak cepat ia, akan segera mencapai puncak orgasmenya.

"Jangan keluarkan di da ...," Nasya melawan mencoba menarik dirinya. Sementara Yogi menahan tubuh gadis itu.

"Oh, shit! Nas!"

Pria itu tumbang salah tubuhnya mendapatkan ledakan dahsyat. Ia tumbang di atas tubuh Nasya. Nasya memalingkan wajahnya, ia bahkan malu terhadap dirinya sendiri. Tangan Yogi berusaha membuat Nasya menatapnya. Wajah mereka saling bertemu tapi Nasya tak menatap Yogi hanya pria itu yang menatap.

Yogi bergerak merebahkan diri di samping Nasya. Sambil berusaha membuat kontak mata dengan Nasya. Bibirnya mengecupi wajah Nasya, sementara Nasya enggan untuk menatapnya.

"Terima kasih, aku sayang kamu Nasya." Ucapnya membelai pucuk kepala Nasya dan menyelimuti tubuh Nasya kemudian memeluknya.

.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 06 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Mama Untuk Gina| Min Yoongi (M)(✔) REPUBLISHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang