15

13 0 0
                                    

Sebenarnya tak ada yang aku dapat dengan melarikan diri, karena memang tak mudah untuk mengalihkan beban pikiranku saat ini. Jika aku sebegini menderitanya, bisa aku bayangkan tersiksanya perasaan Vidi. Entah bagaimana dia melewati setiap detik dalam hidupnya. Dan sekarang malam hampir berakhir tapi mataku belum bisa terpejam. Apakah dia bisa tidur nyenyak setiap malam ? karena bagiku, setiap malam adalah siksaan yang berat.

Dulu aku sempat berpikir, bagaimana rasanya jika aku menjadi Vidi. Jangankan untuk memaafkan, untuk bernafas saja sepertinya aku tak akan sanggup. Ribuan kali aku meyakinkan diri bahwa Vidi nanti akan kembali padaku, tapi sekian kali juga aku merasa ragu. Bukan dia yang aku ragukan, tapi aku meragukan perasaanku sendiri. Apakah aku sanggup kembali bersamanya.

" uuuh !"aku berdesis. Rambutku seperti biasa sangat menyengkelkan, setiap pagi aku harus menghabiskan banyak waktu dengan rambut sialan ini. Perlahan aku melepaskan rol rambut satu persatu sambil sesekali melirik jam dinding. Mataku terasa sedikit sepet akibat tak bisa tidur. Itu deritaku di malam hari. Siang hari, pekerjanku yang selalu numpuk membuatku bisa mengalihkan pikiran. Perusahaanku belakangan memang lagi banyak proyek. Dan dengan angkuhnya aku memegang dua proyek sekaligus. Bukan angkuh,tapi bosku bilang sedikit gila. Proyek yang aku pegang saat ini bukan proyek kecil. Proyek pembangunan apartement dan sebuah mall.

" Gila Dir !" Managerku membelalak " Kamu yakin ?"

" Yakin pak. Lagian kan saya gak kerja sendiri. " Ucapku meyakinkan

" Ya ok ! aku kasi kamu kesempatan. Tapi ingat, kamu harus kerjakan dengan hati - hati dan teliti. Jangan sampai ada yang miss. Dan yang penting, kamu harus jaga kesehatan jangan sampai sakit. " Pak Robin akhirnya menyetujui.

" Ok pak. Jangan khawatir. Walau saya masih fresh graduate tapi saya akan berusaha yang terbaik."

Beruntung suasana kantor sangat kondusif dan kekeluargaan. Terlebih posisiku yang mengharuskan untuk sering kros cek ke bagian pembelian atau langsung ke suplier bahan baku.

" Mudah -mudahan setelah lelah ini akhirnya kita kebeli apartemen di sana. Amin !" aku bergumam sambil memeriksa beberapa berkas yang baru saja aku terima.

" Awas ngomong sendiri. Tar dikira sakit lho."Johan teman kantorku menggoda.

" tolong diaminkan mas. Semoga kedepannya kita bisa beli apartemen. " aku melihat ke arahnya.

" Amin..... amin !" Johan mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangan. Dia tersenyum ke arahku, matanya semakin terlihat seperti garis saat tersenyum. " Libur Imlek mau kemana Dir? Kebetulan pas banget hari Senin, jadi bisa long weekend."

" Emmmm. Aku belum ada planning mas. " aku menjawab tanpa menoleh. " Mas Johan gimana ?

" Kalau aku biasanya pagi ke klenteng dulu. Siangnya baru kumpul bareng keluarga besar." Jawabnya. " biasanya mama masak banyak." Sambungnya.

Pembicaraan kami terhenti karena suara Hp berdering " Angkat, Dir. Pacar tuh !" Suara Johan dari sebrang meja kerjaku. Aku hanya tersenyum tanpa manolehnya.

" Woi, Rendi "

" Balik jam berapa Dir? " Rendi bertanya.

" Belum tahu." Jawabku sambil melirik jam tangan. " Jam setengah tujuhan kali. " jawabku. Selintas aku lihat Johan membelalak ke arahku.

" mau dijemput gak ?"

" Gak usah Ren. Pulang sendiri aja."

" Aku jemput ajalah. Tar kita sekalian makan bareng." Rendi tidak memberiku kesempatan untuk menolak.

SADIRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang