11

14 0 0
                                    

Aku memperhatikan wajah pria yang sedang tertidur pulas ini. Wajah polos. Di seluruh tubuhnya tertulis kata “ bahagia”. Dia yang telah melewati batasannya sendiri. Memberiku lebih banyak cinta sebelum pergi.

“ Cepat lulus Dir.” Suaranya terdengar seperti orang mengigau. Berat dan hangat ” Kalau sudah lulus, nanti gue balik. Kita nikah dan lu ikut gue ke Singapura.” Sambungnya lagi.

“ aaaaaaaa , aku bahagia !!” aku berteriak.  Vidi menutup mulutku lalu mencium keningku.

“ Lu mau membangunkan orang sekampung ya ?” terlihat senyum di bibirnya.

Aku mempererat rangkulan menenggelamkan kepalaku di pelukannya.  Pria ini. Yang aku kenal sejak 4 tahun silam ternyata bisa membuatku sangat tergila – gila. Membuatku ingin meloncat kegirangan. Kalau boleh aku juga ingin menghentikan waktu, menahan agar matahari tidak terbit pagi ini. Memberiku waktu lebih lama untuk bersamanya.
Aku berharap ada seorang malaikat yang mau meluangkan waktunya sebentar saja.

“ Oh malaikat ! aku tahu kau sangat sibuk mengurus dan mengawasi manusia di bumi ini. Tapi tolong datanglah sebentar saja. Disini ada pria bermata indah, Pria yang memutuskan untuk menjalani hidupnya dengan memberiku banyak cinta, buatlah dia bahagia walau jauh dariku. Tolong lindungi dia untukku. “ aku memejamkan mata “ Amin !”

“ Amin untuk apa ?” Rupanya Vidi bisa mendengar suaraku. Padahal rasanya aku hanya bicara dalam hati.

“ Mmm.  amin untuk cepat lulus.” Aku menjawab.


Di luar sudah mulai terang. Matahari tak mau mendengar permintaanku, dia tetap tunduk pada kehendak alam. Terbit dan tenggelam sesuai dengan tugasnya. Aku harus kembali pada kenyataan, bangun dan menjalani aktivitas seperti biasa.

Perlahan aku merangkak mengambil sebuah handuk untuk menutupi tubuhku. Aku memakai baju sambil berharap Vidi tak segera bangun dan melihatku tanpa pakaian.
Oh sial ! dia membuka matanya. Melihat kearahku sambil tersenyum kecil. Wajahku memanas, tanganku sedikit gemetar.  Pandangannya membuatku malu.

Aku membuka pintu kamar dibawah tatapan matanya. Aku buru – buru keluar dan berjalan memasuki kamar mandi. Gila, kenapa ekspresi wajah Vidi sangat berbeda ? tidak setenang biasanya. Dan matanya, tatapan matanya membuatku gemetar dan memberikan aura yang sangat aneh. Aneh tapi menyenangkan.

Aku berdiri di bawah pancuran. Sambil tersenyum sendiri, aku memijit tengkuk yang terasa sedikit kaku. Badanku terasa pegal dan lelah.

Aku keluar dari kamar mandi dengan hanya berbalut handuk. Beruntung sekali rasanya. Pagi ini aku merasa berada di rumah sendiri. Bebas berjalan tanpa busana.

Di saat bersamaan, hidungku mencium bau enak dari arah dapur. Bau sesuatu yang manis bercampur aroma strawberry. Aroma kopi hitam membuat cacing di dalam perutku meronta.

Vidi keluar dari dapur dengan sebuah nampan berisi piring dengan roti bakar diatasnya dan 2 cangkir kopi hitam.

“ Kopi hitam tanpa gula.” Vidi melihat ke arahku. Dia tahu betul seleraku.
Biasa Vidi tak pernah minum kopi saat sarapan. Tapi pagi ini aku melihat 2 cangkir kopi.

“ Kenapa kopinya ada dua ?” mataku tertuju pada nampan yang barusan saja Vidi letakan di atas meja.

“ Gak ada salahnya gue belajar menyukai hal yang lu suka.” Vidi mengatur piring dan cangkir di atas meja. “ Kan gak tiap hari gue minum kopi.” Vidi berjalan ke arahku. Dia mencium keningku lalu berjalan kembali menuju dapur.

“ Pakai baju dulu dir.” Vidi berteriak dari dapur.  Aku tersadar dan segera masuk kamar.

Masih dengan baju yang sama, aku bergabung dengannya di meja makan. Kami duduk berhadapan sambil menikmati sarapan. Aku merasa seperti sedang berada di dalam sebuah drama romantis. Selalu ada adegan seperti ini setiap kali mereka bangun pagi setelah bercinta di malam sebelumnya.
Tatapan Vidi sangat menggelitik. Membuatku tak enak duduk dan menundukkan kepala berkali – kali.  “ Jangan bilang aku tersipu !” teriakku dalam hati. Selama ini aku tak pernah bersikap lugu atau malu – malu di depannya.

“ Mau ikut ke Cianjur ?” Vidi masih menatapku.

“ Gak Vid. Hari ini aku ada janji sama pak Dadang.” Aku memasukkan potongan roti lalu mengunyahnya pelan – pelan.

“ Oh ya. Biar cepat selesai skripsinya. “

“ Iya. Biar tenang .” jawabku.

“ Gue pake mobil kantor. Nanti kalau sudah sampai gue telepon ya !” Vidi berkata lalu menghirup kopi dengan hati – hati “ Pagi ini lu mau gue anter kemana ?”

“ Ke kosan dulu aja Vid. Dira mau ganti baju dan ambil berkas – berkas dulu.”

SADIRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang