13

9 0 0
                                    

Sudah hampir dua jam aku duduk di sini. Memandang keluar melalui kaca jendela yang berembun. Setidaknya sudah tiga cangkir kopi aku pesan. Sebentar aku melihat ke arah Yeni, dia duduk di depanku dengan tatapan penuh tanya.

“ Jangan bertanya.” Kataku.

“ Aku tidak bertanya.” Yeni mengangkat bahu.

“ Tatapan mata kamu.” Aku membuang pandangan lagi ke luar.

“ Ok ! kalau begitu, aku akan benar – benar bertanya. Apa yang terjadi Dir ?” akhirnya pertanyaan itu terdengar dari mulutnya.

Aku menarik napas panjang. Tak tahu harus memulai dari mana. Tapi aku tahu bahwa Yeni sangat mengerti situasi rumit yang sedang aku alami.

“ Aku bingung harus cerita dari mana.” Jawabku.

“ Ceritakan saja semua yang terjadi. Aku gak perlu panjang lebar seperti karangan bebas. “

Aku menatapnya. Mencoba membaca raut wajah Yeni, “ Aku ketahuan.” Kalimatku terhenti.

“ Ketahuan apa ?” Mata Yeni melebar. Dia sangat penasaran.

“ Vidi melihatku sama mas Gena kemarin sore.”

“ Melihat, maksudnya ?” Yeni terkejut.

“ Aku selingkuh sama Gena.” Aku menunduk.
Aku bisa mendengar Yeni berdesis, aku tahu dia tak pernah menduga ini sebelumnya.

“ Gila ! ternyata Gena datang waktu itu bukan tanpa alasan ?” Yeni masih berusaha memastikan.

“ Iya. Kamu betul, dia datang untuk menemuiku. Aku mulai dekat dengannya sekitar 2 bulan setelah magang. Kami sama sekali tak pernah menyatakan diri sebagai sepasang kekasih. Tapi kami sering jalan bareng, menghabiskan waktu dan berciuman.” Ya ampun, harusnya aku tak perlu menceritakan bagian itu. Berciuman.

“ Lantas, Vidi liat kalian gimana ?” Yeni mendesak.

Aku menunduk memejamkan mata. Aku ingin melupakan kejadian itu, hal yang sangat tidak ingin aku ingat. Hujan di sore itu, tatapan Vidi yang penuh luka. Perasaan bersalah dan perasaan sakit ketika sadar bahwa aku sudah sangat melukai hatinya. Aku berharap semua ini hanya mimpi buruk yang akan segera berakhir ketika pagi datang.

“ Sadarlah Dir. Belum terlambat untuk memperbaiki semuanya. “ Suara Vidi terdengar lemah, matanya berkaca.

Aku tak punya keberanian untuk mengangkat kepala dan membalas tatapannya. Aku hanya diam saat Vidi mengguncang tubuhku dan membawaku ke dalam pelukannya. Bagaimana bisa pria ini begitu berbesar hati memaafkanku. Perempuan tak tahun diri yang sudah bermain di belakangnya.

“ Sudah lah Dir, tak perlu menangis. “ Vidi mengusap kepalaku.

“ Kenapa Gak marah ? aku tau Vidi marah, marah saja jangan ditahan. Lampiaskan semua Vid. Kamu boleh memaki atau melemparku dari atas jembatan. “ Aku berbicara diantara tangisan.” Aku layak mendapatkannya Vid. Maafkan aku !” Aku menangis. Dengan bodohnya aku merangkul tubuhnya agar perasaanku mereda.

“ gue juga salah Dir. Gue ikut andil dalam hubungan lu sama si Gena itu. Kalau gue bisa lebih peka dan perhatian, mungkin ini gak akan pernah terjadi. Bohong kalau gue bilang gak sakit dan hancur. Gue sakit Dir, gue rasa kiamat. Tapi gue masih bisa berpikir rasional. Semua terjadi karna ada sebab yang berhubungan satu sama lain. “

“ Gak Vid. Aku yang salah.” Perlahan aku melepaskan diri dari pelukannya.

Vidi menahanku agar tidak menjauh. tangannya memegang kedua bahuku. “ hubungan kita selama bertahun – tahun lebih berharga untuk gue pertahankan. Lu salah, tapi gue gak bisa menghapus segala kebaikan lu dengan satu kesalahan ini. Sadar lah Dir, belum terlambat buat kita perbaiki semua.
“ Vidi meremas bahuku.

“ Maaf Vid. Dira gak bisa, ini gak bisa diteruskan. Aku akan merasa makin bersalah jika kita masih lanjutkan pertunangan ini. Aku merasa tak pantas. “ aku melepaskan kedua tangan Vidi.

“ No Sadira. Don’t say that.” Vidi berusaha menarikku kembali, tapi aku menahannya.

“ I’m sorry, Vidi semua sudah berakhir. Aku doakan semoga nanti akan datang cewek yang lebih layak untuk menerima cintamu.” Aku segera berbalik dan berlari meninggalkan Vidi yang masih mematung di bawah lampu jalan. Aku berlari terus tanpa menoleh ke belakang. Ini yang terbaik untuk aku, Vidi dan Gena. Pada akhirnya kami bertiga harus berjalan masing – masing. Semua merasakan sakit dan kehilangan. Vidi adalah orang yang paling sakit dan hancur. Tapi aku yakin, waktu akan mengobati lukanya dan membuatnya melupakanku. Waktu akan mengikis segala kerinduan dan meredakan perasaan gelisahnya.

suasana begitu sepi saat aku tiba. Suara  pintu terdengar sangat keras berderit. Aku langsung masuk kamar, mengambil handuk untuk mengeringkan rambut dan tubuhku. Hujan diluar cukup deras membuatku sedikit menggigil.
Setelah berganti pakaian. Aku berjalan menuju dapur untuk membuat segelas teh hangat. Tak ada seorang pun penghuni kosan yang keluar dari kamarnya. Aku meletakkan ceret kecil di atas kompor.   Perlu dua atau tiga kali memutar pematik sampai kompor gas bisa menyala. Aku berdiri memperhatikan api biru menjilati ceret kecil di atasnya. Pikiranku tak karuan, aku mengeluarkan Hp dari dalam saku celana. Ada 16 kali panggilan tak terjawab dan 3 sms masuk. Semuanya dari Gena.
Sadira, kamu dimana ?


Sadira tolong jawab teleponnya. Please !


Aku ke kosan, tapi kamu masih belum pulang. Ini sudah hampir tengah malam. Please sadira jangan bikin aku khawatir !

SADIRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang