"Waktu tidak menunggu untuk siapapun, cuma ada dua pilihannya. Diperjuangkan atau diikhlaskan"
Sudah beberapa hari aku menolak ajakan Avandy untuk menemuiku, bukan karena tanpa alasan. Tapi memang jadwal KKN ku yang padat membuat aku susah untuk mengatur jadwal kopi darat dengannya.
Akhirnya malam ini aku dapat jatah untuk free semalam oleh korkel. Aku lebih memilih pulang daripada harus tidur di posko. Yah, meskipun jarak dari rumah ke poskoku sekitar 1 jam setengah lah kira-kira. Tapi, aku lebih merasa nyaman jika tidur dirumah, meskipun rumahku sedang sepi karena kedua orang tuaku kembali ke Surabaya untuk mengurus kepindahan.
Aku dan Avandy tidak janjian di suatu tempat, namun dia menawarkan untuk datang menghampiri rumahku yang jarak rumahnya pun ternyata tidak begitu jauh dari rumahku.
Aku mengintip depan rumahku dari jendela kamar, kudapati seorang pria sedang berdiri didepan pagar. Kurasa itu dia, aku langsung keluar untuk menemuinya.
"Hai!" sapaku begitu sampai didepan pagar. Aku menyodorkan tanganku, "Kaleela,"
Kuamati penampilannya dari bawah sampai atas, ia memakai kacamata, mengenakan celana jeans, dengan t-shirt putih, dan jaket. Harum maskulin dibadannya mewarnai indera penciumanku. Tinggi badannya hampir sama denganku. Not Bad. Jujur, aku tidak begitu peduli akan penampilannya, aku hanya penasaran seperti apa sikapnya padaku nanti.
Kemudian ia membalas salaman ditanganku dengan senyum tipis dibibirnya, "Avandy."
"Akhirnya kita bisa ketemu juga ya, kamu sibuk," ujarnya membuka pembicaraan.
"Not really, engga kayak kamu kan yang udah kerja,"
"Kerjaan saya kan bisa di pending kalo buat ketemu kamu,"
"Haha, aku gak sibuk ya.. Lagi KKN-"
"Kamu menyibukkan diri mungkin ya, setiap diajak jalan selalu ada aja kesibukannya," tebaknya, dan menurutku itu salah satu cara halusnya untuk meledekku.
Aku menggaruk tengkukku yang tak gatal, yah memang begitu adanya. Tapi aku harus jawab apa nih?
"Ah, kita mau kemana nih, Mas?" Tanyaku mengalihkan pembicaraan.
"Emm.. ada tempat yang pengen kamu kunjungin?"
"Enggak,"
"Udah pernah ke Marry Anne?"
Aku menelan ludahku susah payah, aku pernah mengunjungi itu dengan Satya tahun lalu. Yah, seseorang yang kutemui juga di Tinder. Kenapa orang-orang di Tinder itu selalu membawaku ke tempat semewah itu sih?
"Jujur aja mas, aku gak biasa ditempat kayak gitu," jawabku seadanya.
"Kenapa? Selera kamu ditempat makan yang seperti apa?" Tanya Avandy menyelidik.
"Selera? Em.. mungkin aku lebih suka makan di Burjo atau jajan di Semawis," Fyi, Semawis merupakan tempat kuliner malam di Semarang, lebih tepatnya di Pecinan, disana menyediakan food street seperti cakwe, bola ubi, churros, es hawa, dan sebagainya.
"Ohh, oke-oke...I want to take you to Lakers. Udah pernah kesana?"
"Belum."
"Yuk kesana!"
"Mas udah pernah?"
"Belum kok, katanya itu tempat makan bagus dipinggir danau,"
"Oke."
Avandy lekas naik diatas CBRnya, kemudian ia memberikan helm padaku. Waduh, aku naiknya gimana nih?
"Ohiya, kita gak pamit dulu ke orang tuamu?" Tanya Avandy sambil menunjuk rumahku dengan dagunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love, Kaleela
Lãng mạn[COMPLETED] Inspired by the true story [Saya kembali minta izin kepada orang-orang yang merasa menjadi bagian cerita saya, maaf apabila ada kekurangan dalam penulisan saya. Saya jadikan cerita ini dari kisah nyata saya sebagai buku diary umum, agar...